BAB 8

Malam ini hujan turun. Ellora meringkuk kedinginan di dalam kamar. Di pakainya selimut tebal yang di milikinya. Rasanya dia tak tahan. Dia benar-benar merasa dingin. Meskipun demikian dia merasa kepalanya seakan terbakar. Dia kesakitan.

Dia meletakkan telapak tangan kanannya di dahinya. Dia ingin mengeceknya. Panas. Pantas saja kepalanya serasa menyala-nyala.

Diambilnya termometer berwarna merah muda di laci dekat tempat tidurnya. Di letakkannya termometer itu di lipatan ketiaknya. Tak beberapa lama, termometer gambar Angry Bird itu berbunyi.

Empat puluh derajat celcius. Pantas saja dia seakan merasa kalau kepalanya mendidih. Dan tubuhnya menggigil kedinginan.

"Ello, Nak. Kamu ngapain pakai selimut kayak gitu? Kamu sakit?" Ayana memasuki kamar Ellora yang tak di kunci. Ellora yang merasakan tubuhnya yang tak karu-karuan bahkan tak menyadari saat Ahana membuka pintu kamarnya.

"Badan Ello mendadak panas Mah. Rasanya juga dingin banget. Nggak tahu nih Mah." Ellora semakin merapatkan selimut tebalnya. Dia seakan tak tahan dengan hawa dingin malam itu. Padahal biasanya dia selalu tak peduli setiap kali basah kuyup karena hujan. Dia memang tahan dingin dan panas, alias tahan banting.

"Kamu menggigil Nak. Wajah kamu pucat. Kita ke dokter ya." Ahana begitu khawatir.

"Ello kenapa, Tante?" Suara seseorang dari dalam ponsel Ahana menyahut. Ah, iya. Harsh sedang melakukan panggilan video dengan Ahana. Dan Ahana ingin memberikannya kepada Ellora. Namun melihat kondisi anak gadisnya, Ahana bahkan tak menyadari kalau teleponnya masih menyala.

"Ya Ampun, Harsh. Maaf-maaf. Ello panas Harsh. Tante mau bawa Ello ke Rumah Sakit dulu." Ahana meletakkan ponselnya. Dia segera membuka selimut Ellora, dan berniat membantu Ellora bangun untuk di bawa ke rumah sakit.

"Nggak usah Mah. Ello nggak apa-apa kok. Paling cuma masuk angin biasa. Soalnya beberapa hari terakhir ini kan Ello sering kehujanan." Ellora menolak. Di tariknya kembali selimutnya. Dan kini dia kembali meringkuk membelakangi Ahana.

"Kamu sakit El, kamu harus di obati, biar nggak tambah parah." Ahana membujuknya. Di belainya punggung putri satu-satunya itu dengan begitu lembut.

"El udah minum obat Mah. Mamah nggak usah khawatir. Biar El istirahat aja. Besok juga sembuh." Ellora bersikeras.

"Kalau tambah parah gimana? Ayo nurut sama Mamah El, kita ke Rumah Sakit." Ahana menarik tangan Ellora yang terbungkus selimut.

"Nggak Mah. Ello nggak mau." Ellora menghempaskan tangan Ahana. Dia sama sekali tak berpindah dari posisinya.

"Biar Harsh yang ngomong Tante sama Ello." Harsh menyahut.

"Iya Harsh. Ello, nih Harsh mau ngomong." Ahana bergegas mengambil ponsel miliknya dan memberikannya kepada Ellora.

"Ello lagi males ngomong sama siapapun Mah." Ellora tak bergeming.

"Tapi Harsh telepon cuman buat tahu keadaan kamu El. Karena dia bilang kalau handphone kamu nggak aktif. Ayo di terima dulu." Ahana mencoba membalik badan Ellora. Ellora ngotot. Dia tak mau berbalik.

"Ya itu artinya Ello lagi pengen sendiri Mah. Ello nggak mau ada yang gangguin Ello. Makanya Ello matiin handphone Ello. Nggak peka banget sih jadi orang." Ello membalikkan badannya. Dia menatap tajam ke arah Ahana. Sepertinya dia benar-benar terganggu dengan kehadiran Ahana yang memaksanya untuk berbicara kepada Harsh.

"Ello!" Ahana meninggi.

