I am a Killer 6

[ KISAH INI TERDAPAT UNSUR KEKERASAN DAN PEMBUNUHAN. DILARANG KERAS UNTUK DITIRU ]

Di perjalanan menghampiri lelaki itu, tidak sengaja ada yang menabrak bahuku dengan kasar. Entahlah, mungkin aku tak melihatnya atau orang itu yang tak sengaja menabrakku. Aku menoleh dengan tatapan tajamku, dia seorang gadis cantik tapi tatapannya lumayan tajam. Rambutnya berwarna hitam dengan tudung jaket yang menutupi setengah kepalanya dan masker di dagunya. Dengan cepat dia menarik maskernya untuk menutupi mulut dan hidung. Ada apa dengan gadis ini? Ku lihat mata hitamnya bergerak naik turun ke arahku, seperti sedang menatapku dari bawah hingga atas.

"Sorry!" Satu kata ia lontarkan padaku lalu pergi begitu saja. Ku lihat gadis itu berbelok ke arah perumahan Beverly Hills. Tunggu! Aku seperti pernah mendengar suaranya, tapi di mana? Aku rasa aku bertemu dengannya tak lama atau beberapa hari yang lalu. Sayangnya aku tak begitu mengingat di mana dan kapan aku pernah mendengar suaranya. Hm! Entahlah. Aku tak peduli. Aku lanjut berjalan menghampiri orang yang ku tuju.

Kini aku berada di belakangnya, lalu dengan satu hentakan ku pukul tengkuknya dengan keras. Tak lama ia pingsan, aku menyeret anak itu ke tempat yang sepi dan gelap. Setelah itu, tanpa berpikir panjang aku langsung menikam dadanya, perutnya dan mencolok matanya sekuat mungkin. Tangannya ku mutilasi lalu ku buang ke tempat sampah, aku menulis sebuah kalimat kecil di punggungnya lalu ku tutupi tubuhnya dengan sampah. Hm, aku membunuh dengan penutupan yang berbeda dari pembunuhanku yang biasanya. Aku pun pergi secepat kilat sebelum ada yang melihatku.

Aku sengaja tak membakar ataupun membuang tubuh korbanku ke tempat lain. Aku ingin tahu bagaimana kerja keras polisi mengincarku, Ray dan seseorang yang selama ini sudah membunuh di sekitar Beverly Hills. Yeah, aku ingin tahu itu semua. Kalau memang mereka ingin menangkapku, aku yakin mereka akan terus berusaha, begitupun sebaliknya. Aku juga akan berusaha menghindari kejaran orang-orang dewasa berseragam itu. Rasanya sangat menyenangkan saat aku melihat mereka kerepotan karenaku. Tunggu! Kalau memang mereka pintar dalam menangkap kriminalitas, seharusnya mereka bisa mendapatkanku dengan mudah bukan? Namun aku tak merasa begitu dikejar-kejar polisi, malah mereka tampak santai berpatroli di sudut-sudut kota sambil memakan donat. Apakah mereka sedang merencanakan sesuatu? Atau mereka juga sibuk mencari para pembunuh lainnya sehingga aku tak begitu dikejar? Entahlah. Kalau aku terus berulah, aku yakin mereka akan frustasi. Belum lagi para korban akan ketakutan saat melihat siapa yang sudah membunuh mereka. Ck! Sial! Rasa ingin membunuhku semakin meningkat.

Aku pun lanjut berjalan menatap indahnya malam di Beverly Hills. Lampu di jalanan membuat tempat ini semakin menarik. Apalagi di sisi kiri kanan terdapat gedung berjejer dan di antara gedung itu ada sebuah bar, resto, cafe dan juga berbagai macam tempat belanja. Bukan hanya itu, kota ini dilengkapi juga dengan taman, pantai dan berbagai tempat hiburan lainnya. Intinya, aku suka kota ini walaupun banyak pembunuh dan perisak, tapi itu tidak membuatku membenci negaraku sendiri.

Aku kembali berjalan mengarah ke rumah. Saat hendak membuka pagar rumah, aku sempat melihat tiga orang di seberang jalan sana sedang melakukan sesuatu. Dua orang dari mereka menghadap ke arahku sedangkan seseorang yang memakai jaket membelakangiku. Karena sangat penasaran dengan apa yang tengah mereka lakukan, aku pun berjalan mengendap-endap menghampiri ketiga orang itu, lalu bersembunyi di sebuah gang kecil.

