WebNovelPepero23.40%

Mempelajari

Duduk di pinggir air mancur dengan pikiran kosong sudah dilakukan Lena sejak lima menit lalu. Tidak tahu apa yang sedang dia lakukan di sana, tapi ia tampak sibuk memainkan raut wajahnya. Orang-orang yang sempat berlalu-lalang di depan Lena juga menganggap jika Lena orang yang aneh.

Kakinya saling bertumpu, tangan kanannya ia gunakan untuk menopang dagu. Saat ini, dia tengah menunggu Steve. Dia bilang, jika dirinya akan datang ke kafe Jay juga. Semakin ke sini, Lena justru merasa jika Jay dan Steve itu bukan dua orang laki-laki yang berteman, melainkan saudara. Entah itu saudara kandung atau bukan, intinya mereka berdua tidak terlihat seperti berteman.

Akhirnya dia tersadar dari tatapan kosongnya itu, dirinya mulai melihat lingkungan sekitarnya. Rupanya sudah mulai banyak yang selesai dengan kuliah mereka. Lena melihat waktu saat ini, namun Steve tak kunjung menemuinya. Sial, jangan-jangan Lena ditipu. Dia hanya berdecak saat berdiri dan berniat untuk pergi dari kampusnya. Tahu begitu, Lena tidak akan menerima tawaran bekerja di kafe milik Jay. Tangannya merogoh saku guna mengambil ponsel, dia akan menghubungi Steve, dan menanyakan posisinya sebelum ia benar-benar meninggalkan kampus.

Lena sedang berbincang dengan Steve ditelepon. Namun, yang sama sekali tidak terpikirkan oleh Lena adalah kalimat yang diucapkan laki-laki itu jika sudah pergi lebih dulu. Ini sudah membuatnya naik pitam, dengan seenaknya pergi tanpa berkata apa-apa pada Lena. Cepat-cepat dia memutuskan panggilannya dan bergerak cepat mencari taksi.

"Steve sialan,"

Dia berlari keluar kampus dan berdiri dipinggir jalan, menengok kanan dan kiri taksi yang kosong. Belum bekerja di sana saja, Lena sudah dibuat susah begini. Seperti dikejar waktu agar datang tidak terlambat. Tak lama, akhirnya ada taksi yang berhenti didepannya, bergerak dengan cepat memasuki taksi itu dan berangkat dari sana. Nafasnya terengah begitu memasuki taksi, lantaran harus sedikit berlari untuk mencari taksi yang kosong. Saat ini ia tengah bersandar sembari memejamkan kedua matanya, mengatur nafas agar lebih tenang.

Di dalam keheningan taksi ini, Lena juga sempat memikirkan kalimat tantenya yang sedikit membebaninya. Bukan hanya untuk mendekatkan Rana dengan salah satu diantara Jay dan Steve, namun kalimat tantenya yang mengatakan jika dia gagal atau keadaan malah berbalik ke dirinya, maka Lena tidak memiliki alasan dan kesempatan untuk tinggal di kos milik tantenya itu. Bahkan, ia juga akan dikeluarkan dari pekerjaannya, semisal masa kerja Lena di kafe Jay berakhir. Masih ada waktu satu bulan, ia rasa bisa membuat Jay atau Steve menyukai Rana—walaupun sedikit tidak yakin, lantaran sifat Rana yang terkesan agresif terhadap lawan jenis.

Terlalu lama berdiam, dia tak menyadari jika akhirnya taksi yang ia tumpangi sudah berhenti pada tujuannya. Sampai-sampai sopir dari taksi itu memanggil Lena beberapa kali, lantaran gadis itu masih melamun. Dia segera turun setelah membayar ongkos taksi itu. Baru turun, dia sudah melihat adanya mobil milik Jay di sana. Lena berjalan masuk ke dalam kafe setelah mengatur nafasnya.

Begitu masuk, dia disambut baik dengan para pegawai, sampai pada pegawai yang menjaga kasir, Lena menghampirinya. "Permisi, apa Jay ada di kantornya?" tanyanya dengan sangat ramah.

Begitupun juga dengan pegawai itu, "Ada. Sebentar, akan saya tanyakan dulu," jawab pegawai itu tak kalah ramah.

Setelah Lena ditinggal, dia berpikiran jika Jay memperkerjakan pegawainya dengan sangat baik. Walaupun atasan mereka terlihat seperti laki-laki yang keras, namun para pegawai terlihat sangat ramah pada semua pengunjung. Bahkan, tadi Lena juga melihat ada salah satu pegawai yang memberikan makanan pada pemulung yang sedang memungut sampah di depan kafe. Begitu saja hati Lena sudah menghangat.

