MAKAN SIANG TERAKHIR

"Kau lihat itu? Apakah dia kekasih tuan Zico? Lihatlah gadis itu menempel dan bergelayut manja di lengan tuan Zico. Apakah dia adalah kekasih tuan Zico yang selama ini disembunyikan?"

Gibran baru saja menyelesaikan urusannya di kamar mandi. Telinganya langsung menangkap obrolan para wanita di kantornya saat ia tengah berjalan menuju lorong ruangannya. Matanya akhirnya secara spontan mengikuti arah pandangan para wanita itu.

"Dia! Gadis itu yang tadi bertabrakan denganku. Pantas saja aku merasa sangat familiar dengan wajahnya. Rupanya dia kekasih tuan Zico," gumam Gibran.

"Tapi aku tak pernah melihat tuan Zico dengan gadis itu. Bukankah, jadwal tuan Zico aku selalu tahu? Haish, astaga! Kenapa aku jadi ikutan menggunjingkan bosku sendiri," rutuk Gibran.

Ia lalu tersadar dan kembali meneruskan langkahnya menuju ruangannya. Ada banyak pekerjaan yang menunggunya untuk disiapkan esok hari.

***

"Bagaimana apartemen yang kusiapkan untukmu? Apakah kau menyukainya?" tanya Zico.

Mereka tengah berada di suatu restaurant dengan menu steak yang sudah tersaji atas meja. Yonaa menghentikan gerakan tangannya mengiris daging dan mendongak, menatap pria tampan di depannya itu.

"Suka! Aku sangat menyukainya, tapi ... " sahut Yonaa menggantungkan kalimatnya. Wajahnya berubah menjadi masam kembali.

"Tapi kenapa? Apa ada yang tidak kau sukai dari interiornya atau ada hal lain yang ingin kau ubah?" ujar Zico.

Apartemen yang dimaksud, bukan seperti layaknya hunian pada umumnya. Zico memenuhi apartemen Yonaa dengan fasilitas berkualitas terbaik dan barang-barang mewah. Ia juga memilihkan komplek apartemen yang sangat aman dan nyaman untuk Yonaa. Seolah Zico memberikan kenikmatan surgawi pada adiknya itu.

"Tidak ada, kak. Aku suka dengan semua yang ada di apartemen itu, aku hanya merasa kesepian. Aku baru pulang dari Aussie, kakak malah pergi ke London. Ayah juga mengatakan kalau kakak akan lama menetap di sana. Aku sedih ... " keluh Yonaa sambil mengerucutkan bibirnya.

Zico tersenyum lembut pada Yonaa.

"Kau tak perlu sedih seperti itu. Kita bisa tetap saling mengabari via ponsel. Kau bisa menelponku kapan saja. Aku pasti akan menjawab telponmu," ujar Zico.

Wajah Yonaa berubah ceria.

Benarkah?" tanyanya penuh binar di matanya.

Zico mengangguk pelan sambil menyunggingkan senyum lembut pada Yonaa.

"Kakak janji? Kakak akan selalu menerima panggilan telepon dariku, kapanpun dan di manapun kakak berada?"

"Kakak janji ... "

Yonaa menjulurkan jari kelingkingnya pada Zico. Kemudian ia menautkan kelingkingnya pada jari kelingking Zico tanda mereka saling menautkan sebuah janji.

"Ayo lanjutkan makanmu."

Saat mereka tengah menikmati makan siang, tiba-tiba saja ponsel Zico yang tergeletak di atas meja, berdering. Zico melirik sekilas. Ia lalu meraih ponselnya.

"Sebentar sayang, aku terima telpon ini," ujarnya lalu bangkit menjauh dari bangkunya.

"Oke, kau siapkan semua berkas. Siapkan mobil untuk mengantar Yonaa pulang. Aku akan berangkat ke bandara dari sini," ujar Zico. Ia berbicara dengan seseorang di ujung telponnya.

"Sayang ... aku minta maaf karena tidak bisa mengantarmu pulang. Sasa sudah menyiapkan supir untuk kau pulang. Kakak akan terbang sekarang juga. Kau tidak apa-apa 'kan kalau diantar supir?"

Yonaa tak lantas menjawab. Sejujurnya ia tak ingin cepat berpisah dengan kakaknya itu. Setelah pesta kelulusan, Yonaa belum banyak menghabiskan waktu bersama Zico. Zico langsung disibukkan dengan perpindahan jabatan pada Yonaa. Ia sangat detil mengurus semua kepindahan jabatan untuk Yonaa. Ia tak ingin ada satu kesalahanpun untuk Yonaa.

"Jangan sedih begitu, dong. Tadi 'kan kakak sudah berjanji. Kau bisa menghubungi kakak kapanpun," ujar Zico sambil menjawil dagu Yonaa.

