~3rd Day Productive Day~
Hari ketiga di desa terpencil tengah hutan, Syuhada sedang berjalan-jalan menyusuri perkebunan yang ada di sekeliling desa tersebut. Bersamanya, Ardh dan Pochi berjalan di belakang. Jadi posisinya kira-kira seperti ini, Syuhada berjalan paling depan, kemudian Ardh, lalu setelah itu Pochi. Mereka berjalan di jalan setapak yang memisahkan antara satu kebun dengan kebun lain.
"Desa ini hebat sekali. Mereka punya semuanya. Mereka takkan kekurangan sama sekali kalau masalah makanan. Mereka menumbuhkan bahan makanan pokok beserta sayur dan rempah mereka sendiri. Masalah daging mereka juga punya ternak dan ikan bisa mancing di sungai. Bukankah itu hebat?" ujar Syuhada kagum dengan luasnya kebun-kebun itu.
"Benar, tuan Hada. Ini adalah desa yang bisa berdiri sendiri sebenarnya" ungkap Ardh mengonfirmasi.
"Tapi aneh sekali bukan, desa sehebat ini tapi kepala desa itu ingin mengubahnya menjadi perkotaan" tambah Syuhada.
"Mungkin kepala desa ingin bertukar juga dengan dunia luar. Sepertinya dia bosan karena desa ini hanya begitu-begitu saja" duga Ardh.
"Benarkah begitu?" sahut Syuhada.
"Entahlah, aku kan bukan dia. Mana aku tahu yang dia rasakan sebenarnya" jawab Ardh.
[§ Kalau boleh hamba ini memberi masukan, Master bisa tanyakan sendiri kepada orangnya, kan? Hamba ini rasa, tuan kepala desa saat ini takkan bisa menolak lagi apapun yang Master tanyakan atau pinta. §]
"(Karena ia sudah takut padaku, kah?)" duga Syuhada.
「Tepat sekali.」
"Baiklah, aku akan coba untuk berbicara dengannya. Mari kita pergi ke kediamannya" ajak Syuhada.
"Ayo!" sahut Ardh.
[§ Hamba ini akan selalu mengikuti kemana pun Master pergi. §]
Syuhada dan Ardh serta Pochi pun akhirnya pergi menuju ke kediaman kepala desa. Saat sampai di depan kediaman itu, tiba-tiba mereka mendengar suara anak kecil.
"Ah!?"
Suara langkah kaki yang cepat, terdengar datang dari samping mereka.
"Kau! Mau apa kau datang kemari!?"
Syuhada menoleh dan melihat kalau yang berbicara padanya itu rupanya adalah Lucas.
"Pake bawa dua pelayanmu segala! Kalau mau ngajak kelahi datang sendiri dong!" lanjut Lucas sambil menunjuk muka Syuhada.
"(Siapa juga yang mau mengajakmu berkelahi. Aku tak punya waktu untuk hal semacam itu)" ungkap Syuhada.
Syuhada menoleh ke arah Pochi.
"(Pochi, tolong ketukan pintunya untukku)" pinta Syuhada padanya.
[§ Hamba ini akan lakukan dengan senang hati. §]
Pochi lalu maju ke depan pintu. Ia mulai mengetuk pintu itu dengan penuh elegan layaknya seorang Butler sejati.
"Ya, sebentar!"
Suara seorang laki-laki muda terdengar dari dalam. Tak lama kemudian pintu pun terbuka. Terlihat lah seorang pemuda yang tampak asing.
"Maaf, kalian ini siapa ya?" tanya pemuda itu.
"Kak Ruben! Usir mereka! Mereka kemari cuma mau ngajak ribut!" tukas Lucas memotong.
"Eh, kalian mau ngajak ribut!?" ucap pemuda itu dengan wajah kaget.
[§ Tidak. Sebenarnya Master dari hamba ini kemari karena ingin membahas sesuatu dengan kepala desa. Apa kepala desa sedang ada di rumah? §]
Melihat kesopanan Pochi, pemuda bernama Ruben itu pun merasa lebih tenang dan lega.
"Oh… begitu ya. Syukurlah, kupikir kalian beneran mau nyari ribut. Ya, kepala desa ada di dalam. Sebentar aku panggilkan" ujar Ruben kemudian langsung buru-buru ke ruangan Louis.
Louis yang sedang bekerja di ruangannya dikejutkan oleh kedatangan Ruben, pekerja sekaligus asistennya sebagai kepala desa.
"Maaf, pak kepala desa. Ada beberapa orang yang ingin bertemu dengan anda. Mereka mengatakan kalau mereka ingin membahas sesuatu dengan anda" ungkap Ruben menyampaikan.
"Mereka? Mereka siapa?" tanya Louis.
"Entahlah tuan. Yang pasti salah satu dari mereka adalah anak laki-laki seusia tuan muda Lucas, yang satu lagi perempuan cantik berambut hijau keemasan, dan yang satu lagi entah laki-laki atau perempuan, tapi ia berambut hitam dan berpakaian serba hitam" jelas Ruben.
Semakin lama mendengar penjelasan Ruben tentang mereka, Louis semakin jelas mengetahui siapa mereka yang Ruben maksud. Wajahnya memucat, ia langsung bangkit dari duduknya.
