(PoV Edo)
Setiap kali aku melihat Aya, aku teringat kembali kepada mantan kekasihku. Gadis tomboy pemain basket itu membuatku tak mampu melupakannya. Aku bahkan masih sangat menyayanginya.
Namanya Rosa. Usianya masih sangat belia. Dia tiga tahun lebih muda dariku yang kini jalan berusia sembilan belas tahun. Kami tinggal di 1 kota yang sama dulu. Dia gadis pemberani. Kami sering menghabiskan waktu berdua. Kala itu aku masih berstatus pelajar SMA dan dia masih duduk dibangku SMP.
Rosa cinta pertamaku yang kini tinggal jauh dariku. Dia pergi bersamaan dengan tugas ayahnya yang selalu berpindah dari satu tempat ketempat yang lainnya.
Di awal kepergiannya, hubungan kami masih baik-baik saja. Namun tak lama semenjak dia pergi, dia memutuskan untuk mengakhiri hubungan kami karena ia tak mampu jika harus berhubungan jarak jauh denganku.
Aku terima keputusannya itu, meskipun sebenarnya aku sangat tak rela.
Sebelum dia pergi, dia sempat memintaku membelikannya bola basket sebagai kenang-kenangan. Ku turuti saja keinginannya. Ku belikan ia bola basket dengan uang tabunganku yang tak seberapa kala itu. Dia begitu senang dan tersenyum begitu lebar.
Terakhir kali kami bertemu, kami juga membuat janji 'kapanpun dia kembali, aku akan menerimanya lagi.' Dengan janji itu aku merasa yakin kalau dia akan kembali suatu saat nanti.
Melihat senyum manisnya, aku pikir aku bisa menunggu senyum itu untuk kembali. Namun nyatanya, selepas dia pergi, seketika itu juga dia menghilang dengan mengganti nomor telepon dan tak memberikanku alamat rumahnya yang baru.
Aku begitu sedih dengan apa yang dia lakukan padaku. Namun sepedih apapun hatiku saat itu, aku tetap tak bisa membencinya.
Aku mencoba keras untuk melupakannya dengan mencoba mencari kesibukan dengan nongkrong bersama teman-temanku sampai aku jarang pulang kerumah. Sayangnya, aku terjerumus kedunia hitam yang tak selayaknya dialami oleh pelajar kelas tiga SMA. Aku mulai mabuk-mabukan. Keadaanku itu berlangsung begitu lama. Hingga aku sudah mulai masuk kuliah dan bertemu dengan Aya.
Sampai pada saat pertama kali pertemuanku dengan Aya. Melihat senyumnya, aku seperti melihat senyum yang kunantikan itu kembali. Meskipun Aya dan Rosa adalah dua orang yang sangat berbeda, namun senyum mereka rasanya tak ada bedanya.
Aya yang meskipun tak seberapa cantik, namun dia sangat manis. Sikapnya yang ceria membuatku kembali mengenang Rosa. Dan aku mulai tertarik padanya. Aku mulai mencari tahu tentangnya. Hingga tanpa sadar aku mulai meninggalkan dunia malamku karena sibuk memperhatikan Aya.
Ketika aku ingin mencari tahu mengenai Aya, tak ku sangka ternyata ada salah satu teman Aya yang bernama Marta, mendekatiku. Aku pikir ini adalah kesempatan yang bagus untukku lebih dekat dengan Aya.
Namun ternyata Marta menyukaiku. Tanpa rasa ragu, malam itu Marta menyatakan cintanya kepadaku.
Aku sedikit kaget, karena bukan ini sebenarnya yang ku mau. Tapi akupun tak mau menyakiti Marta. Karena aku pikir, kalau Marta sakit hati karena ku, teman-temannya, termasuk Aya, pasti akan membenciku. Dan setelah aku menolak Marta, aku tak mungkin bisa mendekati Aya. Bisa-bisa Aya jadi bahan bullyan oleh teman satu angkatan karena di tuduh menikung gebetan sahabatnya. Dan aku tak menginginkan itu.
Namun sebelum aku menerima cinta Marta, aku sempat memberi tahu kepadanya kalau aku masih belum bisa pergi dari masa laluku. Aku masih mencintai mantan kekasihku. Dan aku juga mengatakan jika suatu saat kekasihku itu kembali, aku tetap akan meninggalkannya demi kembali kepada masa laluku itu. Awalnya dia merasa keberatan. Namun akhirnya dia menerimanya. Karena dia bilang kalau dia begitu mencintaiku.