Aku melihat seorang wanita sedang menahan kesakitan di area matanya. Kenapa dia? Lalu aku memicingkan mata dan kaget saat wanita itu mengeluarkan darah dari salah satu matanya. Aku pun menatap lelaki yang berada di samping wanita itu yang sepertinya sedang kesakitan sambil tengkurap di tanah. Tiba-tiba saja seseorang yang memakai jaket itu menusuk tubuh wanita tersebut dengan sesuatu hingga mati di sana. Banyak darah yang keluar sampai mengenai trotoar jalanan. Apa-apaan ini? Seorang pembunuh sepertiku menyaksikan sebuah pembunuhan? Yang benar saja! Siapa sebenarnya pembunuh itu? Kenapa dia membunuh wanita dan lelaki yang bersamanya? Ck! Banyak pertanyaan konyol yang ingin aku ketahui.

Setelah itu aku melihat leiaki di sebelah wanita itu ditusuk-tusuk juga oleh seseorang yang memakai jaket hingga mati. Dengan gerakan lincah, orang tersebut berjalan cepat meninggalkan lokasi tadi dan menghilang di pertigaan. Aku menghampiri kedua mayat itu.

Gila! Siapa orang itu? Ray? Kalau Ray, pasti dia tidak akan membunuh di dekat rumahnya sendiri dan lagi pula postur tubuh orang tadi seperti seorang wanita. Siapa pembunuh itu? Ah entahlah! Aku harus segera pergi dari sini sebelum ada yang mencurigaiku. Aku pun masuk ke rumah dan meninggalkan kedua mayat itu. Sesampainya di dalam rumah aku melihat Ray yang sedang tertidur. Jika Ray di rumah, berarti orang tadi siapa? Apa benar dia seorang wanita? Atau jangan-jangan dia adalah pembunuh yang selama ini ada diberita? Ohh mungkin saja! Hm, entahlah! Lagi pula aku tak peduli. Aku pun masuk ke dalam kamarku dan menatap jam, sudah jam 01.44 A.M. Yahh, 2 jam lebih aku berjalan-jalan tak jelas di luar sana. Tanpa sadar aku pun langsung ... zzz!!!

***

Rumah besar itu terlihat ramai, beberapa kendaraan terparkir di luar sana. Orang-orang yang ada di dalam mobil pun keluar untuk mengunjungi si pemilik rumah besar itu. Mereka semua terlihat memakai pakaian formal. Memakai jas, berdasi dan rambutnya tampak rapi. Di samping itu, beberapa wanita terlihat anggun dengan gaun mereka yang begitu mewah. Beberapa di antaranya terdapat anak-anak mereka yang ikut serta dalam acara yang diselenggarakan di sana. Ya, aku sedang melihat orang-orang di bawah sana yang tengah merayakan sebuah acara. Ku sebut saja mereka tetangga dan di sana ada orang tuaku yang turut hadir memeriahkan acara tersebut.

TOK! TOK! TOK!

Tiba-tiba seseorang mengetuk pintu kamarku. Aku langsung berjalan mendekati pintu dan membukanya. Aku terdiam saat melihat Ray berdiri depan kamarku sambil memasang ekspresi minta dikasihani dan bersalah. "Ada apa?" tanyaku pelan.

Ray pun mendorong tubuhku masuk ke kamar dan menutup pintu. Ck! Rasanya cukup menyebalkan saat dia mendorongku agak kasar. Aku hanya diam dan menunggu apa yang akan dia lakukan di kamarku ini. Ku lihat dia membalikkan tubuhnya dan menatapku dengan penuh arti. Ada apa dengannya?

"Gua mau bicara serius sama lu," katanya. Tumben sekali dia ingin membicarakan suatu hal serius denganku. "Gu-gua minta maaf, Yo. Gua tau gua salah. Jujur, gua gak tau kalau waktu itu lu ada di sana. Gua minta maaf yang sebesar-besarnya, Yo. Maaf banget Yo! Maaf!" lanjut Ray sambil memegang kakiku. Hh, drama sekali anak ini. Asal kau tahu, memaafkan adalah hal paling sulit bagiku.

Bersambung …