Ketakutan sang Pemilik Waktu

Mimpi itu terjadi bukan tanpa alasan, mereka berdua berada di dalam mimpi yang sama karena gadis bersurai biru yang tengah memandang langit itu. Gadis itu pikir dengan menunjukkan masa lalu akan membuat mereka mengerti, tapi semua itu hancur karena kedatangan sang pemimpin dari kelompok itu.

Pria bersurai biru yang gelap dengan manik biru segelap malam itu menghancurkan rencananya. Lagi-lagi semuanya berakhir sama, tapi dia tentu tidak akan membiarkan hal itu terjadi lagi. Dia harus segera merubah takdir mereka sebelum kehancuran itu datang.

Baginya ini seperti sebuah keharusan, karena dia tidak mau lagi melihat masa-masa di mana semuanya terulang lagi dan lagi tanpa adanya akhir yang menanti mereka. Terus mengulang waktu dan merusak tatanan dunia yang sudah tergaris rapi.

Mencoba mencari waktu yang tepat supaya dia tidak kembali gagal karena ulah pria bersurai biru gelap yang terus memandanginya dengan tatapan tajam. Pria itu tahu apa yang dia lakukan, tapi dia memilih diam karena tidak ada gunanya memarahinya.

Tapi dia memilih bangkit, mendekati pria itu dan tatapan kesal "mau sampai kapan!?" ucapnya dengan harapan kali ini akan berbeda walau dia sendiri tidak yakin karena dia sudah sangat hafal sikap pria yang ada di hadapannya ini.

Dan pria itu hanya tersenyum, menunjukkan sebuah senyuman miring dengan tatapan penuh akan ejekan di dalamnya "apakah kau berpikir aku akan membiarkanmu Melilea Ordelina Arsens!?"

Pria itu tertawa, merasa lucu akan tindakan gadis itu yang jelas-jelas akan berujung pada sebuah kesia-siaan saja. Tapi lagi dan lagi, gadis itu melakukan hal yang sama untuk menghancurkan semua rencananya. Dia tidak mau gagal lagi dan dia berjanji bahwa ini adalah pengulangan waktu yang akan terakhir kali dia lakukan.

Karena dia sendiri sudah lelah terus mengulang hal yang sama selama ratusan tahun ini. Ingin menyerah pun dia tidak bisa, karena rantai yang mengikat dirinya berakhir semakin kuat mengikatnya untuk segera menyelesaikan tugas ini.

Dan dia tidak akan membiarkan gadis bersurai biru terang itu menghalangi tujuannya sama sekali. Karena akan dia pastikan bahwa gadis itu akan tersenyum lebar saat dia berhasil menyelesaikan tugas ini.

"Sebenarnya apa yang kau pikirkan Irvin!? Apa kau pikir semuanya akan berubah jika kau melakukan hal yang sama!?" teriak Melilea menatap ke arah Irvin yang terlihat menghembus napas asal.

"Kau pikir aku akan melakukan kesalahan yang sama!? Tentu saja tidak!" jawabnya dengan nada suara meninggi, menunjukkan bahwa dia juga tidak mau kalah dari gadis di hadapannya itu "aku tidak seperti kau yang selalu saja mencari jalan pintas untuk membantu mereka!"

Melilea terkejut, merasa dia telah melakukan sebuah kesalahan fatal. Ternyata dia memang tidak berubah, masih mencoba melakukan hal yang sama walau dia tahu semua itu akan di gagalkan oleh orang yang sama.

"Jadi jangan berpikir kau akan bisa menang dariku!" ucap Irvin lagi, melangkah menjauh meninggalkan Melilea yang tidak bisa berkata apa-apa.

Bahkan gadis itu hanya diam dengan pemikiran yang sibuk memikirkan akan semua kesalahannya. Jika seperti ini, maka dia sama saja seperti Irvin. Tidak ada yang berbeda antara dia dengan Irvin dan dia tidak mau hal itu terjadi lagi.