Siang itu ketika Aku dan Aya sedang mengerjakan tugas praktik klinik berdua, aku memberanikan diri untuk menyatakan perasaanku pada Aya. Karena rasanya sudah tak mampu lagi aku tahan. Dan dia juga berhak tahu yang sebenarnya. Seandainya dia menolakku pun, aku tak mengapa. Namun aku tetap berharap untuk diterima.
Ternyata pengakuanku itu membuatnya murka kepadaku. Tak hanya menolakku, dia juga menjauh dariku. Media sosial ku pun tak lepas dari amukannya. Semua akses aku untuk menghubunginya, di blokir olehnya.
Sebenarnya, jika keadaanya dia bukan teman dari kekasihku, aku pasti dengan tak tahu malunya, akan tetap mengejarnya. Sayangnya aku memilih untuk berhenti demi dia agar tak ada yang membencinya. Mencintainya dalam diam sudah cukup membuatku bahagia.
***
(PoV Marta)
Namaku Marta. Aku adalah gadis yang istimewa menurutku. Aku berasal dari keluarga yang berada. Kedua orang tuaku adalah pengusaha.
Aku cantik. Kulitku putih mulus tanpa cacat. Dan aku juga sangat pintar.
Aku mempunyai pacar yang bernama Edo. Aku menyukainya sejak awal pertama masuk kuliah. Edo anak yang cerdas dan pandai berbicara didepan banyak orang. Dia menonjol daripada yang lainnya karena kemampuannya berdebat. Dia sering sekali ikut kejuaraan debat hingga ke tingkat nasional.
Dia bercita-cita menjadi seorang polisi, namun karena tinggi badannya yang tak cukup untuk masuk kepolisian, akhirnya dia tak diterima di tes pertamanya.
Tak sulit bagiku untuk mendapatkan Edo. Sebentar saja aku mendekatinya, hingga aku berhasil merebut hatinya. Terang saja, siapa yang bisa menolakku.
Awalnya memang dia bilang kalau dia sedang menunggu mantan pacarnya. Namun aku tak peduli. Aku yakin, dengan pertemuan kita yang terus menerus setiap harinya, dia pasti mampu melupakan mantan pacarnya. Apalagi kalau aku lihat dari fotonya, aku lebih cantik dari mantan pacarnya itu. Jadi menurutku memang tak ada yang perlu ditakutkan.
Nyatanya selama hampir satu tahun berpacaran denganku, Edo tak pernah macam-macam. Pasti dia sudah sangat mencintaiku dan telah mampu membuang masa lalunya itu jauh-jauh.
Dia sangat perhatian denganku. Apapun yang aku katakan padanya, pasti dia lakukan. Akupun begitu. Kalau dia memintaku melakukan sesuatu, dengan cepat langsung aku kerjakan. Bukan apa-apa. Aku hanya ingin semakin membuatnya bergantung kepadaku, agar dia tak mencari masa lalunya itu kembali.
Hubungan kami begitu mesra. Bahkan banyak sekali yang iri dengan kemesraan kami.
Namun akhir-akhir ini aku agak terganggu dengan kehadiran Aya. Edo seringkali dengan tak tahu malunya selalu menggoda Aya. Bahkan disetiap kalimatnya ketika berbicara tentang Aya, seperti menyiratkan kalau dia menyukai Aya.
Meskipun Aya selalu mengacuhkannya, rasanya tak nyaman saja ketika aku melihat mereka berdua tak sengaja berpapasan atau sedang dalam satu kelompok tugas yang sama. Terlihat jelas seakan Edo memperhatikan Aya. Bahkan terkesan kalau dia sedang mengejarnya.
Namun aku tak mau terlalu memikirkannya. Aya bukan gadis yang istimewa. Dia tak semenarik aku. Apalagi dia berasal dari keluarga yang tak sekaya orang tua ku. Dia juga tak berprestasi sepertiku. Wajahnya yang jerawatan juga kalah cantik dengan aku yang mulus karena rajin melakukan perawatan. Jadi sudah barang pasti kalau kami di bandingkan, jelas aku yang akan menang.
Edo mungkin hanya menggodanya. Mana mungkin dia lebih memilih gadis berhijab yang sederhana itu daripada aku yang modis seperti ini. Hmmmm. Kayaknya nggak mungkin!
***