Perjodohan pt 2

JEANE menggigiti kuku jempolnya dengan wajah cemas. Terhitung sudah hari kedua setelah kejadian di toilet, dan selama itu juga ketiga sahabatnya selalu menakut-nakutinya kalau Jeane akan segera jadi tahanan negara.

Leanna juga sering lari terbirit-birit karena melihat Avery di lorong sedang menuju ke arah mereka. Dia datang dengan membawa tanda bahaya bahwa mereka semua harus lari. Jika tidak, ia dan Jennie bisa jadi pelayan istana.

"Warning! Warning! Danger sedang menuju ke kantin! Kalian harus lari!"

Rosie baru saja datang dan langsung buru-buru memberitahu kedua sahabatnya untuk harus menyelamatkan diri. Dan detik itu juga Jeane dan Leanna berhambur lari dari kantin secara terpisah.

'Danger' nama panggilan akrab mereka kalau bahaya datang dan itu termasuk presensi Avery yang tak ingin keduanya lihat apalagi sapa. Mereka tahu kesalahan apa yang mereka perbuat di masa lalu tidak bisa dimaafkan begitu saja.

Jesslyn dan Rosie hanya bisa melongo saat Avery meninggalkan teman-temannya dan memilih untuk keluar dari kantin kala presensi seseorang menarik perhatiannya saat sedang berlari untuk menghindarinya.

"Menurutmu, pangeran mengejar Jeane atau Lea?" Tanya Jesslyn membuat Rosie kembali memutar otaknya yang memang bodoh sejak lahir dan mereka berpikir terlalu lama sampai lupa untuk membantu.

Sepertinya pelarian mendadak ini membuat lutut Jeane lemas. Sakit tiba-tiba merambat pada otot kakinya. Ia masih berusaha melarikan diri walau tertatih, setidaknya ia sudah menghindar jauh dari pangeran Avery.

"Lucas!" Panggilnya pada pemuda jangkung yang akan segera melewatinya. Melambai-lambai seolah ia berada di depan kamera dalam ruangan kosong.

"Astaga!" pekik Lucas melihat penampilan aburadul Jeane, "ada apa denganmu? Wajahmu seperti pemulung saja," sindir Lucas pada wajah Jeane yang berkeringat.

"LUCAS!"

"Bercanda, perempuan kenapa selalu sensian sih?" ucapnya membuat Jeane mencibik. "Tumben sekali kau memanggilku. Ada apa? Jangan-jangan kau suka padaku. Ihh jangan deh, kau itu bar-bar sekali,"

"Sekali lagi bicara begitu, kupukul kau!"

Memang biasa Lucas seperti itu. Pemuda yang cukup terkenal seantero universitas karna kebobrokannya dan cintanya yang tidak kesampaian pada Yuqi jurusan sebelah yang berasal dari china.

Lucas bukan tipe-tipe pria brengsek yang mempermainkan wanita. Akan tetapi di balik itu dia suka menggoda para gadis sampai terbawa perasaan dan setelah menyatakan perasaan gadis itu ditolak.

Sadis.

"Lucas ... kakiku kram," rengek Jeane seperti anak kecil.

"Tidak-tidak. Aku tiba-tiba punya firasat buruk," seru Lucas pada dirinya sendiri membuat Jeane memajukan bibir bawahnya dengan akting yang sedih sekali.

"Gendong aku." Rengek gadis itu merentangkan kedua tangannya.

Lucas terlihat bingung sambil menimbang-nimbang. Ingin meninggalkan tapi ia kasihan pada Jeane yang kelihatan lelah sekali. Namun kalau ia menuruti apa kata gadis itu, bisa-bisa mereka dirumorkan pacaran dan ia tak mau gadis yang ia sukai mendengar akan hal itu.

Namun ia bisa apa? Terlanjur digantung, Lucas jadi ingin melepaskan diri. Ia menatap Jeane lagi dengan wajah yang memelas kelewat imut membuat Lucas ingin menjitaknya. Kenapa sebal sekali?

