The Witch and The Prince (Part 6)
Serangan Aruthor telah gagal membunuh sang naga. Yang hasilnya naga tersebut kini membalas dengan menyerang balik kepada Aruthor. Naga yang semakin marah itu menembakkan sebuah [Storm Bullet] ke arah Aruthor. Tak ada yang bisa mencegahnya, tak ada yang bisa menghalanginya. Karena saat ini Ring dan Bernard sedang berada di dalam air. Meski Ring berusaha terbang ke arah Aruthor untuk menyelamatkannya, tapi karena [Storm Bullet] sudah keburu ditembakkan maka sudah pasti ia takkan sempat karena perbedaan kecepatannya dan [Storm Bullet] yang terlalu signifikan.
"[Explosion]" ucap seseorang yang tiba-tiba datang dan berhenti di depan Aruthor mencegat [Storm Bullet] itu.
Sebuah bola api raksasa tercipta di depan tongkat sihir yang ditodongkan ke arah [Storm Bullet] dan kemudian bola api tersebut mengompresi diri menjadi bola api yang hanya sebesar kelereng. Kemudian bola api sebesar kelereng itu besentuhan dan [Storm Bullet]. Dan ketika bersentuhan, terjadilah sebuah ledakan terarah. Ledakan yang arahnya hanya ke arah yang ditunjuk oleh tongkat sihirnya, yaitu ke arah [Storm Bullet]. Dan ledakan bola api itu pun berhasil meledakkan [Storm Bullet] bersamanya.
Ledakan keduanya menciptakan suatu ledakan yang lebih besar. Yang mampu terlihat sampai ke kota Kashmyr, ibukota kerajaan Üdine.
"Wah… sungguh berbahaya sekali itu barusan" ujar anak laki-laki berambut merah panjang dengan jubah berwarna merah dan hitam.
Tapi tentu itu belum selesai, naga itu terlihat mencoba untuk menembakkan [Storm Bullet] yang lain. Meski begitu, laki-laki berambut merah itu terlihat tetap santai sambil melempar-lempar tongkat sihirnya bermain-main.
Namun dari belakang Aqua Dragon itu, terlihat Ring yang terbang melesat ke udara dan kemudian bermanuver menyambukkan air yang berpusar di kakinya kepada Aqua Dragon. Kemudian Ring bersalto dan mendarat di depan penyihir berambut merah yang baru datang itu. Saat ini Ring masih dalam mode [Liquidas Deus Neptunus] nya.
"Sosok itu, bukannya…" ucap penyihir berambut merah ketika melihat wujud Ring.
[ "Itu adalah sosok penyatuan spirit, atau Spirit Fusion. Jika ia sampai menguasainya, itu artinya dia memiliki seorang pendukung spirit bersamanya." ]
"Pendukung spirit kah? Kalau begitu, apakah itu spirit air?" tanya penyihir berambut merah itu pada suara yang tak berwujud yang berbicara dengannya.
[ "Menurutku itu malah bukan spirit biasa." ]
"Oh, apa maksudmu?" tanya penyihir berambut merah itu lagi.
[ "Bisa jadi itu adalah Spirit Lord." ]
"Spirit Lord? Maksudmu Spirit Lord of Flood, Undyne Paladyne?" terka penyihir berambut merah.
[ "Ya. Aku curiga begitu." ]
"Apa dia seorang Hero?" duga penyihir berambut merah.
[ "Tapi kalau ‹Hero of Magic› bukannya sudah ada kau?" ]
"Iya juga sih. Tapi mana ada penyihir biasa yang mampu mendapatkan dukungan seorang Spirit Lord" ungkap penyihir berambut merah.
Ring kemudian melirik ke arah penyihir berambut merah itu dan mulai berjalan ke arahnya. Ia dengan santai berjalan sambil membelakangi naga yang sedang marah karena wajahnya tiba-tiba saja disiram air. Aqua Dragon itu kembali bersiap menembak, namun Ring mengangkat tongkat [Undyne Trident] miliknya dan seketika air berdatangan dari laut di bawah Aqua Dragon dan menyembur ke tubuh Aqua Dragon, membungkusnya dengan selimut air yang menekan tubuh Aqua Dragon dengan kuat. Aqua Dragon itu terlihat kerepotan untuk mengenyahkan semua air tersebut.
"Apa kamu adalah ‹Hero of Magic›, Leivan Crimson?" tanya Ring ketika sampai di dekat penyihir berambut merah tersebut.
"Oh, kamu tahu siapa namaku?" sahut penyihir berambut merah itu.
[ "Apa di tanganmu itu adalah [Undyne Trident]?" ]
"Ya. Tunggu, suara siapa itu tadi?" balas Ring kemudian bertanya balik dengan terkejut.
[ "Itu adalah aku. Vulcan Scarletia. Spirit Lord of Blazing Volcano." ]
Sesosok peri dengan warna jingga menyala, dan sayap kuning membara, dan rambutnya yang merah berkobar-kobar bagaikan api, menunjukkan dirinya dan terbang di sekitar penyihir berambut merah itu.
Penyihir berambut merah itu tampak menatap peri itu dengan dengan mata berwarna cokelat terang dan sedikit keemasan itu. Peri itu kemudian berhenti dan mulai duduk di pundak kiri laki-laki bernama Leivan itu, tepat di pelindung pundak berwarna merah terang yang bergaya khas militer itu karena memiliki rumbaian.
