BERTEMU

Bella keluar dari kamar Rado lalu masuk ke kamarnya dengan tergesa-gesa. Dia meraih ponsel dan memasukkannya ke dalam tas yang tadi dibawanya. Dengan sedikit berlari dia keluar kamar menuju ke pintu apartementnya.

" Pa, sudah, Pa! Kak Evan bisa mati, Pa!" teriak Art yang berusaha menahan tubuh Max yang menghajar Evan.

" Papa harus memberi dia pelajaran karena sifat brengseknya!" teriak Max marah.

" Kak! Pergiiiii!" teriak Art yang berhasil menahan Max dengan memeluk tubuh papanya.

Evan yang wajahnya terlihat memar dan berdarah di sudut bibirnya menatap Max dengan sedih.

" Maafin Evan, Om! Tapi Evan akan bertanggung jawab!" kata Evan.

" Dasar bajingan! Jangan pergi kamu banci! Hadapi aku! Jangan beraninya sama perempuan!" teriak Max semakin marah.

" Pergi, Kak!" kata Art lagi.

Evan melangkahkan kakinya menuju ke pintu rumah Bella, tapi baru saja dia berjalan beberapa langkah, Max berteriak.

" Jangan harap aku akan membiarkan kamu bertemu dengan anak dan cucuku!"

Deg! Evan menghentikan langkahnya. Dia tahu seberapa bisa dan mampu seorang Smith melakukan semua itu.

" Saya akan menemukan dia dimanapun dia berada, Om!" kata Evan memutar tubuhnya.

" Sialan! Apa kamu menantangku, banci?!" teriak Max mendidih mendengar ucapan Evan yang dianggapnya menantang dirinya.

" Kak!" teriak Art yang merasa sebentar lagi pelukannya akan terlepas.

" Hadapi aku!" teriak Max.

" Paaaaa!" teriak Malv yang berdiri di depan pintu rumahnya.

Max menghentikan pukulannya yang baru saja mendarat di pipi Evan dan membuat bibir pria itu pecah hingga mengeluarkan darah.

" Mlav! Apa kamu tahu jika bajingan ini telah menghancurkan masa depan putriku?" teriak Max.

" Kita bicara baik-baik, Pa!" kata Malv.

Max tidak percaya dengan pendengarannya. Malv selama ini yang selalu mendukung setiap perbuatannya terhadap orang yang salah, kali ini bersikap biasa saja.

" Apa maksudmu?" tanya Max heran.

" Evan sahabat Bel dan papanya sahabat Papa juga. Kita bisa bicara baik-baik!" kata Malv bijak.

Max menatap tajam wajah putra sulungnya, dia berpikir sejenak lalu wajahnya berubah menjadi menggelap.

" Apa kamu sudah tahu tentang hal ini? Jawab Malv!" tanya Max.

" Kita duduk dulu, Pa! Art, ambilkan kotak P3K buat Evan.

" Iya, Kak!" jawab Art.

" Jawab Malv!" ulang Max yang masih berdiri di tempatnya.

" Pa, Malv..."

" Kamu tahu jika papa nggak akan mentolelir segala hal yang membuat nama baik keluarga kita tercoreng!" kata Max.

" Pergilah, Van! Gue akan menghubungi lo nanti!" kata Malv yang harus mendinginkan papanya dahulu.

Max berjalan masuk ke dalam ruang kerjanya sedangkan Evan mendekati Malv.

" Maafkan aku, Kak! Aku telah membuat keluarga ini jadi seperti ini!" kata Evan.

Bugh! Tiba-tiba Malv memukul perut Evan.

" Ini buat penderitaan adik gue selama 5 tahun ini!" ucap Malv lalu menepuk bahu Evan.

" Maaf!" ucap Evan sambil memegangi perutnya.

" Berhenti atau aku akan menembakmu sekarang juga!" teriak Max.

" Papa!" teriak Malv terkejut melihat papanya yang sudah siap dengan pistolnya di tangan dan mengarah pada Evan.

" Diam, Malv! Papa akan bicara denganmu nanti!" kata Max dengan nada dingin.

" Max! Ada apa ini? Kenapa kamu menodongkan pistol" tanya Netta yang baru saja datang dari rumah Kayla.

" Pria ini telah membuat putri kita menderita dan hancur, sayang!" jawab Max.

" Apa maksudmu? Siapa?" tanya Netta terkejut.

" Dia bilang dia telah menodai Bel hingga hamil!" kata Max.

" Apa? Ya, Tuhan! Benarkah, Van?" tanya Netta.

" Iya, Tante! Saya sangat menyesal dan saya...saya siap bertanggung jawab!" kata Evan tegas.

" Tapi bukannya kamu sudah menikah dan punya anak?" tanya Netta kecewa.

" Saya akan menceraikan Dania, Tante!" kata Evan. Ceklek! Max mengokang pistolnya.

" Brengsek! Kamu anggap apa pernikahan itu? Mainan? Kamu pikir kamu bisa seenaknya membuang satu wanita lalu mendapatkan wanita lain?" teriak Max semakin emosi.

" Maxxxxx!" teriak Netta khawatir.

" Turunkan pistol itu!" kata Netta mulai gusar.

" Aku akan menghancurkan kepala pria brengsek ini!" kata Max mendekati Evan dengan pistol ke arah kepala Evan.

" Max! Apa kamu sudah tidak mencintaiku?" tanya Netta marah melihat sikap preman suaminya, meski dia tahu jika Max hanya merasa marah pada Evan.