"Aduh, tidak mau ah! Nanti badanku sakit-sakit, kau tidak sadar tubuhmu sebesar apa?" Ucapnya sontak mendapat jitakan.

"Kau bilang aku gendut?"

"Aduh, salah ngomong," gumam Lucas menyesal sendiri melirik Jeane yang berkacak pinggang. Bisa-bisa nyawa Lucas terancam, "iya-iya, Lucas yang tampan ini akan menggendongmu." dan detik itu juga wajah Jeane kembali berseri-seri sambil berjalan ke arah punggung Lucas yang sudah membungkuk.

"Mau kugendong sampai mana? Kuburan?" Celetuk pemuda itu sambil berjalan membelah lorong dengan Jeane sebagai penumpang. Namun detik selanjutnya kepala Lucas dijitak. Tidak tau terimakasih.

"Bodoh!"

"Aduh!" Adu Lucas menahan sakit. "Lagian sih, untuk apa lari-larian, memangnya kau dikejar rentenir?"

"Lebih dari rentenir, bisa-bisa masa depanku hancur." gadis itu berusaha menggambarkannya pada Lucas dengan tangan kecilnya.

"Paman-paman? kau mau dijadikan istri?" Dan jitakan ketiga kembali mendarat di kepala cantik Lucas.

"Tidak usah bertanya. Lagian kan kau juga untung, kalau si Yuqi-Yuqi itu tahu dan dia cemburu itu artinya dia juga suka padamu," ucapan Jeane membuat Lucas menghentikan langkah dan ia tersenyum riang.

"Benar juga. Tapi kalau dia tidak cemburu?" Ia kembali melanjutkan langkahnya dengan manyun.

"Cari gadis lain."

"Enak saja!" Pekik Lucas kaget saat mendapat jawaban yang tak sesuai dengan harapannya. Kalau begitu Lucas juga bisa. Dari dulu.

Selama perjalanan ia selalu saja beradu argumen tentang Yuqi dan semuanya selalu saja Lucas yang salah. Prinsip Jeane nomor satu perempuan tidak pernah salah dan yang kedua balik lagi ke nomor satu.

Lucas semakin kesal sampai ia tak fokus dengan apa yang ada didepannya. Ia menabrak seseorang, hampir saja ia berteriak untuk memaki. Namun melihat presensi orang itu Lucas mendadak bisu.

Teriakannya ia telan habis-habis kemudian gendongannya terlepas begitu saja.

Begitu pun Jeane tak ada bedanya dengan Lucas. Ia mendadak termangu dan menyembunyikam wajahnya dibalik punggung lebar Lucas.

Orang ini berbakat sekali jadi hantu atau jin, dia bisa ada di mana-mana.

"Y-yang mulia? m-maafkan saya. S-saya tidak melihat anda, saya mohon maafkan saya," Lucas membungkuk kemudian melirik Jennie mengisyaratkan agar gadis itu mengikutinya.

"Kau boleh pergi," ucapnya dingin pada Lucas dan setelah itu Lucas membungkuk lagi untuk beranjak pergi dengan Jeane yang senantiasa memegangi tangannya erat. Tak ingin lepas.

Tapi saat Lucas ingin pergi meninggalkan tempat itu tiba-tiba ia tertahan dengan Jeane yang senantiasa memegang tangannya dan tangan Jeane yang dicekal oleh Avery. Mereka seperti poster drama dengan cinta segitiga sebagai judul utamanya.

Dan Jeane jadi dilema. Dentuman di dadanya begitu kuat sampai rasanya mau keluar dari rongga. Ia menelan salivanya susah payah dengan matanya bergulir ke arah tangan kanan yang digenggam erat Avery, begitu pun tangan kiri yang berpegang erat pada Lucas.

Pria yang lebih muda berdehem dan tersenyum hangat setelah diberi tatapan mematikan oleh yang lebih tua. Ia kembali memandang Jennie yang terlihat meringis. Sejujurnya, ia kasihan. Namun ia putuskan pergi meninggalkan keduanya.