"Cepat antar aku menemui mereka" pinta Louis.
"Baik, pak kepala desa" sahut Ruben.
Louis diantarkan oleh Ruben turun dan keluar untuk menemui orang-orang yang Ruben maksud itu.
"(Ternyata benar mereka. Mau apa mereka kemari?)" gerutu Louis terdengar tidak senang.
"(Kenapa dia merasa sangat terganggu dengan kedatanganku?)" pikir Syuhada bertanya-tanya.
「Bayangkan jika seekor kucing bertamu ke rumah tikus sambil membawa seekor Panther dan Singa bersamanya. Kira-kira apa yang akan dirasakan sang tikus?」
"(I—itu terdengar menakutkan)" komentar Syuhada.
「Seperti itulah kira-kira yang dirasakan oleh ‹Louis Sullenfield›.」
"(Tunggu, tapi aku kemari bukan dengan niat untuk bermusuhan! Kenapa perumpamaannya seperti itu!?)" protes Syuhada.
「Dengan semua yang telah terjadi, kami tak yakin ‹Louis Sullenfield› akan berpikir serupa dengan The One Who Have Guidance.」
"Saya ucapkan selamat datang di rumah saya yang sederhana ini. Mari masuk ke dalam, kita lanjutkan pembicaraannya di dalam" ajak Louis mempersilakan Syuhada dan dua orang yang bersamanya itu masuk.
Syuhada, Ardh dan Pochi pun masuk. Lucas yang tak ingin tertinggal sendirian juga ikut masuk. Setelah semuanya di dalam, Louis memandu mereka ke tempat duduk.
"Silakan duduk, anggap saja rumah sendiri" ujar Louis.
"Tidak! Aku tak izinkan! Ini rumahku!" protes Lucas.
"Diam kau, Lucas!" bentak Louis.
"Tidak! Paman lah yang diam!" bentak balik Lucas.
Louis menoleh ke arah Ruben.
"Ruben, bawa Lucas ke kamarnya!" suruh Louis.
"Baik, pak kepala desa!" sahut Ruben.
Ruben pun mengunci tubuh Lucas dari belakang dan menyeretnya ke lantai dua tempat kamar Lucas berada.
"Tidak! Jangan bawa aku! Aku ingin di sana juga! Aku ingin ikut mengomeli mereka!" protes Lucas sepanjang jalan.
Setelah satu halangan telah hilang, mereka pun melanjutkan pembicaraan.
"Jadi, apa yang ingin kalian bicarakan?" tanya Louis.
Syuhada melirik ke arah Ardh. Ardh mengerti maksud Syuhada melihat ke arahnya.
"Biar aku yang menjawabnya" sahut Ardh.
Louis diam menanti jawaban dari Ardh karena penasaran.
"Kami kemari karena tuan Hada memiliki sebuah pertanyaan untukmu, tuan kepala desa" lanjut Ardh mengungkapkan.
"Pertanyaan untuk saya? Apakah gerangan itu?" sahut Louis.
"Tuan Hada penasaran, kenapa tuan kepala desa begitu terobsesi untuk menjadikan desa ini sebuah kota? Apa ada maksud dan alasan tertentu yang melatar-belakangi hal tersebut?" ungkap Ardh menanyakannya.
"(Harus menjawab apa aku? Awalnya aku melakukannya hanya karena ingin kaya saja. Bahkan sampai aku rela mencoba menipu keluarga Woodson untuk mendapatkan apel-apel mereka. Tapi sekarang ketika ditanya begini, aku jadi terpikirkan, kenapa aku mengatakan semua itu?)" gumam Louis.
"(Begitu rupanya)" pikir Syuhada.
"(Perlukah aku jujur dan mengatakan kalau aku mengatakan itu semua hanya untuk beralasan? Ataukah aku mesti berbohong lagi dengan menciptakan alasan lain?)" lanjut Louis dengan gundah.
"(Pilihlah yang menurutmu yang terbaik untuk dilakukan saat ini)" ujar Syuhada menyarankan.
"Lapor pak kepala desa, saya sudah membawa tuan muda Lucas ke kamarnya. Saya juga sudah mengunci beliau supaya tidak keluar kamar untuk sementara waktu" ujar Ruben yang telah kembali dari kamar Lucas.
"Oh Ruben, kebetulan kamu telah kembali. Tolong buatkan minuman dan sajikan makanan ringan untuk tamu-tamu kita ini" ujar Louis.
"Baik, pak kepala desa" sahut Ruben.
Ruben kemudian menoleh ke arah Syuhada, Ardh, dan Pochi.
"Mau minum apa? Teh? Susu?" tanya Ruben pada mereka.
"Aku dan tuan Hada air putih saja" tambah Ardh.
[§ Hamba ini akan minum yang sama persis dengan yang Master minum. §]
"Baik. Sebentar saya ambilkan" sahut Ruben kemudian pergi ke arah dapur.
Setelah Ruben pergi, muncul keheningan yang agak canggung bagi mereka. Louis pun kemudian berdehem untuk memecah suasana.
"Masalah pertanyaan kalian sebelumnya…" ucap Louis.
