Napasnya tercekat dengan peluh yang membasahi seluruh tubuhnya, mimpi buruk. Itulah yang tengah dia alami, matanya yang terpejam mulai terbuka namun bukan dinding gua yang dia lihat.
Melainkan sebuah bangunan megah dengan batu besar yang mengelilingi tempat itu, tangannya terangkat saat melihat sebuah cahaya muncul dari balik bangunan itu. Sebuah bangunan kuno yang terlihat begitu misterius hingga membuatnya penasaran.
Tapi yang dia lakukan hanyalah diam, mencoba menghalau cahaya yang menusuk retinanya sampai dia sadar bahwa di pergelangan tangannya terdapat sebuah pelindung yang di gunakan oleh para prajurit perang.
Maniknya menatap ke arah pakaiannya, sebuah pakaian yang seperti seragam khusus hingga dia mendengar sebuah suara ribut di belakangnya.
"Theo! Kenapa kau selalu menghancurkan tanamanku!"
Itu suara seorang gadis. Dia menoleh, menatap ke arah gadis bersurai perak yang terlihat bersinar di antara warna hijau dedaunan itu. Rasanya tidak asing, apalagi dia melihat Theo yang tengah sibuk dengan sebuah buku di tangannya tanpa peduli pada teriakan gadis itu.
Apa yang terjadi, rasanya seperti sebuah kenyataan namun dia jelas tahu bahwa ini hanyalah mimpi.
"Mau makan coklat?" seorang pria berlari, membawa sekotak coklat dengan semangat. Mendekati gadis bersurai perak yang marah-marah tidak jelas sebelum gadis itu memekik senang saat pria itu memberinya coklat.
"Kau tidak mau Theo?" pria itu kembali bersuara, menatap ke atas pohon yang tengah Theo jadikan sebagai tempat dia membaca buku.
"Jangan ganggu aku!"
Pria itu menyerah, memilih duduk di atas rerumputan dengan gadis bersurai perak yang ikut duduk di sebelahnya. Keduanya tertawa bersama, sesekali membicarakan hal lucu dengan mulut yang sibuk menguyah coklat.
Dia terdiam, ingin mendekat namun kedua kakinya tidak mau bergerak. Mencoba berulangkali dan hasilnya tetap sama saja, rasanya seperti ada yang menahan kedua kakinya supaya tidak menjauh dari posisinya sekarang.
Mulai berpikir, di manakah dia? Lalu siapa mereka? Kenapa ada Theo juga di sana?
Cukup lama dia berpikir hingga pria itu menyadari kehadirannya "oh.. Damian, kau sudah kembali?"
Theo menoleh, menatap ke arahnya dengan tatapan yang sulit dia artikan sebelum dia mendengar suara dari gadis bersurai perak itu "mau coklat, si hijau membuat banyak coklat hari ini"
"Hei.. bukan aku yang membuatnya, tapi para teman kecilku!" pria yang di panggil si hijau itu terlihat tidak suka akan ucapan gadis di sebelahnya, karena teman-teman kecilnya akan marah nanti.
"Iya deh.. yang punya banyak teman!" sahut gadis itu lalu tertawa mengejek pria di sebelahnya.
Theo melompat turun, mendekati dua orang aneh yang sibuk makan coklat lagi. Tangannya mengambil sepotong coklat lalu membawanya pergi.
"Katanya tidak mau! Theo aneh!"
"Gadis cantik jadi anak baik oke" Theo menyahut, tersenyum lebar yang selalu membuat gadis itu terdiam.
Bukan karena tampan, tapi karena dia tahu bahwa Theo tengah menahan diri untuk tidak mengutuk bibirnya yang cerewet itu.
"Kau mau?" Theo menatap tepat pada manik Damian, menyodorkan coklat itu tepat di hadapan Damian.
"Mau tidak!?" tanya Theo lagi membuat Damian mengangguk, mengambil coklat itu sebelum menatap Theo lagi.
"Jika tidak bisa bergerak katakan saja, jangan diam! Dan sebaiknya kau berhati-hati saat ini!"
