"Maaf Nona, Anda tidak bisa masuk." Seorang pria bertubuh kekar menghadang langkah Anna.
Anna tersenyum kecut, namun, hal itu tidak mengurungkan niatnya. Dia tidak takut pada Malik.
"Katakan pada Malik, aku ingin bertemu dengannya, sekarang juga!" tandas Anna.
Pria itu berpikir sejenak, raut ragu tercetak jelas. Namun, Anna bukan wanita sembarangan, dia istri tuannya. Tentu, Malik tidak akan marah jika permintaan itu datang dari istrinya sendiri, bukan?
"Baik, Nona. Tunggu sebentar."
Keributan kecil terdengar di depan pintu, Malik bisa menebak siapa yang membuat kegaduhan itu. Siapa lagi kalau bukan wanita yang dia nikahi itu?
Dan hanya butuh waktu semenit untuk mengubah moodnya, Malik menutup berkas, lalu memijit pelipisnya pelan.
"Nona ingin bertemu dengan Tuan," ucap pria itu seraya menunduk, tak berani melihat ekspresi tuannya.
Mengusir Anna hanya akan menambah masalah, jalan satu-satunya tentu membiarkan wanita itu masuk, dan melakukan apa yang diinginkan.
Akhir-akhir ini, Malik belajar satu hal, bahwa wanita lebih keras kepala dari dirinya.
"Suruh dia masuk," kata Malik dengan nada tak acuh.
Anna melipat tangannya di dada, dia sudah masuk beberapa kali ke ruang kerja Malik. Namun, baru kali ini dia memerhatikan dengan jeli ruangan tersebut.
Anna diam sejenak, menata kalimat yang akan dia ucapkan. Tetapi, sepertinya suaminya itu bukan tipikal pendengar yang baik.
"Ada apa? Katakan cepat, karena aku tidak ada waktu," Malik menarik dokumen, pura-pura membacanya.
Anna maju selangkah, "Saat ini, Pak Erick sedang tidak baik. Aku rasa beliau akan senang, jika kau melihatnya."
Malik mengangkat alisnya, jadi Anna hanya ingin membicarakan hal tidak penting itu?
"Oh, jadi hanya itu saja yang ingin kau katakan?" Nada suara Malik menyatakan bahwa dia tidak peduli sama sekali dengan kondisi Erick.
"Kau tidak perlu khawatir, dia tentu sudah tahu kenapa aku tidak menjenguknya. Jadi kau tidak perlu datang ke sini untuk mengingatkanku tentang hal itu."
Terbuat dari apa hati pria ini? Anna bertanya-tanya dalam hatinya. Tangannya mengepal, dan raut wajahnya tak puas dengan jawaban itu.
Anna menyambar dokumen Malik, melakukannya dengan spontan, dan saat Anna menyadari perbuatannya, dia tidak bisa mundur, meski ada sedikit takut dalam hatinya.
Malik membelalakan mata, terkejut, tetapi hanya sedetik berlalu, pria itu mampu mengendalikan diri. Hanya istrinya lah yang berani melakukan hal itu, dan sepertinya Erick memang sengaja memilihkan istri dengan watak keras seperti Anna.
"Aku tidak ada niat untuk mengganggu pekerjaanmu, tetapi, bisakah kau tidak mengatakan hal menyakitkan itu. Bagaimana jika Pak Erick mendengarnya?"
Anna memang orang baru dalam hidup Malik, dia tidak peduli jika Malik mengatakan hal-hal yang buruk tentangnya. Namun bagaimana dengan Erick?
Pria itu sudah ada dalam hidup Malik sangat lama. Bahkan pria itu menganggap Malik sangat penting, seperti anaknya sendiri, Anna bisa melihat itu dari sorot mata Erick.
Malik mendesah panjang. Dia seperti anak kecil yang tengah diomeli ibunya.
"Baiklah-baiklah," Malik menyerah. Berdiri dari tempat duduknya.
"Kau ingin aku melihatnya kan?" Tatapnya pada Anna.
Anna mengangguk, sedikit terkejut dengan sikap Malik. Kenapa Malik dengan mudah setuju?
"Kau tidak membohongiku, kan?" Anna menatap tajam.
Malik tidak menjawab. Anna yang memintanya, tetapi sekarang wanita itu tiba-tiba meragukannya? Wanita memang sulit dimengerti.
"Tu-tuan," pria di depan pintu terkejut, dia membungkuk 90 derajat.
"Aku akan keluar sebentar," kata Malik pada pria itu.
