Bab 14

"Pelayan!" teriak salah satu tamu yang duduk di tengah-tengah area bar, membuat beberapa orang menoleh ke arahnya.

Lavina yang baru membereskan meja tak jauh dari sumber suara, berlari kecil menghampiri seorang lelaki berkemeja magenta dengan kumis tipis menghiasi bawah lubang hidung, rambutnya yang cepak serta tatapan mata tajam menyorot si bartender. Dia menyandarkan punggung ke kursi sofa cokelat, melipat kedua tangan dengan menaikkan sebelah alis saat Lavina datang dan berkata,

"Ada yang bisa dibantu, Pak?"

"Tadi kamu ya yang nulis pesanan saya?"

Lavina mengangguk kebingungan. Benaknya langsung berputar ke setengah jam yang lalu. Kemudian, dikeluarkan buku catatan pemesanan untuk memastikan bahwa apa yang dicatat itulah apa yang didengar dari si lelaki.

"Kenapa ya, Pak?" tanya Lavina.

"Saya tadi pesan cocktail bukan mocktail. Saya tidak bisa merasakan vodka di sini," tukas lelaki itu menunjuk gelas cocktail yang tersisa setengah. "Kamu mau menipu saya?"

Bibir Lavina menganga, jelas tadi dia mendengar bahwa lelaki itu memesan segelas mocktail. Bahkan saat di counter, dia sempat mendapati Reiki meracik minuman itu. Tidak mungkin pula Lavina salah mendengar pesanan tamunya. Dia sendiri yang mengulangi pesanan tamu yang dibalas anggukan.

"Maaf, tadi Bapak pesan mocktail vanilla barry freeze. Di menu memang tidak ada keterangan bahwa minuman itu beralkohol."

"Anda tidak menjelaskan hal itu tadi!" seru si lelaki dengan suara semakin keras membuat mereka berdua semakin menjadi pusat perhatian.

Jika dia bisa, Lavina mungkin sudah menampar bibir tebal yang sudah seenaknya menuduh dirinya tidak menjelaskan daftar menu. Gadis itu sudah melalukan sesuai prosedur, menjelaskan menu rekomendasi dan menu minuman baik yang beralkohol atau tidak. Mungkin otak si tamu perlu dibenahi agar bisa mengingat apa yang telah orang lain lakukan sebelum melampiaskan amarah tanpa alasan.

"Saya sudah menjelaskan, Pak," jawab Lavina setenang mungkin walau hatinya sudah membara.

"Budek kamu ya!" ejek si lelaki. "Dibilangin malah ngeyel!"

Hilang sudah kesabaran Lavina. Sontak tangan kanannya meraih gelas cocktail dan menyiramkannya ke wajah si lelaki seraya berseru, "Bapak yang ngenyel!"

Aksi itu mendapat jeritan di sekeliling Lavina. Beberapa orang membela sikap sang bartender namun sebagian besar justru menyalahkannya. Sejelek apa pun ucapan tamu, tidak semestinya pelayanan bar seperti itu. Tapi, Lavina sudah tidak peduli lagi dengan etika pelayanan jika ada seseorang yang seenaknya menuduh. Dadanya bergemuruh usai melampiaskan kekesalannya dengan puas.

Lelaki itu tidak terima, lantas dia berdiri seraya melayangkan tangan kanan hendak membalas Lavina. Namun, tangan itu tertahan di udara kala seseorang tiba-tiba mencengkeram erat.

"Reiki!" seru Lavina.

"Jika komplain, silakan ke saya," ucap Reiki. "Saya yang membuatkan minuman Anda."

"Saya pesan—“

"Saya bisa mendengar bahwa Anda pesan mocktail bukan cocktail, Pak," jelas Reiki. "Jika Anda memang beradab, bukankah Anda tahu cara komplain dan memperlakukan seorang perempuan?"

Nyali si tamu seketika menciut, dia berusaha melepaskan diri namun tenaga Reiki terlalu kuat. Yang ada, Reiki seperti sedang menghentikan aliran darah lelaki itu dan meremukkan tulang-tulangnya perlahan.

"Sa-sakit, cuk!"

"Stop Reiki!" lerai Gyan di belakang Reiki.

Seperti mendapat perintah, Reiki melepas cengkeraman tangannya di pergelangan tangan lelaki itu. Kemudian dia berbalik dan menatap Gyan dengan sinis. "Saya hanya membela Lavina, Mas, apa saya salah?" tanyanya. "Kamu enggak apa-apa, Lavina?"

Yang ditanya hanya terpaku seraya menggeleng lemah. Entah harus takjub dengan sikap pahlawan Reiki atau justru takut karena sorot mata lelaki itu berubah tajam seperti sedang mencabik-cabik tubuh.

"Kamu tahu prosedurnya, bukan asal main hakim," tukas Gyan. "Apalagi sampai membuat kericuhan. Kamu pikir kamu siapa? "

Reiki berjalan mendekati Gyan, menaikkan sudut bibirnya tanpa rasa takut. Mendadak, aura di sekitarnya terasa begitu panas dan membuat Lavina sedikit merinding. Dua lelaki itu saling menatap lurus sementara Gyan mengetatkan rahangnya lalu mengalihkan pandangan ke arah si tamu dan berkata, "Maaf atas ketidaknyamanannya. Kami akan mengganti minuman Anda, Pak."

"Saya sudah tidak mood untuk minum! Pelayanan di sini buruk, terutama dia!" tunjuk lelaki itu pada Lavina.

"Lavina tidak salah, Mas," bela Reiki.

"Saya tidak mau membuat runyam," balas Gyan," sudah kamu buat saja minumannya."

"Kami akan antar minuman pengganti ke kamar Anda, Pak," kata Gyan lalu menatap Lavina. "Kamu ikut saya!"