"(Oh, dia berniat menjawabnya, ya)" tukas Syuhada.
"Sebenarnya aku sendiri tidak tahu jawabannya" lanjut Louis.
"(Mh? Apa maksudnya ini?)" gumam Syuhada.
"Apa maksudmu, kepala desa?" tanya Ardh.
"Saat aku mengatakan itu, aku sedang terbawa oleh emosi. Yang kuinginkan hanyalah (menjadi kaya)… berdagang? Benar, aku ingin berdagang dengan dunia luar" jawab Louis.
"(Kata hatinya keluar sedikit barusan. Tapi aku tidak mendeteksi kebohongan dalam perkataannya. Jadi masalah berdagang sudah pasti benar. Namun meski begitu ia tak menjawab secara penuh, ia seperti sengaja menjawab separuhnya dan rela mendapat nilai setengah daripada harus jujur mendapat nilai seratus tapi dirinya sendiri merasa terhina, ya?)" komentar Syuhada memindai Louis dengan [Torch of Truth] miliknya.
"Tapi caramu berdagang aneh sekali ya. Kamu mencoba untuk menipu produsenmu dan begitu percaya diri dengan hasil yang belum pasti yang akhirnya hampir saja kamu juga akan tertipu kalau saja tuan Hada tidak ikut campur dan mengutus Pochi" komentar Ardh dengan nada sarkas.
"…" Louis tak bisa menyanggahnya sama sekali.
"Kamu mencoba memanfaatkan produsenmu untuk mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya dan berakhir dimanfaatkan juga. Jika harus kubilang, mungkin itu sebuah karma?" lanjut Ardh.
"Saya menyadari kesalahan saya. Karena itu saya ingin menebus kesalahan saya itu dengan bekerja sebaik-baiknya dalam proyek jual beli apel Woodson ini" ungkap Louis.
"Begitukah? Baguslah kalau memang begitu. Itu artinya kamu telah menjadi orang yang lebih baik, kepala desa" ujar Ardh.
"(Diamlah, penyihir jal◦ng! Aku tidak butuh kata-katamu! Yang aku butuhkan saat ini adalah uang yang banyak! Karena dengan uang yang banyak aku akan bisa terus berkuasa bahkan jika aku telah kehilangan jabatanku sekalipun sebagai kepala desa ini! Tunggu saja sampai kalian tak lagi di sini, aku akan bisa menguasai penyuplaian apel Woodson, orang-orang sialan!)" gerutu Louis sambil menyentuh keningnya.
"(Ternyata dia belum sadar sama sekali)" komentar Syuhada.
「Sesuatu yang buruk, kadang memang sukar untuk diubah.」
"(Padahal seharusnya dia sadar kalau yang ia lakukan dan pikirkan saat ini adalah hal yang buruk. Kenapa masih saja dilakukan?)" gumam Syuhada bertanya-tanya.
「Menurut The One Who Have Guidance sendiri, kenapa kira-kira?」
"(Hmm… mungkin karena… keinginan yang kuat? Ketika ada sesuatu yang kita inginkan, kita kadang tak peduli bagaimana caranya, kita akan berusaha untuk mendapatkannya. Bisa dibilang itu nafsu. Ya, karena nafsu)" ungkap Syuhada.
「Tepat sekali. Kebijaksanaan The One Who Have Guidance telah bertambah.」
"(Lalu bagaimana caranya kita menahan hawa nafsu itu? Akan bahaya jika paman kepala desa terus terjebak oleh nafsunya ini. Seluruh desa bisa ikut terseret jatuh bersamanya suatu saat nanti jika ini terus berlanjut)" pikir Syuhada.
「Salah satu kelemahan nafsu adalah penyebab nafsu itu sendiri.」
"(Hah? Apa maksudnya itu?)" tanya Syuhada.
「…」
"(Aku harus cari jawabannya sendiri ya?)" terka Syuhada.
Tanpa ia sadari di depannya sudah ada air minum dan hidangan untuknya. Nampak Ruben kini sudah berdiri di belakang Louis lagi. Namun air-air di ketiga gelas itu belum diminum sedikit pun. Kelihatannya Ardh dan Pochi menunggu Syuhada. Kalau ia minum maka mereka pun akan minum.
"(Hmm… karena sudah disajikan, akan tidak sopan jika tidak diterima kan? Baiklah, [Torch of Truth] apa ada racun di dalam semua hidangan ini? Tidak ada? Bagus. Kalau begitu akan kuminum)" gumam Syuhada lalu meraih gelas di depannya.
Terlihat Ardh dan Pochi juga melakukan hal yang serupa dengan Syuhada, dan mereka pun mulai minum bersama. Setelah itu mereka meletakannya lagi di meja.
"Terima kasih untuk hidangannya, itu air yang sangat segar" ujar Ardh mewakili Syuhada mengatakannya.
"Saya merasa tersanjung" sahut Louis, "(Cepat pergi dari sini! Aku sedang sibuk!)" lanjutnya dalam benaknya.
"(Iya-iya, ini juga mau pergi)" sahut Syuhada seolah mengobrol dengan perkataan hati Louis.
Syuhada kemudian bangkit, diikuti kedua pengikutnya.