Yonaa tersenyum cerah.

"Baiklah, aku mengerti."

"Kalau begitu, bisakah kita berangkat sekarang? Atau kau masih mau memesan menu lain?" tanya Zico.

"Ah, aku tak mau! Mana mungkin aku makan sendirian di sini. Lebih baik aku pulang ke rumah mama. Aku ingin bertemu dengan kak Gea. Sejak pesta kelulusan, aku belum bertemu dengan kak Gea. Kudengar kak Gea ada pekerjaan mendadak, benar begitu?" celoteh Yonaa.

"Baiklah, ayo!" ajak Zico sambil mengulurkan tangan pada Yonaa.

Meskipun Yonaa sudah dewasa, tapi Zico tak pernah mengubah sikapnya terhadap Yonaa. Termasuk cara Zico yang selalu mengulurkan tangan dan menggenggam tangan Yonaa. Zico tak ingin kehilangan Yonaa.

Pada awalnya, Yonaa merasa canggung saat Zico selalu memperlakukan Yonaa layaknya semasa kecil, terlebih saat dirinya masih berkuliah di luar negeri. Hal itu sangat canggung baginya. Tapi kemudian ia tak lagi mempermasalahkannya. Ia tahu bahwa kakaknya hanya sedang menunjukkan kepedulian dan perhatiannya sebagai seorang kakak yang melindungi adiknya.

"Kak … kemarin, mama bertanya padaku. Apakah kakak sudah mempuyai emm … pacar?"

Langkah Zico lantas terhenti. Ia menoleh ke sampingnya. Matanya tertuju lurus pada bola mata Yonaa.

"Kenapa kak? Apa aku salah bicara?" tanya Yonaa merasa bingung.

Zico mengalihkan pandangannya. Ia lantas melanjutkan langkahnya. Yonaa langsung terdiam. Ia tak mendapatkan jawaban dari pertanyaannya.

"Supirmu sudah datang, kau masuklah ke dalam mobil. Kakak akan menghubungimu sebelum pesawat kakak take off," ujarnya sambil membukakan pintu untuk Yonaa.

Yonaa menuruti perintah Zico. Ia masuk ke dalam mobil tanpa berkata-kata lagi. Lalu semenit kemudian mobil Yonaa meluncur meninggalkan Zico.

"Sasa, kau sudah siapkan semua? Oke."

Zico menutup sambungan telpon dan memasukkan ponselnya ke dalam saku jasnya. Ia lalu berjalan menuju mobilnya. Lalu melajukan mobilnya menuju bandara.

Sementara itu, Yonaa yang masih berada dalam perjalanan menuju rumah nyonya Carissa termenung sepanjang jalan. Ia memikirkan kembali reaksi Zico saat dirinya bertanya perihal kekasih.

"Kenapa kakak menatapku seperti itu? Apa aku melewati batasku karena menanyakan hal pribadi padanya?" gumam Yonaa.

Zico memang pribadi yang tertutup, terutama jka berkaitan kehidupan asmaranya.

"Silakan nona. Kita sudah sampai di rumah tuan besar," ujar supir.

Yona tersentak. Ternyata ia sudah sampai di teras rumahnya. Ia keluar dari mobil setelah supir membukakan pintu untuknya.

"Hmm … home sweet home … " Yonaa menghembuskan nafas pelan seraya membuka pintu mewah di depannya.

Ini kedua kalinya ia menjejakkan kakinya sejak usai pesta kelulusan. Setelah lulus kuliah, Yonaa langsung pulang ke apartemen yang disediakan oleh Zico. Entah apa alasan Zico menyiapkan apartemen sedangkan ibunya sangat menentang keputusan Zico. Zico hanya beralasan agar perjalanannya menuju kantor tidak terlalu jauh dan bisa segera menyesuaikan diri dengan jabatan barunya.

"Selamat sore nona. Mau kusiapkan air panas untuk mandi?" sapa asisten rumah tangga keluarga Jatmiko.

"Ah, iya bi. Tapi aku mau bertemu mama dulu. Mama di mana, bi?" tanya Yonaa seraya menyerahkan tas selempangnya pada wanita paruh baya itu.

"Nyonya besar sedang berada di taman belakang, nona."

Yonaa lantas beranjak menuju taman belakang rumahnya setelah mendapat jawaban dari bi Inah, asisten tadi.

"Mama … " lirih Yonaa.

Matanya berkaca-kaca. Ia langsung berhamburan memeluk ibunya yang tengah menyiram tanaman.

"Ah, Yonaa!" seru nyonya Carissa terkejut mendapat pelukan yang tak biasa dari Yonaa.

Nyonya Carissa mendongakkan wajah Yonaa. "Kenapa kau menangis sayang?"

Ia mendapati mata Yonaa berkaca-kaca.