"Mantuku... " sapa Meili melempar tas jinjing ke arah suami di belakangnya, saat pintu rumah Lavina terbuka. Perempuan paruh baya itu memeluk dengan segala kerinduan setelah terakhir mereka bertemu usai pemberkatan bulan lalu.
"Eh, Mami, main lempar aja," gerutu Liang menangkap sigap tas bermotif kulit buaya berwarna kuning mencolok.
Mengabaikan omelan Liang, Meili menyuruh Lavina duduk di ruang tamu sambil menyodorkan deretan pertanyaan apakah menantu kesayangannya sudah berisi calon cucu yang didambakan. Meski tidak terlalu memaksa karena anak adalah anugerah dari Tuhan, hanya saja Meili menginginkan hadirnya tangisan bayi yang begitu dirindukan semenjak rumah di Surabaya kosong ditinggal pergi Gyan dan mendiang Chavali.
"Gimana sama Koko? Tokcer belum?" tanya Meili membuat Lavina menganga.