Gaya berpakaian Leivan memang tak biasa untuk seorang penyihir. Karena ia memakai pakaian yang terlihat sangat formal dan tak cocok untuk pertarungan. Di dalam jubah penyihirnya tampak ia memakai kemeja putih, yang tampak sangat kontras dengan jubahnya yang berwarna hitam gelap. Ia juga memakai celana panjang berwarna hitam dan sepatu boots kulit yang dilapisi logam berwarna keperakan. Ia juga memakai sarung tangan kulit dengan warna cokelat gelap yang sama dengan warna sepatunya. Dan daripada menggunakan topi penyihir yang kerucut, ia malah mengenakan sebuah topi beret berwarna hitam arang.
"Spirit Lord!? Kamu mampu berpasangan dengan seorang Spirit Lord!??" ucap Ring terkejut mendengarnya sambil menunjuk ke arah penyihir berambut merah.
Penyihir berambut merah itu yang bernama Leivan Crimson itu pun tersenyum.
"Bukankah kamu juga berpartner dengan seorang spirit?" tukas Leivan.
"Tidak. Aku tidak berpasangan dengan siapapun" bantah Ring.
"Jangan berbohong. Kalau tidak berpasangan dengan spirit, lalu bagaimana bisa kamu menggunakan wujud itu?" tanya Leivan.
"Aku bisa menggunakan wujud ini ya karena tongkat ini" jawab Ring sambil mengangkat tongkatnya.
[ "Karena [Undyne Trident], hah?" ]
"Apa maksudnya itu, Vulcan?" tanya Leivan pada peri yang kini duduk di pundak kirinya.
[ "Ada metode lain untuk menggunakan Spirit Fusion. Namun dalam bentuk tak sempurna. Yaitu dengan menggunakan item milik Spirit Lord tersebut. Tapi jika itu tanpa seijin Spirit Lord yang bersangkutan dengan item tersebut, maka kekuatan Spirit Fusion nya akan menurun lebih jauh." ]
Ketika peri itu sedang menjelaskan, terlihat Aqua Dragon telah berhasil mengenyahkan air yang menyelimuti dirinya dan bersiap untuk kembali menembakkan Storm Bullet.
Peri di pundak Leivan kemudian mengarahkan telapak tangan kirinya ke arah Aqua Dragon.
[ "Mengganggu saja. [Compressed Fire Burst]!!" ]
Dari telapak tangan peri itu memanjang garis jingga yang berpijar. Garis jingga yang tak lain adalah sebuah api terkompresi yang melesat bagaikan laser. Kemudian laser itu menghantam mulut sang naga yang hendak menembakkan Storm Bullet. Mulut naga itu pun meledak sehingga naga tersebut pun terjatuh ke bawah karena daya hempas ledakan yang diterima oleh sang naga. Tubuh naga tersebut berputar-putar di udara sebelum akhirnya menghantam permukaan air terpental beberapa kali di permukaan air itu dan berakhir tercebur ke dalam air.
"A—apa itu kekuatan seorang Spirit Lord!? Naga yang masuk ke Wrath Mode bisa dipentalkan dengan bergitu mudahnya" komentar Ring dalam benaknya ketika menyaksikan itu.
[ "Nampaknya kemampuanmu memang berada di tingkat tak sempurna ya. Apa kamu mendapatkan itu dari Undyne?" ]
"Tidak. Aku mendapatkannya dari kuil pusat Aquoz di Lightvult" jawab Ring.
[ "Hah!? Di Lightvult!? Ibukota kerajaan Atheist itu!? Hahahaha! Bercandamu lucu sekali! Kuil pusat Undyne tidak mungkin berada di kerajaan Atheist itu! Kuil pusat Undyne berada di bawah laut. Laut mana? Cari saja sendiri. Hahahaha!" ]
"Di bawah laut? Jadi maksudmu orang-orang kuil itu berbohong?" tukas Ring.
[ "Apa maksud perkataanmu itu? Maksudmu aku lah yang berbohong? Gitu?" ]
"T—tidak. Maksudku adalah, orang-orang kuil itu ternyata telah berbohong dengan mengatakan kalau kuil mereka yang di sana adalah kuil pusat" ujar Ring menjelaskan.
[ "Oh? Ya, mereka memang berbohong. Tapi kurasa itu wajar. Lagipula memang sukar dipercaya kalau ternyata kuil pusat dari para Spirit Lord itu ada di tempat-tempat yang sulit untuk dijangkau." ]
"Untuk kebaikan dan kemudahan pemujaan, mereka sampai rela berbohong? Benar-benar tidak masuk akal" gumam Ring.
[ "Manusia memang makhluk yang suka memperumit diri. Aku bahkan tak mengerti cara kerja kepala mereka." ]
"Ma—maaf kalau aku memotong, tapi… bukankah saat ini tidak tepat untuk membahas hal itu? Ada naga yang sedang mengamuk lho" ujar Aruthor yang sedari tadi hanya bisa bengong memperhatikan, namun kini ia memberanikan diri untuk menyela obrolan mereka.
[ "Ah… iya juga sih. Kalau begitu kita harus segera mengurus kadal terbang itu ya. Ayo, Leivan!" ]
"Ya, apa perlu kita melakukan Spirit Fusion?" tanya Leivan.
[ "Tidak perlu. Ayo kita bombardir saja dengan bola api." ]
"Memangnya itu bekerja untuk naga yang sudah masuk Wrath Mode?" tanya Leivan lagi.
[ "Jangan banyak bicara dan lakukan saja!" ]
"Ya-ya, baik lah" sahut Leivan.
