Menyatakan Perasaan Setelah Sekian Lama

"Jam berapa nanti pulangnya?" tanya Barra yang tiba-tiba saja berada di belakang Kanaya yang baru saja ingin mengambil piring-piring kotor untuk dibawa ke dapur.

"Jam tiga sore."

Mengangguk. Dia tidak ingin terlihat seperti bahwa dia takut kehilangan perhatian Kanaya padanya. Sudah cukup dia merasa bersalah ketika dia memarahi Kanaya hanya karena dia melihat jika dia dan Aiden memiliki hubungan di masa lalu.

"Aku jemput."

"Tapi kau masih banyak pekerjaan di kantor sampai jam empat sore kan?" tanyanya pada Barra yang kemudian dilirik tajam oleh pria itu.

"Oke. Terserah kamu."

Kanaya benar-benar ketakutan ketika melihat sosok Barra yang sudah melihat dirinya dengan tajam, bergeming dan seolah mengacuhkannya.

Tadi malam saja Barra marah karena dia ketahuan telponan dengan Aiden. Lalu ponselnya di sita dan baru dikembalikan ke kamar Kanaya jam lima pagi.

Sebenarnya dia tidak tahu sejak kapan ponselnya berada di kamarnya. Namun dia bangun dari tidurnya itu jam lima pagi otomatis mungkin saja sebelum jam di mana dia bangun, ponsel itu sudah berada di sini.

Barra nyatanya memperhatikan Kanaya meskipun banyak hal yang membuat Kanaya tidak paham pada kelakuan lelaki itu. Contohnya saja, dia tidak tahu apa yang ada dipikiran Barra kali ini.

Kanaya memang menerima Barra apa adanya, tapi dia juga tak bisa memungkiri jika dia ingin dimengerti juga oleh lelaki ini.

Kanaya sudah mengambil ranselnya yang berada di meja makan lalu ia pamit ke belakang, maksudnya pada pembantu di rumah ini yang tengah mencuci piring di belakang.

Sedangkan Barra tengah makan roti di sana. Sedang khusyuk dan tidak bisa diganggu.

"Aku berangkat ya!"

"Sama siapa?" tanya Barra cepat.

"Sopir."

"Sama Aiden?" tembaknya. "Kita berangkat bersama."

Barra mengetahui isi chat yang dikirim oleh Aiden pada gadis itu semalam. Dia juga tahu pasti Barra mau apa yang dipunya oleh Kanaya harus dia ketahui. Apapun itu.

"Tapi, kita beda jalur loh. Nanti kamu telat ke kantor."

"Apa alasan itu digunakan untuk menjadikan alasan untuk kamu bisa berangkat bareng Aiden?" tanyanya lagi. "Itu sih terserah. Tapi kupikir kau sudah tahu apa yang akan terjadi."

Ketika Barra mengatakan itu, barulah Kanaya paham jika ucapannya benar-benar bukan sebuah permainan. Barra akan melakukan segala cara untuk bisa ke tujuannya.

"Oke, ayo kita berangkat bareng."

Keputusan ini dia ambil langsung karena dia tahu jika menolak itu mampu membuat keberadaan Aiden di sekelilingnya akan berbahaya. Pantauan jarak jauh dari Barra akan tetap ada.

Sepanjang jalan mereka hanya diam saja. Tanpa ada pembicaraan diantara mereka, keduanya hanya diam dan sibuk dengan pikiran masing-masing.

"Aku jemput. Jangan kemana-mana."

Setelah mengatakan hal itu, Barra keluar dari mobil lalu kemudian memutar molnya dan membukakan pintu untuk Kanaya.

Mobil Barra sudah pergi sejak lima detik yang lalu,. Kanaya tahu ini terlalu pagi karena Syafa mengatakan jika kelas akan dimulai tiga puluh menit lagi.

Kanaya akhirnya masuk ke dalam sembari menunggu Syafa dan Aiden datang. Meskipun dia tidak tahu dua orang itu masih sampai di mana, setidaknya dia tidak akan buru-buru lagi untuk ke lapangan jika langsung apel.

"Sorry lama."

Setelah lima belas menit Kanaya menunggu dua orang itu di kantin, akhirnya keduanya terlihat ngos-ngosan ketika baru saja sampai di sini.

"Apa?" tanya Syafa menatap ke arah Aiden yang melihat Syafa dengan tatapan tak bersalahnya.