"Kalau begitu kami pamit dulu. Terima kasih sudah bersedia meluangkan waktunya, kepala desa" ujar Ardh.
"Tak usah sungkan, silakan datang lagi!" sahut Louis, "(Usahakan jangan ketika aku ada di rumah!)" gerutunya kemudian.
"(Dia benar-benar penuh permusuhan padaku ya)" komentar Syuhada.
Ketiganya pun keluar diantar oleh Louis sampai ke depan pintu. Setelah itu baru mereka benar-benar pamit dan meninggalkan kediaman Sullenfield.
****
Saat ini, Deana Renviel von Valhein sedang berjalan-jalan melakukan tur di perkebunan milik keluarga Woodson. Sambil dipandu oleh Trenia, Deana melihat kalau perkebunan milik keluarga itu sangat luas hingga membuatnya kagum.
"Di sebelah sini, adalah tempat kami biasa untuk piknik" ujar Trenia menunjuk ke arah tanah terbuka di tepi perkebunan.
Di sana ada pondok sederhana yang terbuat dari kayu dan memiliki pemandangan langsung ke arah sungai dan perbukitan hutan di seberangnya. Pemandangan yang indah dan memanjakan mata.
"Wah… ini boleh juga. Tempat ini sangat cocok untuk bersantai atau acara masak-masak luar ruangan bersama keluarga" ujar Deana tampak terpukau dengan pemandangan di depan matanya itu.
"Mh! Ya, kadang aku dan keluargaku sering masak-masak juga di sini dengan kayu bakar yang kami kumpulkan di sekitar kebun apel" ungkap Trenia.
"Itu terdengar seperti acara yang menyenangkan" ujar Deana menoleh ke arah Trenia.
"Ya! Itu sangat menyenangkan! Apalagi biasanya sebelumnya kami melihat kakek menombak ikan dulu, ikan untuk dimasak dalam piknik kami" jelas Trenia.
"Kalian menombaknya? Bukan memancingnya?" tanya Deana.
"Lebih cepat kalau ditombak soalnya" jawab Trenia.
"Benar juga, kalau dipancing biasanya mesti ditunggu dulu sebelum ada yang menyambar umpannya ya" ujar Deana setuju.
"Ya kira-kira itulah semua yang kami miliki saat ini. Apa itu sudah cukup untuk nona?" tanya Trenia.
"Ya, itu sudah cukup. Mari kita kembali ke rumah" ajak Deana.
"Baik!" sahut Trenia.
Mereka pun berbalik dan segera kembali ke kediaman Woodson. Di perjalanan mereka, terlihat Deana berjalan sambil termenung memegang dagu. Ia melakukan itu bukan karena sedang memikirkan sesuatu, melainkan ia sedang mencoba-coba fitur dalam penyimpanannya.
Di panel layar yang hanya dia yang bisa melihatnya, terlihat sudah ada beberapa barang lain selain apel. Yang paling jelas adalah pakaian, tas koper, sepatu, topi, sarung tangan, sarung kaki, dan sisanya adalah barang tak begitu berharga seperti batu kerikil, potongan bata, jerami, dan sebagainya.
"(Aku sudah mendapat tutorial sederhana dari Pochi. Tapi sepertinya mempraktekannya memiliki kesan berbeda dari hanya mendengarkan penjelasan. Aku jadi terpikir beberapa trik untuk menggunakan penyimpanan ini. Bahkan aku bisa menggunakannya sebagai senjata dengan cara menyimpan air, memasaknya jadi air panas dan menyiramkannya ke musuhku)" gumam Deana dengan menekuk alisnya.
"Nona Deana! Bolehkah aku bertanya?" ucap Trenia.
Trenia yang berjalan di sebelahnya menengok ke arah Deana sambil menyilangkan tangannya di belakang.
"Ya" sahut Deana sambil melirik sebentar ke Trenia.
"Apa tidak apa-apa nona Deana membeli apel-apel kami sebanyak itu? Apa nona tidak akan kekurangan barang untuk ditukar nantinya?" tanya Trenia dengan tampak cemas.
"(Benar juga, di desa ini tidak ada konsep uang. Mereka melakukan barter barang satu sama lain untuk menunjang kehidupan mereka masing-masing)" gumam Deana.
"Tak usah khawatir. Aku ini adalah bangsawan. Aku kaya. Aku punya banyak barang untuk ditukar" jawab Deana tersenyum pada Trenia.
"Begitu ya. Syukurlah~ tadinya aku pikir nona memaksakan diri karena tak ingin membuat para pelayan Syu marah" ujar Trenia.
"(Jadi dia mengkhawatirkanku? Manisnya~)" ucap Deana.
"Tenang saja, setelah menukarkannya dengan barangku, aku akan menukarkan apel-apel itu dengan barang lainnya lagi sebagai gantinya. Jadi barangku akan kembali. Malah mungkin aku akan mendapatkan yang baru kan?" ungkap Deana.
"Nona benar! Hahaha~ apa sih yang kukhawatirkan, ya?" sahut Trenia menertawakan kebodohannya.
Sekian lama berjalan dan mengobrol, akhirnya mereka pun sampai di kediaman Woodson.