" Sayang!" rengek Max.

" Tenangkan dirimu!...Van! Suami Tante benar! Kamu tidak bisa melakukan itu!" kata Netta.

" Tapi, Tante..."

" Dasar pria tak berguna!" teriak Max lalu memukul kepala bagian samping pria itu dengan pistolnya.

Bugh! Malv terkejut melihat tindakan nekat papanya, tapi dia terlambat, Evan terhuyung merasakan sakit pada kepalanya hingga terlihat darah mengucur di pelipisnya.

" Paaaa!" teriak Malv menahan tubuh papanya yang semakin gelap mata.

" Maxxxx!" teriak Netta melihat tindakan suaminya lalu berlari memeluk tubuh suaminya.

" Edoooooo!" teriak Bella yang melihat tindakan papanya pada Evan.

Semua yang mendengar teriakan Bella langsung menatap wanita yang berlari memeluk tubuh ayah dari anaknya itu dengan airmata yang telah membasahi kedua pipinya.

" Sa...yang! A...pa ini...nyata?" tanya Evan yang terbaring di pangkuan Bella.

" Iya, sayang! Ini aku, Ara!" kata Bella mengusap pipi Evan.

" Lepaskan dia, Bel! Menjauh darinya!" teriak Max semakin marah.

" Pa! Please! Jangan sakiti Edo!" mohon Bella dengan airmata berlinang.

" Kamu...membela dia?" tanya Max kecewa.

" Pa! Bel mohon! Apa papa ingin cucu papa menjadi yatim?" tanya Bella pada papanya.

" Mamiiiiii!" tiba-tiba Rado terbangun dan menangis saat mendengar Max berteriak-teriak.

Semua yang ada disitu langsung melihat ke arah pintu rumah. Mata Netta berkaca-kaca melihat Rado, begitu juga dengan Max, hatinya mencelos melihat Rado.

" Mamiiii!" panggil Rado lagi.

" Bawa putramu, Bel! Jangan perlihatkan wajah Evan padanya!" kata Malv.

" Tapi, Kak..."

" Kakak akan membawanya ke Rumah sakit!" kata Malv.

" Kita akan bicara nanti, sayang! Kak Malv akan membawamu ke Rumah sakit! Kamu harus sembuh demi anak kita!" kata Bella lalu mencium kening Evan.

" Anak...kita?" tanya Evan terkejut.

" Iya! Dia anak kita!" kata Bella sambil melihat ke arah Rado yang berdiri menangis dipeluk Surti.

" Dia...sangat tampan!" kata Evan tersenyum.

" Iya! Dia sangat mirip kamu saat kecil! Aku masih ingat!" kata Bella tersenyum.

Malv membawa Evan ke rumah sakit sementara Bella mendekati Rado dan menggendong putranya yang sedang menangis itu.

" Sudah, ya! Mami disini! Rado anak hebat! Jadi nggak boleh nangis!" kata Bella mengusap punggung putranya.

" Dia..."

" Cucu mama! Anak Bel dan Evan!" kata Bella menatap nanar mamanya.

" Siapa nama kamu, sayang?" tanya Netta yang telah mendekati Bella dan menatap wajah Rado dari belakang Bella.

" Elrado Smith B!" jawab Rado.

" Anak pintar!" sahut Netta mengusap wajah Rado.

" Dia sangat mirip dengan Evan, Max? Kamu masih ingat saat Evan kecil dulu, bukan?" kata Netta.

" Ini Oma Rado, sayang!" kata Bella.

" Oma?" tanya Rado.

" Iya, sayang! Ini oma!" kata Netta tersenyum.

" Oma!" kata Rado membuat Netta tersenyum sambil meneteskan airmata.

" Kenapa Oma menangis? Apa Oma nggak suka sama Rado?" tanya Rado sedih.

" Tidak, sayang! Oma bahagia karena bisa bertemu Rado!" kata Netta.

Rado tersenyum lalu melihat Max yang masih berdiri di tempatnya. Rado mengikuti arah tatapan mata Netta.

" Siapa orang itu, Mami? Kenapa dia memegang pistol?" tanya Rado.

" Max!" tegur Netta saat dilihatnya suaminya masih memegang pistol itu.

" Rado takut, Mami! Kata mami yang pegang pistol itu orang jahat!" kata Rado memeluk erat Bella.

" Max! Kamu membuat cucuku ketakutan!" kata Netta kesal pada suaminya.

Max langsung menyembunyikan pistolnya di balik kaosnya.

" Cucu kita, sayang!" sahut Max mendekati istri, anak dan cucunya.

" Siapa namamu jagoan?" tanya Max yang berada di belakang Bella agar Rado bisa melihatnya.

Rado semakin erat memeluk Bella. Dia memalingkan wajahnya dengan menghadap ke leher Bella.

" Sayang! Opa bertanya sama Rado! Kok, nggak dijawab?" kata Bella lembut.

Rado menggelengkan kepalanya tanda tidak mau.

" Dia jahat!" kata Rado lagi.

" Opa orang baik, kok, sayang! Lihat! Opa sudah membuang pistolnya! Itu hanya punya Lego banyak lho!" rayu Max.

Rado sedikit mengintip mendengar ucapan Max.

" Apa...ada Batman?" tanya Rado pelan.

" Tentu saja! Ada semua pahlawan super yang tergabung dalam Avenger!" kata Max semangat.

" Mami!" panggil Rado ragu.