Setelah Lucas menjauh pergi Avery baru melepaskan genggamannya pada pergelangan tangan Jeane. Gadis itu senantiasa memberi tatapan sinis pada Avery yang juga menatapnya tajam.

Seolah-olah Jeane akan terbakar oleh tatapan matanya yang kelewat lekat dengan raut wajah yang tidak bisa diartikan di setiap jengkal ekspresi datarnya. Jeane menghela nafas.

"Anda kurang kerjaan ya?" -Jadi banyak waktu untuk mengejarku- sambung Jeane dalam hati.

"Saya, 'kan sudah minta maaf tempo hari." Kata Jeane menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Ia frustasi dengan keadaan canggung ini.

"Saya bahkan mengantarkan jaket anda ke laundry terdekat," belanya untuk dapat belas kasihan.

"Kau sudah tahu, 'kan?"

"Tahu apa? Tolong kalau bicara itu yang jelas. Saya bukan orang yang pandai menebak teka-teki,"

"Lalu apa arti kalung itu?" tunjuknya dengan bibir berisinya membuat Jeane memikirkan hal yang tidak-tidak. Ah sial, kenapa pemuda ini terlihat sangat menggoda? Apa dia sudah kena pelet.

"Ini? Kalung ini? Saya mendapatnya dari ibu saya. Jadi, tolong ya pangeran, biarkan rakyat anda ini hidup dengan tenang," tuturnya sembari mengatupkan kedua belah tangan memohon seperti poppy.

"Sudahlah." putus Avery berlalu pergi meninggalkan jennie dilorong sendirian dengan rasa penasaran yang membuncah membuatnya kesal karena ditinggalkan begitu saja.

Jeane menarik nafasnya dalam-dalam lalu menjambak rambutnya sendiri frustasi. Memangnya ada apa? Dasar pangeran menyebalkan!

●●

"Tuan ... ingin pijat?"

Gadis itu menanyakan hal yang tidak seharusnya saat menyambut sekretaris kerajaan yang datang kerumahnya tanpa ia duga. Dan pertanyaan itu yang masuk akal saat ia tak tau maksud dari orang tua ini berkunjung ke rumahnya.

Jeane melirik ke arah mobil yang baru saja dikendarai oleh orang berumur itu. Mobil mewah dengan bendera negaranya di kedua sisi. Jeane yakin orang ini pasti pejabat di kerajaan mereka.

Suatu kehormatan bagi keluarganya menyambut kedatangan para bangsawan. Pria tua bersetelan lengkap itu mengernyitkan dahinya bingung, tentu saja juga membuat Jeane bingung. Dan detik selanjutnya sekretaris kerajaan tersenyum.

"Sepertinya anda sudah siap," ucapnya membuat Jeane semakin bingung dan mengerjap beberapa kali.

"Siap? Ke mana? Ada perjamuan?" tanyanya semakin bingung, begitu pun saat kedua orang tua Jeane yang menghampiri mereka di pintu gerbang dengan wajah seperti tertangkap basah sedang melakukan kesalahan.

"Anda datang cepat sekali," Abian menyela ucapan mereka.

"Dan kami, belum memberitahunya," lanjut Ayahnya terlihat canggung sekali.

"Ayah? apa ada yang tidak kuketahui di sini? Ibu?"

"Biar saya saja," putus pria tua ini dengan tegas. "Nona Jeane, anda adalah tunangan kerajaan, calon permaisuri dari pangeran Avery. Dan saya sekretaris kerajaan ditugaskan untuk menjemput anda sekarang."

Sekali kerjap mata Jeane kemudian membola seolah ingin lepas dari porosnya. Menatap kedua orang tuanya secara bergantian, dan hanya dibalas anggukan oleh keduanya. Ia beralih ke arah sekretaris kerajaan yang juga menganggukkan kepala.

"Katakan padaku ini hanya april mop! Kalian tidak serius, 'kan?"

"Maaf Jeane ... tapi ini sudah bulan mei," ucap Edriana menyadarkan putri mereka.

"APA?"