"Oh kamu sudah kembali, Trenia" ujar Adnan yang terlihat sedang memotong kayu.
"Aku kembali kek!" sahut Trenia.
Trenia pun hendak memeluk tubuh kakeknya dan nampak kakeknya sudah merentangkan tangannya hendak menerima pelukan cucu kesayangannya itu, namun Trenia tiba-tiba saja berhenti karena mencium tubuh kakeknya yang bau keringat.
"Kakek bau~" ucap Trenia sambil menutup hidungnya.
"Eehh!!??" Adnan syok dan langsung mematung.
"Mandi dulu sana! Baru nanti aku mau peluk kakek!" tegas Trenia.
"B—baiklah…" sahut Adnan dengan lesu masuk ke dalam rumah.
"Kami kembali!" ucap Ardh yang datang dari arah depan rumah.
Karena Trenia dan Deana datang dari kebun apel, maka mereka saat ini sedang berada di samping rumah. Dan rombongan Syuhada datang dari arah depan rumah menghampiri mereka.
"Jadi bagaimana survey nya?" tanya Ardh kepada Deana.
"Survey nya berjalan dengan lancar. Hamba bisa memastikan kalau semuanya berjalan dengan lancar, untuk transaksi ke depannya akan bisa lancar meskipun tanpa adanya tuan muda di sini" jawab Deana sambil berlutut kepada Syuhada.
Ia melakukannya karena ia tahu kalau Ardh saat itu berbicara mewakili Syuhada yang memang belum pernah ia dengar berbicara. Makanya Deana mengira kalau Ardh adalah semacam juru bicaranya Syuhada mungkin karena Syuhada tak bisa berbicara sendiri karena suatu alasan.
"Jangan selalu berlutut seperti itu setiap kali berbicara dengan tuan Hada. Beliau tak terlalu suka melihat orang berlutut kepadanya. Kamu harus tahu tempat dan waktunya" tegur Ardh.
"Ma—maafkan hamba!" sahut Deana lalu berdiri dengan sigap.
"Jadi, apa kami bisa menyerahkan masalah perdagangan apel Trenia ini kepadamu?" tanya Ardh.
"Apel Trenia?" ucap Deana dan Trenia bersamaan.
"(Apel Trenia?)" ucap Syuhada.
Keduanya bingung, heran, dan kaget menyangka.
"Ya, apel Trenia. Terdengar imut kan? Daripada "apel woodson" yang dikatakan oleh kepala desa, mending kita pakai nama Trenia. Biar terdengar imut. Terlebih lagi cocok karena apelnya manis seperti Trenia kan?" jelas Ardh.
"O—oh…" sahut Deana dengan wajah bengong, "(aku tak menyangka tuan muda ternyata punya pemikiran seperti ini)" lanjutnya.
"(Tidak, itu bukan berasal dariku. Itu murni pemikiran Ardh sendiri!)" sanggah Syuhada.
"T—tapi kenapa mesti namaku? Tolong jangan namaku! I—itu rasanya terlalu memalukan~" pinta Trenia dengan wajah memerah dan membenamkam wajahnya ke kedua telapak tangannya.
"Eh, tapi itu terdengar imut kan? Iya kan, tuan Hada?" protes Ardh kemudian melibatkan Syuhada.
"(Tolong jangan seret aku ke masalah yang kamu buat?)" keluh Syuhada.
Namun meski mengeluh seperti itu dan menghela napasnya, pada akhirnya Syuhada melibatkan dirinya juga dengan mengangguk menyetujui pernyataan Ardh.
"Lihat? Tuan Hada saja setuju!" ucap Ardh dengan wajah bangga.
Syuhada menghela napasnya lagi kemudian melirik ke arah Trenia untuk melihat keadaannya saat ini. Lalu saat itu lah mata mereka bertemu. Rupanya saat ini Trenia sedang menatap Syuhada mengintip dari tutupan telapak tangannya dengan wajah memerah dan terlihat bengong. Tapi saat ia menyadari Syuhada menatapnya ia langsung menyembunyikan wajahnya lagi.
「Apelnya manis, seperti ‹Trenia Woodson›. Dan The One Who Have Guidance menyetujuinya.」
Menyadari hal yang telah diperbuatnya, Syuhada pun ikut malu.
"(Kenapa tidak memberitahuku terlebih dahulu sebelumnya!!!??)" jerit Syuhada sambil menyembunyikan rasa malunya dengan menutup wajahnya dengan menaruh ujung telapak tangannya di dahinya.
Deana yang memperhatikan keduanya pun terlihat jadi semangat.
"(Eh, apa ini? Mereka berdua sama-sama malu? Imut banget~)" ungkap Deana.
"Kalau begini, resmi! Apel-apel itu akan diberi nama sebagai Apel Trenia mulai sekarang! Ayo bersorak!" ujar Ardh dengan semangat.
Yang bersorak hanya Ardh, sementara sebagai satu-satunya pendukung hanya mengangkat tangannya sebagai pengganti sorakan sambil memalingkan wajahnya dan masih menutupnya dengan telapak tangannya yang satu lagi.