Akan dia putuskan semuanya sekarang, sebuah sayap muncul di punggungnya dan gadis itu langsung terbang melewati langit malam. Mendekati sebuah gua yang dia tahu adalah tempat mereka berada, mendekati gua itu sebelum dirinya di tarik oleh seorang pria dengan manik biru malam yang menatapnya tajam.

Dia Irvin, pria itu ternyata benar-benar mengamatinya begitu baik. Bahkan baru saja dia akan bisa bertemu dengan Damian dan Theo, pria itu sudah datang berniat menghentikan dirinya.

Nyatanya dia memang tidak akan bisa menang melawan Irvin, pria itu bisa melihat semuanya dan dia hanya akan membuat semuanya hancur jika bertindak ceroboh seperti sekarang ini.

"Aku ketahuan huh.." ucap Melilea dengan sebuah tawa kecil mengejek dirinya sendiri yang kembali gagal.

"Baru aku tinggal sebentar! Kau sudah berpikir akan menemui mereka secara langsung!?" sahut Irvin menarik tubuh Melilea untuk menjauh dari atas gua itu, tapi gadis itu tidak akan menyerah.

Dia menolak ajakan Irvin, memilih untuk melawan dengan sekuat tenaga yang dia punya. Pria itu hanyalah seorang pemilik takdir dan dia tidak akan bisa menang melawan dia yang seorang keturunan Dewa.

Dengan sekali dorongan Irvin terjatuh tepat di atas gua, sekarang dia ingin melihat apakah pria itu akan kabur dengan sihir teleportasinya atau akan membiarkan dirinya bertemu dengan Damian dan Theo.

Karena dia yakin pria itu akan memilih yang pertama, maka itu adalah kesempatan yang bagus untuknya berbicara secara langsung dengan dua pria itu. Dan dia akan menceritakan semuanya yang terjadi pada mereka, dan alasan mereka bisa berada di dunia ini.

"Suara ribut apa itu?" sebuah suara membuat tubuh Irvin membeku, dia tahu suara siapa itu. Maniknya bergerak gelisah dan dia dengan cepat berniat membuka pintu teleportasinya, tapi dia melupakan satu orang yang tengah menatapnya dengan tatapan tenang.

Gadis itu, ternyata ini yang di inginkan gadis itu dan Irvin tidak akan membiarkan semuanya terjadi begitu saja. Dia melompat berniat membawa Melilea pergi bersamanya. Dia memang tidak bisa terbang, tapi dia bisa menciptakan sebuah pijakan dengan es-nya.

Membuat sebuah kepingan es yang langsung hancur setiap dia pijaki dan langsung menarik tangan gadis itu, tapi gadis itu memberontak lagi menatap ke arah bawah di mana Theo tengah berdiri mencoba mencari asal suara ribut tadi.

Melilea tersenyum, menatap manik biru malam milik Irvin sebelum mendorong pria itu supaya terjatuh tepat di hadapan Theo.

"Pilihlah.." ucap gadis itu membiarkan Irvin memilih, bertemu pria itu atau kabur seperti biasanya.

"Cih..!" dan pilihan yang Irvin pilih adalah kabur, pria itu benar-benar kabur tanpa peduli bahwa dia manih ada di sana. Dan dugaannya memang tepat, bahwa Irvin masihlah sama.

Pria itu masih merasakan perasaan bersalah hingga takut untuk bertemu dengan mereka secara langsung, apalagi Theo. Karena Irvin punya sebuah rahasia yang hanya pria itu dan dia yang tahu. Sebuah rahasia yang membuat Theo mati tepat di hadapannya dulu, dan Irvin masih di hantui dengan rasa bersalah itu.

"Eh...!" kaget Theo menatap ke arah langit, di mana dia tengah terbang di sana.

Tersenyum lebar sebelum dia di kejutkan oleh sebuah tangan yang menarik tubuhnya lagi dengan cepat. Theo terkejut, merasa aneh hingga dia melihat sebuah bulu putih jatuh tepat di hadapannya.

"Ini nyata?"