"Lagian, dia tuh siapa sih Mah? Kenapa setiap hari aku harus teleponan sama dia. Oke, kalau Mamah memang sahabatan sama orang tuanya. Tapi jangan maksa aku juga buat deket sama dia dong Mah. Aku nggak suka. Aku nggak suka di paksa-paksa. Apalagi aku nggak pernah ketemu sama dia. Kalaupun pernah, itukan waktu kami masih sama-sama kecil. Dan aku udah lupa. Jadi stop buat nyuruh-nyuruh aku kayak gini lagi Mah. Dan bilangin sama dia, punya harga diri sedikit lah jadi cowok. Masak iya harus selalu ngadu ke Mamah kalau aku nggak mau angkat teleponnya." Ellora bangkit dari tidurnya. Dia protes. Dia seakan merasa bahwa Harsh sudah mengganggu hidupnya.

"Ello, jaga ya omongan kamu. Harsh ini sudah Mamah anggap seperti anak Mamah sendiri. Jadi dia sudah seperti kakak kamu sendiri. Dia lebih tua dari kamu. Yang sopan ngomongnya." Ahana menatap Ellora tajam. Dia tak mengharapkan hal itu keluar dari mulut Ellora. Ellora memang belum tahu tentang perjodohan mereka. Harsh pun sama. Ahana dan Aditi belum memberitahunya. Namun dari sikapnya, tampak jelas kalau Harsh tak pernah berpaling dari Ellora. Dia mencintai Ellora. Bahkan sejak dari Ellora baru saja di lahirkan.

"Terserah Mamah. Tapi aku nggak punya Kakak. Dan aku nggak mau punya Kakak ataupun Adek. Dan juga aku nggak suka di paksa-paksa. Mulai sekarang, aku nggak mau teleponan sama dia lagi. Udah cukup. Mamah keluar sekarang, aku mau istirahat." Ellora kembali menarik selimutnya. Di tutupinya seluruh tubuhnya dari kaki hingga kepalanya.

"Kamu bener-bener keterlaluan ya El." Ahana gemas. Dia seakan ingin memarahi Ellora. Namun di tahannya karena Ellora sedang sakit.

"Tante, nggak apa-apa. Biarin Ellora istirahat." suara Harsh bergetar. Dia tampak terpukul. Suaranya seperti menegaskan kalau dia begitu terluka dengan apa yang di katakan Ellora barusan.

Ahana mengangguk. Dia beranjak pergi. Keluar dari kamar Ellora dan menutup pintunya. Meninggalkan Ellora sendirian.

Setelah Ahana pergi, dia membuka selimutnya. Dia menangis sejadinya. Dia seakan sedang begitu menderita.

Sebenarnya dia tak ingin berbicara seperti itu kepada Harsh. Dia memang tak mencintai Harsh. Namun dia sudah akrab dan menganggap Harsh seperti kakaknya sendiri meskipun dia tak pernah sekalipun melihat Hasrh secara langsung selama lima belas tahun terakhir ini, semenjak kepergian Harsh ke Kalimantan.

Setiap hari dia selalu berkirim kabar dengan Harsh, entah itu lewat chat atau melalui telepon. Dia tahu Harsh baik. Bahkan dia selalu menceritakan apapun yang di alaminya kepada Harsh. Soal dia berpacaran dengan Dareen, Harsh juga tahu.

Namun semenjak kejadian laknat di malam itu, Ellora seakan ingin menjauh dari Harsh. Dia tak ingin Harsh tahu kalau dia sudah di rusak. Dia tak ingin Harsh tahu kalau dia tak bisa menjaga dirinya.

Ellora tahu betul kalau Harsh menaruh hati padanya. Dia tahu perasaan Harsh yang sebenarnya. Dan dia tahu kalau Harsh bahkan akan tetap menerimanya apapun kondisinya.

Namun Ellora tak ingin membebaninya. Lelaki sebaik itu tak pantas berharap pada gadis sepertinya. Dia gadis yang sudah rusak. Terlebih tak ada perasaan cinta yang dia punya untuk Harsh. Dia ingin Harsh melupakannya. Dia ingin Harsh menjauh darinya. Itu saja.

Ellora menghapus air matanya. Dia bangkit dari tidurnya. Dia mengambil ponselnya dan menyalakannya. Ada dua puluh tujuh panggilan tak terjawab dari Harsh. Dia kembali menangis melihatnya.

Tak beberapa lama, dicarinya kontak Harsh dengan nama 'KABA' di ponselnya. 'KABA' yang artinya KAkak BAik. Dengan deraian air mata, dia memblokir kontak itu. Dia juga memutuskan segala hubungan dengan Harsh di sosial medianya. Dia mau Harsh melupakannya. Sebagai seorang adek yang tak ingin merepotkannya, dan juga sebagai seorang wanita yang sudah rusak dan tak punya kebanggaan lagi. Selesai.

***