****
Di ruang tamu kediaman keluarga Woodson, Syuhada sedang melakukan pertemuan dengan tuan rumah, Adnan Woodson, dan perwakilan dari orang yang akan menjadi penjual ulang atau reseller Apel Trenia di kota nanti, yaitu Deana Renviel von Valhein. Ditemani oleh Ardh sebagai juru bicaranya, Syuhada menjadi mediator sekaligus saksi dari perundingan kali ini.
"Yang sebelumnya, kita sudah saling menyepakati untuk menyerahkan pembelian apel Trenia kepada nona Valhein. Beliau akan membeli dengan harga yang sudah disepakati, benar?" tanya Ardh kepada Deana.
"Ya, hamba besok akan kembali ke ibukota untuk menyiapkan pembayarannya" jawab Deana sambil menundukkan kepalanya.
"Lalu, selaku penyedia barangnya, anda telah setuju untuk menjual semua apelnya, betul?" tanya Ardh melirik ke arah Adnan.
"Ya, aku ingat aku sudah mengizinkannya" jawab Adnan.
"Kalau begitu tugas kami saat ini hanya lah menjadi penjamin dan saksi sampai pembayaran selesai dilaksanakan, apa kalian setuju?" ujar Ardh.
"Ya, hamba setuju!" sahut Deana.
"Aku setuju" sahut Adnan.
"Bagus. Tapi seperti yang kalian tahu, kami bukan orang sini, dan kami takkan selamanya ada di sini. Karena itu, untuk ke depannya, kami menyarankan kalian untuk membentuk semacam korporasi. Kalian harus membuat semacam perusahaan dagang dengan Apel Trenia sebagai produk utama kalian. Keluarga Woodson akan bertindak sebagai penyedia barang dan Deana sebagai distributor sekaligus penjual produk ke konsumen. Dengan begitu, pembagian hasilnya akan jadi mudah dan tidak merepotkan. Bagaimana? Apa kalian setuju?" ungkap Ardh lalu menawarkan sebuah saran.
"Aku tidak begitu mengerti masalah perdagangan, namun sepertinya itu terdengar menjanjikan untuk kesepakatan jangka panjang" ujar Adnan.
"Itu saran yang sangat bagus. Jika kita membentuk sebuah perusahaan bersama, maka itu artinya kita tak perlu lagi membuat kontrak atau transaksi setiap kali aku ingin menyuplai apel untuk kujual. Ditambah itu akan mengeliminasi saingan karena kita akan memiliki hak paten merk terhadap semua Apel Trenia dan produk turunannya. Kita juga bisa meminimalisir kerugian karena aku tak perlu membeli semuanya dulu sebelum menjualnya. Itu artinya kita akan ada dalam situasi yang win-win atau sama-sama untung. Baiklah, aku setuju!" ungkap Deana.
"Itu memang terdengar lebih baik. Apalagi karena tak asa konsep uang di desa ini, dengan begini aku akan lebih mendapatkan keuntungan aset daripada uang yang tak berguna di tempat ini. Baiklah, aku juga setuju!" ujar Adnan ikut.
"Karena kalian berdua sudah sama-sama menyetujuinya, maka itu artinya kalian tinggal melakukan pengikatan kontrak usaha. Kalian tinggal membentuk dan mendirikan perusahaan kalian. Dan setelah itu berdiri, maka kalian takkan butuh kami lagi sebagai penjamin dan saksi transaksi kalian kedepannya" ungkap Ardh.
"Kalau begitu saat pulang ke ibukota nanti aku akan menyiapkan kontraknya dan mempersiapkan segala modal dan perizinan untuk mendirikan perusahaan ini. Bagaimana dengan tuan Adnan?" ujar Deana lalu bertanya pada Adnan.
"Aku serahkan semua itu pada nona von Valhein, cukup katakan saja nanti dimana aku mesti tanda tangan" sahut Adnan.
"Baik, serahkan padaku" balas Deana.
"Karena semuanya nampaknya sudah beres, kita sudah perundingan ini di sini. Kalian boleh kembali ke kegiatan kalian masing-masing" ujar Ardh.
Setelah ketegangan sudah lewat, akhirnya Syuhada mulai menyandarkan punggungnya ke sandaran kursi tempatnya duduk. Ia seolah menenggelamkan tubuhnya dalam duduknya tersebut.
"Kerja bagus, tuan Hada~ apa perlu kuberi pijatan ke pundakmu?" tawar Ardh sambil tersenyum manis dan sensual.
"(Terima kasih, tapi tidak perlu, Ardh)" jawab Syuhada sambil memberi isyarat menolak dengan telapak tangannya.
Ardh terlihat sedikit kecewa.
"(Baiklah, sudah sampai mana skenario (Her Fate Unfrozen), {Jabarail}?)" tanya Syuhada pada buku putihnya.
「Kami harap The One Who Have Guidance membacanya sendiri untuk mencari tahu.」
"(…)" Syuhada malu dan kembali menutupi wajahnya dengan pose seolah sedang merasa pusing.
「The One Who Have Guidance malu untuk membaca bagian tadi ya? Apa The One Who Have Guidance tak ingin mengetahui sisi sudut pandang ‹Trenia Woodson›? Padahal mungkin The One Who Have Guidance bisa menemukan sesuatu yang menarik.」
"(Tidak perlu. Kalau aku memang ingin tahu sisi Trenia, aku hanya perlu menggunakan [Torch of Truth] padanya saat itu)" tolak Syuhada sambil tetap menyembunyikan wajahnya.