Leivan mengayunkan tongkat sihir pendeknya dan memposisikannya vertikal di depan wajahnya.
"[Fire Mantle] [Fire Wings] [Fire Thruster]" ujar Leivan mengaktifkan 3 spell sekaligus.
Kemudian terciptalah sebuah mantel api di punggungnya, lalu mantel itu berubah menjadi sayap, dan sayap itu mulai menyemburkan api yang mendorong tubuh Leivan naik ke udara.
"Seperti biasa, aku yang akan jadi pilot, kamu akan jadi penembaknya, Vulcan" ujar Leivan.
[ "Kamu tak perlu mengatakannya setiap kali kita melakukan ini. Aku tahu apa yang harus kulakukan." ]
Setelah obrolan singkat itu, Leivan Crimson kemudian langsung melesat ke langit. Vulcan mengikutinya di sekitar pundak Leivan yang membuatnya hanya tampak seperti sebuah bola api yang melesat dengan kecepatan tinggi.
"Yang mulia pangeran, anda kembali saja ke kota. Saya akan mengikuti mereka untuk menghadapi naga itu" pinta Ring kepada Aruthor.
"Tunggu sebentar, adakah yang bisa kulakukan untuk membantu?" tanya Aruthor.
"Tidak ada" jawab Ring dengan singkat.
Kemudian terlihat ada air yang menghampiri Ring dan mulai berpusar di kakinya. Saat itu Ring melihat reaksi Aruthor yang begitu kecewa ketika mendengar kalau ia tak bisa membantu apapun dalam pertarungan ini. Karena itu sama saja mengatakan kalau Aruthor terlalu lemah bahkan untuk bisa memberikan hal setingkat bantuan sekalipun.
"Saya bercanda. Kembalilah ke kota. Di sana anda akan bisa membantu saya bersama dengan beberapa petarung hebat dari kerajaan Üdine. Ya, anda tahu siapa yang saya maksud kan?" lanjut Ring ketika melihat ekspresi kecewa itu.
"Petarung hebat kerajaan Üdine kah? Ya, aku tahu! Kalau begitu aku akan segera kembali ke kota!" sahut Aruthor dengan girang.
"Bagus. Aku akan menyusul ‹Hero of Magic› itu kalau gitu" balas Ring yang kemudian langsung terbang melesat ke langit menyusul penyihir berambut merah itu.
Aruthor yang ditinggalkan sendirian di sana kemudian bergegas untuk segera kembali ke ibukota. Ia berlari di sepanjang sisi laut karena memang kotanya itu berada di tepian pantai. Jadi jika ia terus mengikuti garis pantai, maka sudah pasti ia akan bisa kembali ke kota Kashmyr, ibukota kerajaan Üdine.
****
Di ibukota kerajaan Üdine, tepatnya di kuil Aquoz dan Windtar yang memang bersebelahan, terlihat dua pendeta mereka masih saling berdebat satu sama lain. Meskipun saat ini mereka sudah tampak siap tempur yang ditandai dengan mereka yang sudah memakai iron armor sederhana berupa pelat besi yang melindungi dada, pundak, dan beberapa bagian lainnya. Dan di tangan mereka yang terdapat sebuah senjata andalan mereka masing-masing.
"Sudah kubilang, menggunakan perahu jauh lebih cepat! Kita bertarung di lautan! Dengan begitu kita akan bisa meminimalisir kerusakan kota sekaligus bertarung di tempat yang menjadi keunggulanku!" tegas pendeta Alfred sambil memegang sebuah tombak.
"Kau sudah gila ya!? Kau mau menghadapi Aqua Dragon di tempat yang menjadi habitat aslinya!? Kau pasti sedang cari mati kalau gitu!!" bentak pendeta Gündirk yang memegang sebuah busur di tangannya.
"Kalau gitu memangnya kau punya ide yang lebih bagus??!!!" pekik pendeta Alfred.
"Tentu saja. Kita akan menembakinya dari pesisir pantai. Melakukan pertarungan jarak jauh. Dengan begitu naga itu takkan berdaya. Kecepatanku untuk menembakkan panah adalah 3 anak panah perdetik" ujar pendeta Gündirk dengan percaya diri.
"Lalu kalau begitu aku bagaimana? Aku memang bisa melempar tombakku, tapi itu hanya akan menjadi sekali lempar untuk selamanya!" tanya pendeta Alfred.
"Tenang saja, aku juga sudah memikirkan itu. Ketika aku menembakki naga itu, ada kemungkinan aku akan diserang balik. Di saat itu lah kau berguna. Kau akan melindungiku dari serangan balik naga itu dengan tubuhmu" ungkap pendeta Gündirk.
"Maksudmu aku harus menjadi perisai dagingmu!!! Ora sudi! Bukankah sebelumnya kamu bilang kalau satu semburannya saja bisa meratakan sebuah bukit?" tukas pendeta Alfred.
"Ya" sahut pendeta Gündirk.
"Kalau begitu bagaimana caranya aku menahan sesuatu semacam itu!?" tanya pendeta Alfred.
"Aku tak bilang kamu akan bertahan dari itu. Yang aku katakan adalah kau menahannya untukku" jawab pendeta Gündirk.
"MAKSUDMU AKU MATI HANYA UNTUK PENGALIHAN UNTUKMU!?" tukas pendeta Alfred.
"Ya. Tapi tenang saja, pengorbananmu takkan sia-sia. Setelah naga itu berhasil dikalahkan, aku akan membuatkan patung untukmu untuk dipajang di depan kuilmu, dan mengatakan kalau itu adalah sosok seorang perisai daging yang paling berguna di dunia yang telah membantu pahlawan kota ini untuk mengalahkan naga" jelas pendeta Gündirk.