"Ba-baik, Tuan," jawabnya kaku.
Kenapa Malik tidak marah?
Anna terus bertanya dalam benaknya. Yang selalu dia lihat dari wajah Malik adalah kemarahan. Lalu bagaimana bisa pria itu tiba-tiba berubah? Tidak terjadi sesuatu padanya saat di ruang kerja kan? Anna khawatir, jangan-jangan Malik salah makan atau tidak sengaja membentur dinding?
Sementara di setiap langkah, kehadiran Malik membuat pelayan rumah terkejut setengah mati. Tuannya yang tidak pernah meninggalkan ruang kerja dengan alasan atau keadaan apa pun, tiba-tiba keluar?
Mereka seakan menatap harimau yang baru keluar dari kandangnya.
"Di mana dia? Apa ada di kamarnya?" Malik terhenti, bertanya pada Anna.
"I-iya," Anna yang masih menganggap ini mimpi menjawab dengan canggung.
Malik kembali melanjutkan langkah. Dan, langkahnya dihentikan oleh sosok yang sangat mengejutkannya.
"Maaf, Tuan. Maaf, saya tidak bisa—"
Malik mengangkat tangannya, meminta pelayannya berhenti.
"Selamat siang, Malik," pria dengan pakaian casual itu mendekat.
Dilihat dari penampilannya, pria itu seperti teman atau mungkin saja rekan kerja Malik, namun dugaan itu tidak benar. Pria itu bukan teman, pun bukan rekan kerja, Malik menganggap pria itu seperti pengganggu.
"Selamat atas pernikahanmu dan ....," pria itu menatap Anna dengan tatapan menilai, kemudian tersenyum.
"Kau pintar memilih, Malik," bisiknya.
Malik tak menggubris ucapan itu, kedatangan pria itu tentu bukan untuk mengucapkan selamat padanya.
"Halo Nona," dia mengedipkan mata, Anna mengernyit. "Kalau boleh tahu siapa nama Anda? Dan bagaimana Nona bertemu dengan Malik?"
Pria itu kemudian mencondongkan wajahnya pada Anna, "Kau tahu Nona, pria ini sangat pemalu. Dia jarang keluar dari rumah ini, dan dia mengurus semua bisnisnya di rumah. Jadi aku sedikit penasaran dengan kisah cinta kalian."
Malik mendorong tubuh Anna pelan, menyembunyikan wanitanya di belakang punggungnya. Bagaimana pun, dia tidak suka seseorang menatap istrinya dengan tatapan seperti itu.
Malik membalikkan tubuhnya, mendekatkan bibir ke telinga istrinya. "Kau pergi saja dulu, nanti aku menyusul."
Anna menganggukan kepalanya, dan dengan ditemani pelayan, gadis itu meninggalkan Malik.
Manik hitam pria itu melirik Malik, namun menatap istri pria itu lebih menyenangkan. Dan bagaimana bisa wanita secantik itu mau menikah dengan Malik yang kaku?
"Tidak perlu basa-basi, apa yang kau inginkan?" tandas Malik. Menatap tajam arogan.
Pria itu tertawa kecil, menepuk pundak Malik pelan.
"Aku tahu kau dalam masa-masa birahi saat ini, tetapi ...." Intonasi suaranya berubah, tatapan jenaka yang menyebalkan menjadi serius.
"Anjing pemerintahan sepertimu tidak bisa berlibur Malik. Bapak menginginkanmu menyelidiki kasus penculikan anak yang akhir-akhir ini meresahkan," ucapnya.
Wajah Malik nyaris tak bereskpresi sama sekali.
*
"Siapa pria itu?" tanya Anna pada pelayan.
"Saya juga kurang tahu, Non. Dia datang hanya sesekali, kadang dua bulan satu kali," tutur pelayan tersebut.
Tidak ada yang tahu siapa pria tersebut, dan apa kepentingan dengan tuan mereka.
"Nona!" Pelayan menghampiri Anna dengan ekspresi khawatir.
"Ru-rumah," napasnya yang tersengal-sengal membuatnya kesulitan untuk berkata.
"Iya ada apa? Coba tenangkan dirimu dulu," kata Anna seraya menepuk pelan pundak wanita itu.
"Rumah Nona terbakar," ucapnya setelah berhasil mengendalikan diri.
"Hah?!" Anna terbelalak. Apa maksudnya?
"Rumah Nona mengalami kebakaran, dan saat ini, Ibu Nona beserta adik-adik Nona dalam perjalanan kembali ke sini."