Tak berlangsung lama acara terharunya, Lena segera diperintah untuk memasuki kantor Jay. Pun dia bangkit menuju tempat itu. Jay menyuruhnya untuk duduk di bangku tepat di depan mejanya. Dia melihat presensi Jay yang masih menunduk dan mengerjakan sesuatu yang tak Lena tahu apa itu.

"Apa aku akan melakukan interview kerja?" tanya Lena.

Terlihat Jay yang baru saja menutup pulpennya dan menatap Lena dengan tatapan santai. Dia menggeleng untuk menjawab pertanyaan Lena. Sedangkan gadis itu juga bingung, untuk apa dia datang ke sini jika bukan interview kerja.

"Aku yang memintamu bekerja di sini, tentu aku akan mempercayaimu," dia menjeda kalimatnya dan bersandar pada kursi kerjanya. "Tujuanmu datang ke sini, hanya untuk mempelajari semuanya. Karena besok kau sudah akan bekerja," pungkasnya.

Lena melipat kedua tangannya di depan dada, masih memperhatikan Jay yang berdiri didekat jendela sembari menyandarkan tubuhnya.

"Aku tidak suka banyak bicara, jadi setelah ini kau temui saja orang yang tadi berada di kasir. Aku sudah memberitahu jika akan ada pegawai baru disini," ucap Jay yang menyuruh Lena untuk keluar dari ruangannya.

Dengan anggukan kecil, Lena langsung keluar dari ruangan Jay. Ia menutup pintu dengan bibir yang sedikit meracau. Lantas berjalan kembali ke kasir, guna menghampiri wanita yang ia temui sebelumnya. Dirinya berdiri di depan kasir dengan senyuman ramah. Belum saja Lena bersuara, penjaga kasir itu sudah lebih dulu menyela ucapannya.

"Mbak Lena yang akan menjadi pegawai baru di sini, ya?" tanyanya yang langsung dijawab dengan anggukan oleh Lena. "Baiklah, sebelumnya Mbak Lena pernah bekerja di bidang apa?" tanya pegawai itu lagi.

"Saya sebelumnya juga menjadi penjaga kasir di minimarket milik tante saya,"

Mendengar jawaban Lena, pegawai itu tersenyum lantaran tak perlu susah payah menjelaskan semua yang berhubungan dengan kasir. Dan dia mulai menjelaskan hal yang perlu diperhatikan saat bekerja di kafe ini. Lena sendiri juga mulai memfokuskan diri untuk mendengarkan semua yang akan dia dengar. Mungkin karena kafe ini bukan kafe biasa, semua peralatan dan cara kerjanya pun sedikit berbeda. Dan tentu saja, lebih berat dibandingkan di kafe biasa. Ini menurut pemikiran Lena saja, dia juga belum pernah bekerja di kafe.

Langkahnya selalu mengikuti pegawai kafe ini. Mulai dari bagian depan, hingga menuju dapur dan tempat pencuci piring pun diperlihatkan pada Lena. Jujur saja, Lena sendiri juga belum tahu akan ditempatkan sebagai apa di kafe ini, yang terpenting ia bisa memahaminya semua terlebih dahulu. Dibilang lelah, sudah pasti dirasakan Lena, dia hanya bisa menahan sebelum semuanya selesai. Ditangannya juga sudah ada catatan kecil yang digunakan untuk mencatat hal-hal penting di kafe ini, agar ia bisa mempelajarinya saat ia sudah pulang.

Selepas menghabiskan waktu sekitar dua puluh lima menit, akhirnya Lena bisa berisitirahat. Semua sudah ia perhatikan dan catat. Dirinya duduk di kursi dekat meja kasir untuk mengatur nafasnya. Ternyata kafe milik Jay ini sangat lengkap dengan hidangan modern. Pantas saja pegawainya terlihat sangat terdidik, agar tidak menimbulkan citra buruk pada kafenya.

"Jam berapa besok kau akan ke sini?" tanya pegawai kasir itu lagi.

"Jay menyu—" ucapan Lena terpotong begitu saja.

"Pak Jay! Dia adalah atasanmu juga," katanya dengan penekanan.

Mendadak Lena sedikit gugup setelah mendengar suara penekanan itu. Tapi, dia memakluminya, karena Jay sudah menjadi atasannya saat ini. Memang seharusnya Lena bersikap lebih sopan terhadap atasannya.

"Pak Jay menyuruhku untuk datang ke sini setelah jam kuliahku selesai," kata Lena.

"Baiklah kalau begitu," pungkas pegawai itu dan segera meninggalkan Lena sendirian.