"Itu sama sekali tak terdengar agung bagiku!! Itu terdengar malah seperti aku hanya batu pijakan untukmu!!" protes pendeta Alfred.
"Hmm.. mau tampak agung ya? Bagaimana kalau aku membuat patungmu terlihat berotot dengan membuatnya hanya mengenakan sehelai kain dan memperlihatkan semua otot tubuhmu? Bukankah itu akan membuatmu tampak agung?" tambah pendeta Gündirk.
"Kamu mau menelanjangiku!? Gyaahh!! Benar-benar keji sekali! Pokoknya aku takkan mau menjadi perisai dagingmu! Aku akan bertahan hidup! Dan aku akan mengalahkan naga itu, bahkan meski aku sendirian!" tegas pendeta Alfred.
Pendeta Alfred kemudian lekas pergi tanpa menunda waktunya lagi. Ia langsung menuju ke pelabuhan untuk mencari perahu.
"Tch, dasar tak bisa diajak kerja sama! Padahal rencana itu sangat sempurna!" gerutu pendeta Gündirk yang juga langsung pergi.
Cuma bedanya ia pergi ke tepian laut yang tinggi untuk mencari tempat untuk menembak.
Di belakang mereka sebenarnya kedua biarawati mereka sudah memperhatikan mereka sejak awal. Dan dari awal hingga akhir reaksi mereka sudah bisa ditebak. Mereka tampak kecewa dan terus menghela napas dan kadang menggelengkan kepala sambil menyentuh kening.
****
Saat ini Ring Valion dan Leivan Crimson sedang mengejar naga yang terbang menjauh ke tengah lautan. Namun yang aneh adalah, di ekor naga itu terlihat sesosok manusia yang sedang memeluk ekor itu dengan erat berpegangan supaya dirinya tak jatuh karena dibawa terbang dengan kecepatan setinggi itu.
"Apa itu Bernard!? Apa yang sedang ia lakukan di sana!?" ucap Ring.
"Hah? Kamu mengenal om-om telanjang yang nempel di ekor naga itu?" tanya Leivan.
"Bukan kenal sih, cuma kami kebetulan menghadapi naga itu bersama-sama setelah dia menyelematkanku dan muridku sebelumnya" jawab Ring.
"Ooh.. jadi begitu. Tunggu, apa om itu menghadapinya sambil telanjang gitu sejak awal?" tanya Leivan lagi yang penasaran.
"Tentu saja tidak. Awalnya dia pakai baju kok. Cuma pakaiannya hancur setelah terkena serangan napas naga itu secara langsung berkali-kali" jelas Ring.
[ "Apa barusan kamu bilang dia menerima serangan langsung tipe napas dari seekor naga berkali-kali? Dan yang hancur hanya pakaiannya?" ]
"Tidak begitu juga sih. Dia terluka parah beberapa kali, dan aku menyembuhkannya dengan sihir penyembuhan" ungkap Ring.
"Kamu bahkan menguasai sihir tipe penyembuhan juga?! Jadi kamu ini adalah tipe penyihir All-Rounder, penyihir segala bisa ya?" terka Leivan.
"Tidak, aku hanya menguasai sihir air dan penyembuhan saja. Tidak bisa disebut penyihir segala bisa jika hanya bisa itu" sanggah Ring.
[ "Tapi manusia di sana itu pastilah memiliki fisik yang sangat kuat. Karena kalau tidak, harusnya tubuhnya sudah hancur jadi potongan kecil kalau menerima serangan tipe napas dari naga secara langsung meski hanya sekali saja." ]
"Ya, aku sangat setuju. Bahkan berkali-kali dia berhasil bertarung seimbang bahkan sampai mempecundangi naga itu. Meski itu sebelum naga tersebut masuk ke Wrath Mode" jelas Ring sambil menatap sayu pada orang yang sedang memeluk ekor naga di kejauhan itu.
Sementara itu, Bernard yang saat ini sedang memeluk ekor naga, terlihat sedikit kesulitan oleh tekanan dari hembusan angin yang menerpanya.
"Oh The Creator of All Creations, berikanlah hambaMU ini kekuatan, untuk menghadapi monster kadal ini, dan menjatuhkannya ke bumiMU" ujar Bernard berdo'a.
Bernard memeluk ekor itu lebih erat dan lebih kuat. Saking kuatnya, hingga otot-otot di tangannya semakin membesar, dan urat-uratnya tampak menonjol keluar. Aqua Dragon meraung keras ketika itu terjadi.
"Aku adalah abdiMU. Dengan menyebut namaMU, aku gunakan kekuatan yang ENGKAU anugerahkan kepadaku. Tak ada daya, tak ada upaya, kecuali atas kehendakMU. Karena aku adalah Abdi {Al-Jabbar}!" lanjut Bernard.
Dan seketika tubuh Bernard bersinar memancarkan cahaya putih, membuat dirinya menjadi sebuah siluet putih yang bersinar terang. Kemudian siluet putih itu memudar dan menunjukkan wujud Bernard lagi yang kini memakai pakaian selempang putih. Pakaian yang hanya terdiri dari sehelai kain putih yang lebar namun mampu menutup sebagian besar tubuhnya. Yang terlihat hanyalah pundak dan dada di satu sisi tubuhnya. dan mungkin betis hingga telapak kakinya.
