Matahari bersinar cerah pagi itu, burung-burung berkicau dengan merdunya menambah indahnya pagi di kota Actium yang berada dj kerajaan Draíocht saat itu.
"tap" Levi meloncat dari atas ranjangnya.
Levi lalu berjalan perlahan ke arah jendela lalu membuka jendela di kamarnya itu.
"huuuuu haaaaa" Levi menghirup udara dan menghembuskannya secara perlahan sembari mengangkat kedua tangannya ke atas.
Lalu dia mengepalkan kedua tangannya itu, lalu berteriak;
"Aku harus lulus tes dan menjadi murid akademi tahun ini."
"uooooooaaaaa" teriak Levi dengan semangatnya.
Di saat Levi sedang berteriak dengan semangat, ibunya tiba-tiba masuk ke dalam kamarnya dengan wajah ketakutan.
"Levi, kamu kenapa berteriak pagi-pagi?" tanya ibunya dengan wajah khawatir.
"He he he, maaf bu, aku cuma sedang bersemangat pagi ini sebelum mengikuti tes." ucap Levi sambil menggaruk kepalanya.
"Ayo kamu sarapan dulu sebelum berangkat tes."
"Baik bu." ucap Levi sambil berlari mendatangi ibunya.
Levi lalu duduk sambil menunggu ibunya menyiapkan sarapan.
"Levi makan yang banyak ya." ucap ibunya sambil menyediakan sarapan untuk Levi.
Sebuah sup daging sisa kemaren dan sedikit nasi menjadi sarapan Levi di pagi itu.
"Selamat makan." Ucap levi yang makan dengan sangat lahap.
Setelah beberapa suap Levi lalu berhenti menyuap makanan ke dalam makanannya.
"Levi makanannya dihabiskan dulu, baru kamu berangkat.
"Levi sudah kenyang bu, nanti waktu tes Levi malah tidak bisa bergerak kalau kekenyangan.
"tapi nak."
Levi lalu berdiri dari kursinya, lalu datang memeluk ibunya.
"Doakan Levi ya bu agar bisa di terima di akademi."
"Doa ibu selalu berdoa untuk kamu nak." ucap ibunya sambil mencium kening Levi.
Levi lalu tersenyum lalu berangkat ke akademi.
"Di depan Rumah"
Levi yang menghentikan langkahnya, melihat ke atas langit.
Air mata menetes di mata sebelah kirinya, lalu dalam sedihnya dia berkata;
"Ibu sabar ya, Levi janji suatu hari nanti kita tidak akan kekurangan makanan, ibu pasti bisa makan sampai kenyang.
"Di saat yang bersamaan di dalam rumah"
Ibu Levi meilhat sisa makanan anaknya lalu menyimpannya untuk Levi ketika dia datang siang nanti.
"Maafkan ibu Levi, tidak bisa memberikan hidup yang layak untukmu, semenjak ayahmu meninggal hidup kita begitu sulit, ibu harap kamu berhasil menjadi murid di akademi agar masa depanmu lebih baik.
Lalu mereka berdua sama-sama menangis dengan sangat.
Levi lalu menghapus air matanya lalu berlari dengan cepat ke akademi untuk mengikuti tes.
" Di Akademi di kerajaan Draíocht"
Terlihat banyak anak-anak yang telah datang untuk mengikuti tes masuk di akademi itu.
Levi yang memiliki no antrian 87 terlihat berdiri jauh di belakang.
"Hei kau bocah miskin, dari pada kau melamar di akademi lebih baik kau jadi servant saja.
Servant adalah sebutan bagi seseorang yang hidupnya menjadi suruhan orang lain tapi sebagai gantinya dia akan mendapat upah sebagai imbal jasanya.
Namun di kerajaan Draíocht kehidupan seorang servant tidaklah baik, mereka diperlakukan semena-mena seakan-akan mereka itu budak.
"Hei!! Kau dengar yang ku katakan tidak!! Kau lebih cocok jadi servant dari pada murid akademi." Ucap anak lelaki itu yang badannya lebih tinggi dari Levi
"ha ha ha" beberapa orang mentertawakan Levi yang hanya berdiam diri.
"Pergi kau!!" anak lelaki itu sambil mendorong Levi hingga terjatuh.
Levi tidak menggubris ocehan maupun membalas perlakuan anak itu, dia lalu kembali berdiri ke barisan seakan tidak terjadi apa-apa.
Dari lantai atas akademi terlihat beberapa orang melihat ke arah Levi yang di tindas.
"Bocah itu cuma berdiam diri tidak membalas, bagaimana dia bisa menjadi seorang Praelia yang hebat.
"Kau itu bicara apa Alex, justru bocah itu memiliki dasar yang baik untuk menjadi seorang Praelia hebat.
"Temanku Loxh, bagaimana kau bisa menilai bocah penakut seperti itu bisa menjadi seorang Praelia hebat.
"Kau pikir saja, jika dia menguasai sihir tingkat tinggi lalu cuma karena ada orang membuat dia kesal lalu menyerang orang secara membabi buta, apa itu yang kau sebut Praelia hebat.
"Ya kau ada benarnya juga, tapi menjadi seorang yang bakal berada di garis depan di butuhkan keberanian.
"Kita lihat saja nanti bagaimana nasib anak itu si akademi." Ucap Loxh sambil yang sedang memainkan tiga buah bola api di tangannya.
"No 80" ucap petugas yang menerima murid akademi.
"Sedikit lagi, aku harus bisa." Ucap Levi dengan semangat.
Anak lelaki yang dari tadi mengganggu Levi kembali berulah, kali ini dia membisikkan sesuatu di telinga Levi.
"Sudah, menyerah saja, kau tidak akan bisa menjadi seorang murid di akademi."
Belum puas menghina Levi anak itu melanjutkan kata-katanya.
"Hei bocah miskin, bagaimana kalau kau jadi servant di rumahku, aku akan memperlakukanmu dengan baik, kau juga bisa mengajak ibumu untuk jadi servant ayahku."
Mendengar ibunya di hina, emosi Levi seketika memuncak.
Dia lalu berpaling melihat mata anak itu dengan pandangan tajam seakan ingin membunuh anak itu sekarang juga.
Anak lelaki yang sedari tadi menghina levi tiba-tiba terdiam, merasakan keinginan membunuh dari Levi membuat anak lelaki itu mundur beberapa langkah.
Levi lalu mengepalkan tangannya untuk memukul anak lelaki itu, namun seorang petugas meneriaki mereka.
"Hei kalian yang berada di sana, jika kalian memulai keributan akan langsung didiskualifikasi."
Mendengar hal itu Levi lalu berbalik badan, niatnya yang ingin memukul anak itu hilang ketika mendengar ancaman dari petugas yang berbicara kepada mereka.
"Demi ibu aku harus bersabar, karena yang penting sekarang ini aku harus lulus tes." ucap Levi yang menahan emosinya sambil mengigit bibirnya hingga berdarah.
Matahari sudah berada tepat si atas kepala, sebagian besar peserta tes sudah masuk kedalam dan sebagian ada yang pulang ke rumah dalam keadaan sedih.
" No 87." Panggil petugas itu.
"Akhirnya, giliranku tiba."
Levi lalu berjalan masuk ke dalam gerbang Akademi untuk memulai tes yang akan merubah masa depannya.