Please Help

“Nah itu dia. Tolong Bram, plissss.” Viona desperate. Apa yang barusan ia dengar adalah peluang sempurna untuk ia membalaskan dendam. Posisi sebagai sekretaris akan mmbuatnya mengetahui banyak dokumen rahasia perusahaan yang pada ujungnya bisa ia jadikan alat untuk membangkrutkan perusahaan itu.

Kendaraan berjalan melambat. Bram menghentikan kendaraan di jalan yang agak sepi.

“Ayolah, Bram. Gue butuh banget pekerjaan itu.”

Melihat bujukan Viona yang makin bertubi-tubi. Sebuah ide muncul begitu saja di benaknya. Sebuah ide nakal. Ia adalah tipikal pria pemburu cinta dimana bagi pria semacam itu tak ada lagi yang lebih menyenangkan selain menghadapi wanita yang sangat butuh pertolongannya. Bujukan Viona membuat Bram semakin yakin mewujudkan rencana atau ide nakal atas diri wanita itu.

Di balik pakaian duka yang dikenakan wanita itu ada tubuh kaya lekukan yang beberapa hari ini nakal menggoda imajinasi liarnya.

“Kamu ingin aku menolongmu?”

“O please Bram, pleaseeee…”

“Aku nggak bisa ambil keputusan dalam waktu cepat.”

“Pokoknya kamu harus bantu aku. Please!”

Bram diam-diam bersorak dalam hati. Dengan berpura-pura setengah hati ia lantas mengambil ponsel dan menelpon Ervan.

*

Ervan semangat sekali. Dari laptop yang terbuka di depannya ia membaca surat kontrak yang dikirim melalui email. Itu adalah kontrak perluasan kerjasama yang akan melibatkan perusahaanya dengan Kareem Lines, perusahaan logistic yang dikepalai Mr. Sahal.

Ia menyeringai bahagia. Usahanya minggu lalu meng-entertain orang itu dengan mengirim Shirley mendatangkan keuntungan.

Ponselnya mendadak bergetar. Ia mengangkat begitu melihat itu dari anak buah yang ia percayai. Bram ternyata menanyakan soal lowongan yang dikatakan oleh Ervan sudah tutup karena ia sudah menemukan kandidat lain.

“Sudah terlambat, Bram.”

Di ujung telpon, Viona yang duduk di samping Bram, ikut menguping. Ia lemas ketika tahu lowongan telah tertutup. Viona lalu memaksa Bram untuk membujuk. Mulut gadis itu memohon dan dengan tak bersuara mengucap “pliisssss.” Tapi Bram yang sebenarnya tahu bahwa masih ada peluang, memanfaatkan dengan menunjukkan betapa berat bagi dirinya untuk memenuhi apa yang gadis itu mau. Ia lalu menggeleng.

Dalam bingungnya bagaimana cara membujuk Bram, sebuah ide muncul di kepala Viona. Sebagai seorang wanita super cerdas, ia bisa menangkap bahwa Bram beberapa kali mencuri pandang melihat bagian-bagian tubuhnya. Ia sangat tahu bahwa pria itu ingin menjamah tubuhnya. Sesekali ia menangkap betapa mata Bram melihati ke arah dada. Situasi genting saat itu membuat Viona yakin ia bisa membujuk Bram agar mengikuti kemauannya.

Dari posisi duduk, Viona sedikit mengangkat tubuh. Bram terkejut ketika melihat wanita itu meloloskan CD tipis yang dikenakan! Ia tahu apa itu maknanya. Ia lalu sekuat tenaga dan keterampilan membujuk Bram untuk tetap memberi kesempatan masuknya calon sekretaris lain. dan begitu Viona melihat perjuangan Bram, ia langsung memberikan hadiah awal. Ia meraih satu tangan yaitu tangan kiri Bram lalu mengarahkan dan mendekapkan ke dadanya.

Lagi-lagi Bram bersorak dalam hati. Rencananya berhasil. Tak berpikir lama pria itu lalu memainkan dada Viona. Terkurung di balik celana, kejantanannya tegak seketika.

Mata Viona terpejam. Walau apa yang dilakukan tidak sepenuhnya disetujui hati kecil, ia tetap melakukannya. Ia terus menjaga agar Bram jangan sampai menyerah membujuk Ervan. Untuk itu menyediakan buah dadanya dikerjai. Puas dengan dada kiri, Evan berpindah ke dada kanan.

“Boss, gue punya calon. Dia pinter,jago semuanya. Dia desperate nih cari kerjaan soalnya butuh duit.. Dia nggak pusing soal gaji, yang penting kerja.”

Viona menggigit bibir. Remasan demi remasan membuat kewanitaannya lembab.

“Tolonglah boss. Kasih kesempatan, pasti boss senang karena dia itu pinter.”

Viona senang dipuji. Atas pujian itu pula ia lalu mengangkat blus hitam yang kenakan hingga ke atas dada. Bram mendegut ludah menyaksikan sepasang bukit kembar montok berbalut BH tipis berwarna krem terpampang di mukanya.

“Tentu, boss. Dia cantik. So pasti itu.”

Bram memberi isyarat pada Viona. Gadis itu lantas melentingkan tubuh. Kedua tangannya bergerak ke belakang punggung dan dengan sekali klik melepas pengait BH. Ini membuat kejantanan Bram makin mengeras.

Di sela-sela dialog Bram yang membujuk bossnya, tangan Bram terus menjelajah. Mengelus. Meremas. Memainkan puting demi puting gadis di sampingnya membuat kesadaran Viona akan dunia sekitar lenyap. Napasnya tersengal karena cumbuan berupa remasan dan cubitan nakal Bram.

Dan usaha Bram membujuk Ervan ternyata – seperti ia duga - berhasil. Ia memberi kesempatan calon dari Bram untuk maju. Betapa leganya Viona. Ia berterimakasih.

:”Tubuhmu mulus banget.”

“Thanks,” Viona berbenah dengan merapikan pakaian. BHnya kini ia pasang kembali. “Kamu akan dapet lebih dari itu kalo tujuanku berhasil.”

“Lima ratus juta kan?”

Wanita itu terkikik. “Lu naif banget.”

“So?”

“Once completed, you will get the money, and… I will do anything for you.”

“Bener nih… anything!”

Viona yang baru akan memasang CDnya tersenyum nakal. “Yes.”

Bram jelas tak keberatan. “Janji?”

”Ya.”

“Mana buktinya?”

Viona tertawa manja. Dengan manja, tangannya bergerak. Ia menyingkap rok hingga sepangkal paha.

“Itu.”

Saat Bram mau menjamah, ia memukul punggung tangan dengan galak.

“Cukup itu saja dulu buat sekarang.”

“Tapi….”

“Ssssh. Ada polisi datang deketin kita tuh. Ayo buruan kabur.”

*