"Apa yang barusan terjadi itu!? Apa dia baru saja mengaktifkan semacam sihir!?" tanya Leivan yang bingung serta terkejut melihat hal seperti itu.
[ "Aku sama sekali tak merasakan penggunaan ‹mana› darinya." ]
"Paman itu, sebenarnya kekuatan apa lagi yang masih ia sembunyikan?" pikir Ring yang mengeluhkan kejutan yang terus berdatangan dari orang tersebut.
Bernard memeluk lebih erat sekali lagi. Namun kini secara mengejutkan, pelukannya itu mampu meremukan sisik dan bahkan mengoyak daging serta mematahkan tulang ekor naga tersebut dengan sangat mudahnya. Aqua Dragon itu pun meraung dengan sangat keras dan mencoba membanting Bernard dengan ayunan ekornya. Namun Bernard tak mau lepas dari ekornya layaknya sebuah jebakan tikus yang sudah menjepit ekor mangsanya.
Aqua Dragon itu berhenti dan mengacungkan ekornya ke depan. Mulutnya terbuka karena ia bersiap untuk menembak Bernard dengan Storm Bullet nya.
"Vulcan! Cegah itu!" pinta Leivan.
[ "Berisik! [Compressed Fire Ball]!" ]
Sambil Leivan terus terbang maju, Vulcan sang Spirit Lord yang menjadi partner ‹Hero of Magic› itu kemudian menembakkan sebuah bola api ke arah Aqua Dragon. Bola api itu melesat mengarah ke arah mulut Aqua Dragon.
"Dia berniat meledakkan mulut Aqua Dragon itu lagi" tukas Ring.
Namun Aqua Dragon itu keburu menembakkan Storm Bullet nya. Meski bola api itu mengenai mulutnya, namun ledakan yang dihasilkan tak begitu besar jika dibandingkan dengan yang sebelumnya. Sementara Storm Bullet yang ditembakkan oleh Aqua Dragon berhasil mengenai Bernard. Namun Bernard tampak menerimanya begitu saja. Terlihat ekor itu hancur berantakan oleh tembakan naga itu sendiri. Sedangkan Bernard terlihat jatuh tanpa tergores sedikit pun.
Aqua Dragon itu meraung kesakitan.
"Kamu lihat itu?" tanya Leivan.
[ "Aku pasti buta kalau aku bilang aku tak melihatnya." ]
"Dia baru saja menerima serangan langsung dari seekora naga dan ia tampak tak apa-apa. Sebenarnya seberapa kuat ketahanan fisiknya" lanjut Leivan.
Tubuh Bernard jatuh ke laut, sementara sang naga yang telah kehilangan ekornya tampak semakin murka. Naga itu meraung lebih keras. Kemudian naga tersebut menatap ke arah Leivan yang terbang menuju ke arahnya. Sosok Leivan yang bersayap api memang sangat mencolok dan menarik perhatian sang naga. Apalagi serangan sebelumnya adalah serangan elemen api. Tentu saja naga itu akan lebih memilih mengincar Leivan untuk membalaskan dendamnya.
"Sepertinya kini ia terfokus kepadaku. Bersiaplah, Vulcan!" ujar Leivan.
[ "Tak perlu kau suruh pun aku sudah siap sejak tadi!" ]
Vulcan kemudian menyiapkan enam bola api di sekitar tubuh Leivan. Keenam bola api itu berputar-putar mengelilingi tubuh ‹Hero of Magic›. Perputaran yang searah jarum jam tersebut semakin cepat.
[ "[Barrage Compressed Fire Ball]!" ]
Bola api terkompresi itu pun mulai melesat satu persatu menuju ke arah sang naga bagaikan sebuah peluru. Untuk setiap tempat bola api yang ditinggalkan dari formasi bola api yang berputar itu, digantikan oleh bola api yang baru sehingga itu menjadi sebuah tembakan bola api yang beruntun dan terus-menerus.
Sang naga yang melihat itu pun langsung terbang ke atas menghindari semua tembakan bola api itu. Leivan tentu saja tak membiarkan naga itu kabur begitu saja. Ia mengejar naga tersebut tentu sambil terus menembakinya dengan bola api terkompresi.
Aqua Dragon tersebut bermanuver menghindari semua tembakkan dari Vulcan sambil terus terbang dengan kecepatan yang sangat tinggi. Leivan agak sedikit kesulitan mengikutinya dengan kecepatannya saat ini. Bahkan bola apinya pun hampir tak bisa mengejar kecepatan terbang sang naga tersebut.
"Vulcan, kita butuh tembakkan yang lebih cepat!" ujar Leivan.
[ "Kau juga! Terbanglah lebih cepat atau kita akan kehilangannya!" ]
"Apa!? Jadi kamu mau menyebutku lambat?" tukas Leivan.
[ "Memang iya kan?! Harusnya kau lebih berusaha lagi! Bukankah kau itu yang disebut oleh orang-orang dengan si jenius atau apalah itu!" ]
Mereka pun akhirnya berhenti dan tak lagi mengejar sang naga karena fokus mereka kini adalah pada satu sama lain.
"Jenius Sihir Format Baru! Ingatlah baik-baik julukan partner-mu ini, sialan!" bentak Leivan.
[ "Hah!? Apa baru saja kau menyebutku dengan "sialan"!? Kau sudah mulai berani ya! Apa kau ingin kuhanguskan menjadi abu!?" ]
"Ah, tidak. Aku tak bermaksud—" sahut Leivan mencoba menyanggah.