"Sensi sekali."

"Ya salahin muka lo aja kan bisa."

"Kok muka gue?!" tanya Aiden tak percaya. "Gue diam aja loh daritadi."

"Ya lo salah. Napas doang aja lo salah."

"Serem banget. Aiden salah di mata Syafa."

"Iyalah. Gara-gara lo nih gue bangun kesiangan."

"Salahin aja suaminya Kanaya. Gue cuma ketemu sama Kanaya aja kayak mau nerkam gue."

Kanaya yang tak terima karena dia memang benar-benar tidak tahu menahu itu hanya menatap dan melototkan matanya ke arah gadis dan pria itu secara bergantian.

"Gue baru selesai makan. Jangan sampai gue emosi pagi-pagi."

"Gue tadi ke rumah Kanaya. Eh, suaminya Kanaya yang galak dan dinginnya minta ampun itu keluar. Jadinya, nggak jadi deh."

Aiden menceritakan semuanya. Dia sudah stay di sana sejak Aiden merasa satu jam sebelum masuk kelas, pastinya Kanaya sudah berangkat.

"Enak dong."

"Apanya yang enak?!" tanya Aiden kebingungan.

"Lo ke Kanaya kan emang kangen digebuk bodyguard suruhan Kak Barra kan?" tanya Syafa membuat Kanaya yang hanya tersenyum akhirnya tertawa kencang.

"Enak aja. Emang lo mau gue suruh lo berdua ke tempat kemarin sampai kena omel Barra?" tanya Aiden.

"Ya itu gampang sih biar lo nggak kena terus."

"Apa?"

"Jangsn ganggu Kanaya. Selesai urusan."

***

Sudah sepuluh menit berlalu dia menyelesaikan kelasnya hari ini. Dia tengah menunggu jemputan yang disuruh oleh Barra.

Tadi Barra mengatakan jika dia tidak bisa menjemput Kanaya ke kampus karena sedang meeting dan tempatnya sudah jauh dari kantor bahkan bisa dikatakan beda kota.

"Lo nggak di jemput?" tanya Aiden ketika dia sudah mengambil motornya dan akan segera pulang.

"Iya. Tapi mobil sopir gue udah di jalan. Bentar lagi juga sampai kok."

"Gue tungguin lo deh dulu di sini."

Kanaya menolak dengan halus yang dikatakan oleh Aiden. Dia sangat tidak mau ribut dengan Barra lagi nanti. Dia benar-benar tidak mau jika Barra marah sampai memindahkannya ke kampus lain hanya karena ini.

"Gue nggak perlu. Bentar lagi udah sampai kok dia."

"Iya kan gue kasihan sama lo nunggu di sini sendirian. Cewek cantik kayak lo, banyak yang godain tahu," ujarnya menggoda Aiden.

"Please lah. Gue geli kalau lo ngomong gini."

Aiden terkekeh. Dia memarkirkan motornya agak ke pinggir agar pengendara lain tidak terganggu. Dia ikut duduk di samping Kanaya namun jarak diantara mereka sangat jauh. Sedikit berbeda dengan yang sebelum-sebelumnya.

"Gue apalagi."

"Dih mana bisa lo kayak gini."

"Bisa."

"Den, please lah. Lo pulang aja duluan. Gue nggak apa-apa kok di sini sendirian."

"Lo cantik, masa iya gue tega ninggalin lo di sini. Sesuka-sukanya gue sama lo, gue nggak mau persahabatan kita bertiga hancur karena perasaan gue."

Kanaya termangu. Dia benar-benar tidak percaya dengan apa yang lelaki itu katakan barusan. Apakah Aiden beberapa saat yang lalu tengah mengatakan tentang perasaannya?

Kenapa Kanaya begitu tidak enak hati pada Aiden ya atas selama ini?

Keduanya terdiam. Beberapa menit kemudian, jemputannya akhirnya datang dan membawa gadis itu pergi.

Sebelum itu, Kanaya mengirim pesan ke Aiden untuk segera pulang.

Dia tidak enak hati pada Aiden, canggung sudah terjadi padanya dan Aiden setelah Aiden mengatakan hal di luar dugaannya.

"Pak, kalau Barra tanya aku sama siapa selama menunggu jemputan, katakan saja aku sendirian ya, Pak!"

***

To Be Continue...