「Kami sarankan The One Who Have Guidance untuk tetap membacanya.」
"(Baiklah. Sepertinya aku tak punya pilihan lain ya?)" keluh Syuhada.
ǁ Saat ini Trenia sedang berjalan keluar dari rumahnya. Ia bertemu dengan Lucas yang sedari tadi sudah menunggunya. Trenia bingung kenapa Lucas begitu memaksa agar dirinya mau keluar dan menemuinya. Trenia akhirnya menanyakannya karena ia penasaran. ǁ
"(Kalau boleh tahu ini terjadi kapan?)" tanya Syuhada.
「Baru saja. Tapi begitu ya, The One Who Have Guidance melompati cerita yang itu.」
"(Bisa tolong jangan dibahas lagi? Aku ingin melanjutkan membaca)" pinta Syuhada dengan pipi sedikit memerah.
ǁ Bukan mendapat jawaban, pertanyaan Trenia malah membuat mereka berdua bertengkar. Pertengkaran itu berawal karena Lucas yang meminta Trenia untuk menjauhi anak laki-laki yang dianggap oleh Lucas sebagai ancaman itu. Seorang anak yang saat ini sedang menginap di rumah Trenia. ǁ
"(Mereka bertengkar karena aku?)" duga Syuhada.
ǁ Trenia pun menolak karena menganggap permintaan Lucas itu sangat tidak beralasan dan Trenia juga sebenarnya tidak membenci anak itu jadi ia tak punya alasan untuk menjauhinya. ǁ
"(Itu benar. Memang aneh sekali meminta seseorang untuk menjauhi orang lain hanya karena si peminta tak menyukai orang tersebut. Itu hanya bisa dibenarkan apabila hanya jika orang tersebut adalah orang yang jahat)" komentar Syuhada.
「Kebijaksanaan The One Who Have Guidance bertambah.」
ǁ Tapi Lucas kemudian mengatakan kalau anak itu adalah anak yang licik dan jahat. Lucas juga berkata kalau anak itu sedang mencoba memanipulasi keadaan supaya Trenia jatuh ke tangannya. Lucas beranggapan kalau semua yang dilakukan anak itu hanyalah untuk membuat Trenia kagum kepadanya. ǁ
"(Sungguh tuduhan yang kejam. Aku tak butuh kekaguman siapapun. Aku tak butuh pujian siapapun. Apa yang membuatnya sampai berpikir seperti itu tentangku? Rasa cemburu?)" ujar Syuhada.
ǁ Trenia menganggap tuduhan Lucas tidak berdasar dan mulai mencoba untuk pergi meninggalkan Lucas. Tapi tangan Lucas tiba-tiba saja menahannya dengan cara menangkap lengannya. ǁ
"(Apa-apaan dengan adegan macam drama opera ini?)" komentar Syuhada.
ǁ Trenia mencoba mengenyahkan tangan Lucas, namun tangan Lucas menggenggamnya sangat erat. Bahkan sampai Trenia merasa cukup kesakitan karenanya. Trenia berteriak membentak Lucas memintanya untuk melepaskannya, namun Lucas tetap tidak mau. Lucas malah meminta Trenia untuk kembali menjadi miliknya. Tapi Trenia bilang kalau ia tak pernah menjadi milik Lucas dan tidak akan pernah. ǁ
"(Adegan ini mulai menuju ke sesuatu yang tidak baik. Apa ini benar-benar baru terjadi barusan? Tapi ini sudah cukup panjang. Apa ini benar-benar "baru saja" terjadi?)" gumam Syuhada mulai bertanya pada buku putihnya.
「Mungkin anggapan waktu antara kami dan The One Who Have Guidance berbeda. Jadi maklumi kalau ada perbedaan beberapa masa waktu tertentu.」
"(Mulai dari saat ini samakan!)" pinta Syuhada.
「Dimengerti.」
"(Lalu di mana lokasi Trenia sekarang? ≪Divine Guidance≫)" tanya Syuhada.
「‹Trenia Woodson› saat ini sedang berada di kebun apel.」
"(Kebun apel? Baiklah)" sahut Syuhada lalu bangkit dari duduknya.
Melihat Syuhada yang tiba-tiba saja berdiri membuat Ardh bingung.
"Ada apa tuan Hada?" tanya Ardh.
"{Aku akan mencari Trenia. Kamu dan Pochi diamlah di sini. Biar aku sendiri yang melakukannya}" pinta Syuhada kali ini mengatakannya dengan mulutnya.
Mendengar Syuhada menggunakan bahasa elf kuno Ardh terkejut.
"{Ada masalah apa memangnya?}" tanya Ardh.
"{Misi dari {Jabarail}, aku harus melakukannya sendiri.}" jawab Syuhada.
"{Beliau memintamu melakukannya sendiri?}" duga Ardh.
"{Tidak, itu keputusanku}" jawab Syuhada.
「Kebijaksanaan The One Who Have Guidance bertambah.」
"{Baiklah. Aku akan mendoakan keberhasilanmu, tuan Hada~}" ujar Ardh sambil tersenyum.