Namun tiba-tiba air menyebrot ke arah mereka dengan kuat diikuti suara dentum ledakan. Pakaian Leivan pun menjadi basah, sementara tubuh Vulcan hanya mengeluarkan uap. Tapi panas dari sayap api Leivan juga membuat air yang membasahi pakaiannya mulai menguap juga dengan perlahan.
"Kalian ini, bukan saatnya untuk bertengkar! Kita sedang di tengah pertarungan! Baru saja Aqua Dragon itu menembakkan peluru badai kepada kalian. Beruntung aku menghalaunya degan bola air raksasa" ujar Ring menegur mereka sambil berhenti di samping Leivan.
Aqua Dragon itu kembali menembakkan 3 [Storm Bullet] nya ke arah Leivan dan Ring.
"Vulcan!" panggil Leivan.
[ "Aku tahu, berisik! [Burst Mode]!" ]
Keenam bola api itu mulai bersinar makin terang. Tepatnya bola api itu kehilangan kobarannya dan berubah menjadi mirip seperti bola cahaya.
[ "[Barrage]!" ]
Kemudian bola-bola cahaya itu menembak bagaikan laser secara bergiliran. Bola yang telah menembak lalu lenyap, dan digantikan oleh bola cahaya yang baru.
Dalam sekali tembak, ketiga [Storm Bullet] itu pun hancur meledak. Dan sisa tembakannya terus melesat ke arah sang naga. Sang Aqua Dragon itu menyadari bahaya dari laser-laser yang mengarah padanya itu dan langsung terbang menukik ke bawah dengan cepat menghindari semua tembakannya itu dengan cepat.
[ "Sekarang giliranmu, Leivan. Kalau terbangmu terlalu lambat, maka kita akan kehilanganya mau seberapa cepatpun tembakanku." ]
"Serahkan kepadaku!" sahut Leivan dengan penuh percaya diri.
Leivan mengayunkan kembali magic wand-nya dan memposisikan itu di depan wajahnya dengan tampak keren.
[ "Bisakah setiap kali melakukannya kau tak perlu banyak gaya?" ]
Mendengar protesan dari Vulcan memunculkan urat marah di pelipis kening Leivan. Wajahnya pun tampak memerah, namun bukan merah dikarenakan amarah. Melainkan lebih seperti karena rasa malu.
"[Reform] [Blazing Fire Jet Thruster] [Fire Shield]" ujar Leivan mengaktifkan 3 spell sekaligus lagi.
Rapalan pertama mengubah bentuk sayap Leivan menjadi bentuk yang lebih mirip sayap sebuah pesawat. Rapalan kedua menciptakan pendorong api dengan api yang lebih terpusat dan terkompresi. Sementara rapalan ketiga menciptakan perisai api mengambang yang terlihat akan selalu berada di depan tubuhnya. Perisai api yang memiliki sudut tajam di bagian depannya.
Leivan kemudian menunjuk menggunakan magic wand-nya ke arah depan, dan tubuhnya pun langsung terbang melesat ke arah yang ia tunjuk. Dan kali ini terbangnya jauh lebih cepat. Sangat cepat hingga ketika pertama kali bergerak, tercipta suara mirip sebuah dentuman ledakan.
Bahkan tampak Ring sampai terhempas dan hampir saja jatuh ke laut akibat hempasan angin dari gaya dorong dari sayap api baru Leivan tersebut. Beruntung Ring dengan sigap langsung menyeimbangkan dirinya lagi dengan air yang berpusar di kakinya.
"Apa-apaan itu maksudnya!? Berhati-hatilah kalau menggunakan sihir, woy!" protes Ring.
Namun tentu saja suaranya takkan terdengar karena Leivan sudah terlalu jauh, dan suara dorongan api sayap Leivan yang memang sedikit bising.
Vulcan terlihat melanjutkan tembakannya dan menghujani Aqua Dragon dengan laser yang sangat cepat. Namun Aqua Dragon dengan cepat bermanuver menghindari setiap tembakan Vulcan dengan mudahnya, sehingga semua laser itu hanya mengenai permukaan air laut dan menciptakan ledakan-ledakan uap super besar.
Aqua Dragon membalas serangan Vulcan dengan kemampuan pengendalian air menggunakan sayapnya. Dari permukaan laut, meluncur laser-laser air yang mengarah ke arah Leivan dan Vulcan.
[ "Leivan, hindari itu!" ]
"Tch, dalam kecepatan begini?" ucap Leivan terlihat jengkel.
Leivan mencoba bermanuver dengan mengayunkan tongkat sihirnya, akan tetapi itu tak semudah yang dibayangkan. Gerakan Leivan sangat tak karuan dan goyah.
[ "Uwah! Gerakan macam apa ini!? Apa kau memang sepayah ini kalau terbang!?" ]
"Berhentilah mengeluh! Cepat tangkis yang itu, yang itu dan yang itu! Yang itu juga!" sahut Leivan dengan wajah sedikit panik.
[ "Dasar merepotkan!" ]
Akibat gerakan menghindar yang kacau dari Leivan, beberapa laser air jadi mustahil untuk dihindari. Karena itu, Vulcan bertugas untuk menembak balik laser air itu dengan laser apinya. Dan akhirnya 4 dari 6 titik laser sibuk untuk menangkis serangan balik musuh.
"Apa dia benar-benar hero? Bagiku ia terlihat seperti penyihir pemula yang baru belajar terbang. Ia terlalu mengandalkan partner spiritnya" komentar Ring.