Damian terkejut, merasa aneh dengan ucapan Theo namun pria itu lebih dulu pergi meninggalkan dirinya dengan sebuah pertanyaan yang tidak bisa dia jawab sendiri.
'Dia tahu..?'
"Hei.. Damian"
Damian kembali terkejut di saat bahunya di sentuh oleh pria di belakangnya, menatap pria bemanik biru terang itu sebelum dia merasa aneh dengan senyuman pria itu.
"Apa kau lupa denganku?" tanya pria itu berbisik tepat di telinga Damian.
Bibirnya terbuka, mencoba mengeluarkan sebuah suara namun tidak ada suara apa pun yang keluar dari mulutnya. Aneh, ini sangat aneh hingga Damian mendengar sebuah tawa mengejek.
Pria itu tertawa, mengejek dirinya yang tidak bisa bicara bahkan tidak bisa bergerak sama sekali. Damian mencoba memberontak, tapi yang ada tubuhnya semakin kaku. Ini aneh, sangat aneh.
'Sadar Damian ini mimpi!!'
"Kau ingin tahu kebenarannya bukan!?" pria itu kembali bersuara, menepuk bahu Damian berulangkali sebelum pria itu kembali tertawa "jangan terlalu berharap, ingat peringatan kecilku ini Damian"
Setelahnya manik Damian terbuka lebar, menatap langit-langit gua yang gelap sebelum dia menoleh ke arah Theo. Pria itu tidur dengan tenang membuatnya merasa lega. Tangan kanannya dia angkat saat merasakan sesuatu yang lengket di sana, melihat sebuah lelehan coklat yang dia genggam.
"Coklat!?" ucap Damian, merasa semakin aneh dengan semua ini.
Bukankah yang tadi hanya mimpi, lalu kenapa coklat itu bisa meleleh di tangannya. Ini aneh, sangat aneh membuat Damian bergerak bangkit berlari pergi ke luar gua tanpa tahu bahwa Theo terbangun dari tidurnya.
Damian duduk, menatap ke arah langit membiarkan bekas lelehan coklat itu menetes di tanah. Apa sebenarnya maksud mimpi itu, rasanya seperti dia di ancam oleh pria bermanik biru terang itu. Tapi di satu sisi juga dia seperti di perlihatkan oleh takdir yang sejak beberapa hari ini selalu dia pikirkan kebenarannya.
Dan dia jelas melihat ada Theo di sana, apalagi pakaian yang mereka gunakan berlima sama. Seperti seragam seorang prajurit yang tengah siap bertempur, apakah memang seperti itu?
Entahlah, Damian tidak tahu yang dia tahu pria bermanik biru itu bukan orang biasa.
"Kau mimpi buruk?"
Damian menoleh, menatap datar ke arah Theo yang terlihat masih mengantuk "jangan bertanya jika sudah tahu jawabannya!"
Theo terkekeh "jadi apa yang kau mimpikan kali ini? Wanita itu atau sesuatu yang lain?"
Tidak ada jawaban, pria bersurai hitam itu memilih diam sebelum menghembuskan napas kasar "rasanya seperti nyata" jawab Damian setelah terdiam cukup lama.
"Aku melihatmu di sana dan kau memberikan sebuah coklat padaku lalu inilah yang terjadi" Damian menunjukkan telapak tangannya membiarkan Theo melihat lelehan coklat yang memenuhi telapak tangannya.
Tapi Theo tidak terkejut, pria itu memilih diam dengan pandangan kosong menatap ke arah telapak tangan Damian "sepertinya kita memimpikan hal yang sama?"
"Apa!" Damian terkejut, menatap tepat pada manik theo yang tidak menunjukkan sebuah kebohongan sama sekali.
Pria itu benar-benar mengatakan yang sebenarnya, membuat Damian tidak bisa memikirkan apa pun selain apa maksud mimpi itu sebenarnya.
"Kalau begitu kau melihat pria yang berdiri di belakangku!?" Damian menatap Theo yang mengangguk.
"Wajahnya tidak terlihat jelas tapi rasanya tidak asing, apalagi dua orang yang lainnya. Mereka bertiga seperti bukan orang asing" jawaban Theo membuat Damian sadar, bahwa orang-orang tadi sama seperti mereka.