"{Terima kasih}" ucap Syuhada juga tersenyum pada Ardh.
Syuhada kemudian langsung pergi keluar dari rumah. Sambil lari ia melirik ke arah buku putihnya untuk mengetahui kelanjutan ceritanya.
ǁ Lucas pun murka. Lucas tak bisa menahan amarahnya lagi dan akhirnya memukul wajah Trenia dengan tinjunya. Trenia tersungkur ke tanah. Lucas menarik rambut Trenia dan mengangkat kepalanya lalu ditinju lagi berkali-kali hingga akhirnya Trenia tak sadarkan diri. ǁ
Syuhada meremaskan kepalan tinjunya karena kesal membaca cerita itu.
"(Kenapa aku sampai tak menyadarinya? Kenapa tidak ada orang yang menyadarinya? Kemana perginya orang tua Trenia?)" keluh Syuhada.
「Mereka dipanggil oleh ‹Louis Sullenfield›. Saat ini mereka sedang berada bersama kepala desa di rumahnya.」
"(Di saat seperti ini?!)" ucap Syuhada terkejut.
ǁ Trenia diseret menuju ke kebun apel. Tubuh Trenia diperlakukan layaknya boneka rusak yang hendak dibuang. ǁ
Syuhada sampai di tempat kejadian perkara. Ia bisa melihat ada bekas seretan di tanah yang memanjang menuju ke kebun apel.
"(Apa Trenia ada di ujung jejak ini?)" tanya Syuhada.
「Tidak.」
"(Tidak!? Apa maksudnya itu!?)" sahut Syuhada kaget dengan respon itu.
ǁ Tubuh Trenia di bawa menuju ke pondok kayu tempat ia dan keluarganya biasa piknik. Lucas tahu tempat itu karena ia sering mengikuti Trenia diam-diam dan memperhatikan dari jauh. Lucas mulai membawa tubuh Trenia mendekat ke tebing. Tebing yang dibawahnya ada sebuah sungai berair tenang yang menandakan kalau sungai itu berair dalam. ǁ
Membaca sampai sana Syuhada bisa menebak kelanjutannya, jadi ia langsung berlari mengikuti jejak seretan di tanah itu.
Ketika sedang berlari ia berpapasan dengan Lucas, tapi ia tak punya waktu untuk anak itu. Meski ia sangat ingin meninju wajahnya, namun ia punya prioritas yang lebih penting saat ini. Jadi ia hanya lari melewatinya.
"Jika kamu mencoba menyelamatkannya itu sudah telat! Dia pasti sudah menjadi makanan ikan saat ini. Hahahahaha!" ujar Lucas.
Tapi Syuhada tak mendengarkannya sama sekali karena ia sudah jauh dari jangkauan suara Lucas ketika Lucas mengatakannya.
Syuhada akhirnya sampai di tempat yang disebutkan di buku putihnya. Ia berjalan mendekati tebing. Di bawah tebing memang ada sungai berair tenang. Namun ia tak melihat tubuh Trenia di mana pun jadi ia mengira Trenia sedang tenggelam saat ini.
"(Jika aku melompat untuk menyelamatkannya itu artinya aku bodoh. Aku tak terlatih untuk berenang sambil membawa tubuh orang atau sesuatu yang berat. Jadi aku harus menyelamatkannya dengan cara lain)" gumam Syuhada berpikir keras.
「Kebijaksanaan The One Who Have Guidance bertambah.」
"(Tapi apa yang bisa kulakukan? Meminta bantuan Ardh? Tapi aku sudah terlanjur mengatakan kalau aku akan melakukannya sendiri. Lagipula jika aku menggunakan bantuannya, itu akan berbalik padaku nantinya. Aku butuh melakukan semuanya sendiri supaya bisa membungkam Lucas nantinya)" lanjut Syuhada masih berpikir.
「Kebijaksanaan The One Who Have Guidance bertambah.」
"(Menggunakan proses eliminasi, maka pilihannya tinggal satu. Pochi, biarkan aku menggunakan kekuatan penuh dari ‹Pocket Dimension› untuk keuntunganku. Kuharap kamu tidak keberatan)" ujar Syuhada sebelah matanya berubah menjadi mata Pochi.
Mata sebelah kirinya menjadi mata lubang hitam.
| Sesuai perintah ‹Master› |
Muncul panel layar jendela di penglihatan Syuhada.
"(Simpan seluruh air sungai di area ini beserta isinya tanpa terkecuali)" ucap Syuhada.
「Kebijaksanaan The One Who Have Guidance bertambah. Kebijaksaan The One Who Have Guidance sudah memenuhi syarat peningkatan [Divine Guidance]. [Divine Guidance Lv. 2] kini telah meningkat jadi [Divine Guidance Lv. 3]. The One Who Have Guidance akan mendapatkan panduan yang lebih rinci. The One Who Have Guidance akan bisa lebih akrab dengan [Divine Guidance].」
****
※ Author's notes:
Mulai sekarang, dialog dalam kurung "{…}" adalah bahasa elf kuno, dan dalam kurung "{…}" adalah nama asli ruh.