Ring lalu melesat terbang mencoba mengejar mereka yang tampak terbang memutar mengejar sang naga yang juga terlihat terbang dengan jalur yang sedikit melingkar. Itu dikarenakan kalau dari atas tampak jelas kalau Vulcan ternyata menggiring Aqua Dragon tersebut dengan pola serangan sedemikian rupa supaya Aqua Dragon tersebut terbang dengan jalur melingkar supaya tidak kabur.
Di sisi lain, rupanya Bernard saat ini juga sedang mengejar sang naga.
"Hei Vulcan, apa kamu melihat itu?" tanya Leivan.
[ "Apa lagi sekarang?" ]
"Om yang tadi, dia berlari di atas air!" ungkap Leivan.
[ "Kau sudah gila ya!?" ]
"Kalau tidak percaya, lihat saja ke sana!" tegas Leivan.
Vulcan melihat ke arah yang ditunjuk menggunakan dagu oleh Leivan. Dan ia pun melihat sosok laki-laki kekar yang memakai pakaian selempang kain putih sedang berlari di atas permukaan air laut dengan kecepatan yang bisa dibilang hampir menyetarai kecepatan terbang mereka.
[ "Dunia ini benar-benar sudah tak waras, bagaimana bisa manusia berlari dengan kecepatan seperti itu tanpa menggunakan sihir?" ]
"Jangan tanya aku, aku saja sama terkejutnya denganmu!" tegas Leivan.
Aqua Dragon yang melihat sosok Bernard langsung menembaknya dengan [Storm Bullet]. Dan bukan hanya satu, tapi 5 tembakan beruntun sekaligus.
"Kadal terbang, tundukkanlah kepalamu" ucap Bernard.
Usai mengucapkan itu, sosok Bernard pun langsung lenyap dari pandangan sang naga dan lolos dari barisan [Storm Bullet] yang diarahkan padanya. Naga itu tampak murka karena tiba-tiba kehilangan targetnya dan hendak meraung. Namun belum sempat membuka mulutnya dengan lebar, mulut itu kembali ditutup dengan paksa dengan ditendang dari atas oleh Bernard yang ternyata melompat ke atas sebelumnya.
Bahkan lebih dari itu, naga itu dijatuhkan paksa dari terbangnya dan terpantul-pantul di atas permukaan air sebelum akhirnya tenggelam ke dalam air.
Bernard menceburkan dirinya ke dalam air dan kemudian menyelam mengejar Aqua Dragon itu.
"Yang benar saja!?" keluh Ring yang lalu juga ikut masuk ke dalam air.
"[Reform]" ucap Leivan mengubah lagi sayapnya ke sayap yang sebelumnya.
Leivan kemudian mengerem dan menghentikan lajunya.
"Apa mereka sudah gila!? Mereka berniat menghadapi Aqua Dragon di dalam air!??" tukas Leivan dengan tampak tak percaya.
[ "Bukan lagi gila, itu malah seperti mereka sedang cari mati." ]
"Bagaimana cara kita membantu mereka? Sihir api kita takkan bisa digunakan di dalam air" ujar Leivan menoleh ke arah Vulcan yang hinggap di bahu kirinya.
[ "Jangan tanya aku. Kaulah yang jenius sihir apalah itu di sini. Harusnya kaulah yang tahu caranya, bukan aku." ]
"Kamu masih saja tak hapal salah satu gelarku itu ya?" sahut Leivan.
[ "Lagipula laut adalah wilayahnya Undyne. Jika aku masuk ke sana, maka aku akan dipanggil dan harus datang ke kuilnya nanti untuk memberikan penjelasan. Dan itu merepotkan. Aku tidak suka hal yang merepotkan." ]
"Oohh… jadi kalian para spirit juga makhluk teritorial ya? Kalau begitu wilayahmu apa? Di mana?" tanya Leivan yang penasaran.
[ "Gunung api. Semua gunung api adalah wilayahku." ]
"Gunung api ya? Sepertinya wilayahmu yang paling sempit ya" komentar Leivan.
[ "Diamlah! Aku tak butuh wilayah luas. Mengurus wilayah yang terlalu luas itu merepotkan. Dan aku tidak suka hal yang merepotkan!" ]
"Benar-benar kekanak-kanakan" sahut Leivan.
[ "Barusan kau bilang apa?" ]
Wujud Vulcan langsung menyala lebih terang dan mengeluarkan panas yang lebih menyengat bagi Leivan meski Leivan memiliki ketahanan api dan panas yang tinggi.
"A—aku hanya bercanda" sambung Leivan.
****
Di dalam istana kerajaan Üdine, sang ratu sedang berada di dalam ruang kerjanya. Ia berdiri di belakang tempat duduknya karena saat ini tempat duduknya itu di duduki oleh seorang anak yang tampak rambutnya diikat ke belakang menunjukkan wajahnya yang bisa dikatakan biasa saja. Namun karena ia didandani dengan pakaian yang cukup mewah, ia jadi terlihat sangat karismatik. Meski biasanya itu jarang terjadi, tapi untuk anak itu pakaian bisa mempengaruhi kesan dirinya dengan cukup jelas.
"Apa benar tidak apa-apa jika kita tidak ikut campur?" tanya ratu Nurolia kepada anak itu.
Anak itu kemudian menggelengkan kepalanya.
"Tapi bagaimana jika kita diserang?" tanya ratu Nurolia lagi.
Anak itu kemudian menunjuk ke arah pintu.
Tak lama kemudian terdengar suara ketukan dari pintu ruang kerja itu.
"Ya, siapa itu?" tanya ratu Nurolia.
"Ini hamba, yang mulia. Baluztar Yzal Wurgar" jawab orang yang mengetuk pintu itu.
"Jenderal Wurgar rupanya. Silakan masuk" sahut ratu Nurolia.
Pintu pun terbuka dan menunjukkan sesosok laki-laki kekar bertubuh tinggi besar. Ia terlihat sudah memakai pakaian zirah lengkap, dan tampak dipunggungnya sebuah greatsword, yang artinya saat ini ia sedang dalam kondisi siap bertarung.
Laki-laki itu melirik ke arah ratu, namun ia terkejut karena mendapati ratu Nurolia sedang berdiri dan yang sedang duduk di tempat duduknya adalah seorang anak kecil yang tak dikenalinya. Matanya pun menatap tajam pada anak kecil itu.
"Siapa anak ini? Kenapa dia berani-beraninya duduk di tempat duduk ratu?" pikir Baluztar.
"Ada apa, jenderal? Kenapa kamu diam saja di sana? Bukankah ada yang hendak kamu laporkan kepadaku? Masuklah" ujar ratu Nurolia dengan santai.
"B—baiklah!" sahut Baluztar.
"Mungkin aku akan menanyakannya lain kali saja. Saat ini ada sesuatu yang lebih darurat" lanjut Baluztar dalam benaknya.
Baluztar masuk ke dalam ruangan dan kemudian berlutut kepada ratu Nurolia.
"Yang mulia, hamba menerima laporan kalau terlihat ada seekor naga berjenis Aqua Dragon yang muncul di kawasan lepas pantai dekat dengan kota kita. Apa yang harus kita lakukan?" tanya Baluztar kepada ratu Nurolia yang tampak sangat tenang.
"Jenderal, wilayah laut itu sudah bukan lagi wilayah laut kita. Bukankah harusnya negara seberang lah yang merespon kemunculan naga itu?" jawab ratu Nurolia.
"I—itu benar. Tapi Aqua Dragon itu lebih dekat ke wilayah kita, bukankah akan bahaya jika naga itu datang ke sini?" balas Baluztar.
"Kalau itu terjadi, maka jenderal, kamu lah yang harus melawan Aqua Dragon itu" ungkap ratu Nurolia sambil tersenyum.
"H—hamba, yang mulia?" sahut Baluztar sedikit terkejut.
"Ya, memangnya siapa lagi? Kita tak memiliki penyihir untuk melontarkan serangan jarak jauh. Armada laut kita sedang dilucuti karena kekalahan kita dalam perang, dan kita tak memiliki kekuatan apapun untuk berhadapan dengan monster yang bisa berenang dan terbang seperti seekor naga. Jadi menurutmu, bagaimana?" jelas ratu Nurolia lalu membalikkan pertanyaan itu kepada Baluztar.
Baluztar tercengang mendengar penjelasan ratu Nurolia. Kemudian ia menundukkan kepalanya dan memejamkan matanya. Terlihat wajahnya mulai berkeringat.
"Kita harus mengevakuasi warga. Dan selama itu dilakukan, hamba lah yang bertugas untuk melindungi kota. Apa itu maksud yang mulia?" terka Baluztar.
"Sepertinya kamu sudah mengerti" sahut ratu Nurolia sambil tersenyum.
Saat itu, tiba-tiba saja Aruthor muncul dan masuk ke dalam ruangan. Ia tampak terengah-engah seperti hampir kehabisan napas. Pakaiannya pun tampak kotor dan compang-camping seperti habis melakukan pertarungan sengit.
"Ibu! Kita sedang dalam masalah! Ada seekor naga—" ujar Aruthor dengan terburu-buru.
"Ya, ibu sudah tahu. Ibu sudah mendengarnya dari jenderal Wurgar" potong ratu Nurolia.
"Guruku, nona penyihir, saat ini sedang menghadapinya bersama dengan penyihir lain yang punya seekor peri jingga" lanjut Aruthor menjelaskan.
"Nona Valion? Bersama penyihir yang memiliki peri?" sahut ratu Nurolia dengan sedikit bingung.
"Aku tak tahu kalau nona Valion memiliki kemampuan untuk bertarung setara dengan seekor naga. Ya kalau lawannya Aqua Dragon, sepertinya dia masih mampu untuk mengambil alih kendali air dengan kemampuan tongkat sihirnya. Tapi berbeda lagi kasusnya kalau naga itu memasuki mode Wrath dan memperoleh kendali elemental tambahan. Lagipula penyihir yang memiliki peri yang disebutkan oleh Aruthor, apakah mungkin itu ‹Hero of Magic›?" pikir ratu Nurolia.
Anak yang duduk di depannya itu kemudian menyodorkan secarik kertas. Ratu Nurolia kemudian menerima kertas itu dan membacanya. Ketika membaca itu, ratu Nurolia terlihat sedikit kaget, namun kemudian ia kembali tenang setelahnya.
"Apa anda yakin dengan ini?" tanya ratu Nurolia dengan nada setengah berbisik.
Anak itu mengangguk.
Ratu Nurolia meletakan kembali kertas itu ke atas meja dalam keadaan terbalik tulisannya menutup ke bawah. Kemudian ia menatap ke arah Aruthor dan lalu Baluztar.
"Aku akan menggunakan rencana cadangan. Kalian berdua, cobalah untuk menghadapi naga itu dengan kerjasama guru dan murid kalian!" suruh ratu Nurolia.
"Hah!?" sahut Aruthor dan Baluztar sama-sama kaget.
****