Menaiki mobil antar-jemput memang menjadi pilihan paling realistis bagi Dessy. Setidaknya untuk hari ini. Mobil yang disediakan sebetulnya lumayan bagus. Tapi karena digunakan ramai-ramai mau tak mau ia harus menunggu sampai seluruh siswa hadir. Merasa tak nyaman atas suasana yang mulai gerah, Dessy membuka pintu di samping tempat duduknya. Caranya membuka pintu yang mendadak menimbulkan teriakan kecil dari seseorang yang rupanya ada di samping mobil.
Dessy menoleh ke sumber suara dan menemukan Adri tengah merunduk sambil meringis memegangi kepala. Pria itu memegangi keningnya yang rupanya terantuk karena pintu mobil dibuka mendadak. Dessy dengan cepat menyadari apa yang baru saja terjadi.
“Ups sori. Kena ya?” Dessy buru-buru meminta maaf. “Kenapa pake merunduk segala sih? Nyari duit?”
Permintaan maafnya tulus. Pertanyaannya juga. Namun Adri menanggapi dengan dingin.
"Kamu sengaja?"
"Nggak!"
"Ah, nyanda percaya kita."
"Terserah!"
Adri selama ini biasanya dikenal tidak banyak berbicara. Kali ini beda. Adri mulai berani menyatakan ketidaksukaannya. Seketika Dessy sadar. Adri tengah murka. Sesabar apa pun Adri, Si Bopung itu pasti jengkel juga karena sikap rekan-rekannya. Ketidaksukaannya pasti bertumbuh seiring masifnya Arjun cs mengerjai Adri. Dengan status Dessy sebagai kekasih Arjun, tidak sulit untuk menduga bahwa Adri juga pasti tidak menyukainya.
Ia sudah mau menyapa Adri dengan menyatakan maaf sebetulnya. Tapi begitu melihat Dessy sudah berada di bangku tengah mobil yang akan ia naiki, Adri langsung membalik badan dan mencari-cari Ibu Tanti.
Wanita itu adalah orang yang mengkoordinir dan sekaligus pemilik lima mobil antar jemput siswa-siswi baik SD, SMP, maupun SMA. Penyuka berat tayangan Mamah Dedeh itu belakangan ingin juga dipanggil Mamah. Uniknya, demi mempercepat sosialisasi nama barunya, beliau malah berani memberi potongan harga buat siswa pengguna antar-jemput yang memanggilnya dengan sebutan baru tadi. Semua siswa.
Kecuali Adri yang tak tertarik dengan diskon yang dinilainya tak seberapa.
“Ada apa?” tanya wanita itu saat melihat Adri melangkah ke arahnya.
“Tante Tanti, kita nanti naik mobil apakah?” tanyanya culun. Seperti biasa.
“Kita?”
Dalam bahasa daerahnya, ‘kita’ memang artinya adalah orang pertama tunggal ‘aku.’
“Maksudnya: aku nanti naik mobil apakah?”
“Mobil nomor 2. Warna biru. Tuh, di bawah pohon sawit.”
Adri langsung lemas. Mobil nomor 2 adalah kendaraan dimana tadi Dessy – sama seperti Arjun – sukses mengusili dirinya. Ia benar-benar tak habis pikir bagaimana sepasang sejoli bisa kompak menjahati dirinya padahal ia sendiri tak pernah menjahati mereka. Begitu membutakankah cinta sampai apa yang dibenci oleh salah seorang dari mereka akan juga dibenci pasangannya?
Sebetulnya Adri lebih suka naik kendaraan umum, seperti yang ia lakukan saat berangkat di pagi hari. Tapi, atas saran orangtua ia sudah terlanjur membayar uang muka untuk mengikuti mobil antar-jemput khusus saat pulang sekolah.
“Oto berikut, eh… mobil berikutnya kapan, Tante?”
“Yang next trip? Jam 5.00!” jawabnya ketus karena masih tak suka dirinya tidak dipanggil ‘Mamah’ oleh pemuda itu. “Memangnya kamu mau ikut di mobil yang pulang jam segitu?”
Adri mengangkat bahu. “Nyanda lah.”
“Nggak kan? Nah kalau begitu kamu naik yang jalan jam 2.30 aja. Naik mobil Mamah yang nomor 2 itu.”
“Menyebalin,” Adri menghembus nafas keras.
“Lho, kenapa menyebalkan?” Mamah Tanti memain-mainkan retsleting tas pinggangnya. Tempat dimana ia menyimpan uang, ponsel, charger ponsel, buku catatan, tiket tol, tiket parkir, permen, hingga perangkat kosmetik.
Tak segera mendapat jawaban, ia lantas mengulang. “Kenapa? Kamu nggak tahu ya kalo Dessy semobil denganmu?”
“Tahu,” jawabnya dengan ‘h’ yang terlalu jelas terdengar. “Justeru itu yang membuat aku nyanda mau, Tante. Dessy itu menyebal pun.”
“Menyebalkan,” Mamah Tanti lagi-lagi mengoreksi.
“Iyo, itu maksud kita tadi. Menyebalkan.”
"Menyebalkan?" Ucapan Adri membuat Mamah Tanti terkesima. “Ya ampun kamu tuh kampungan banget sih? Ada gadis cakep bukannya kamu manfaatin buat kenalan. Eh, koq malah musuhan? Mamah jadi heran deh.”
“Dia cantik tapi jahat, Tante.”
“Dia memang keliatan jutek tapi dia sebetulnya baik hati. Ramah. Nggak pelit."
"Tahu dari mana?"
"Mamah tahu sendiri,” katanya meniru ucapan khas idolanya.
“O ya?”
“Kalau Tante bantu supaya kamu jadian sama dia, berani bayar Tante berapa?”
“Dia kan pacar Arjun. Nyanda mau kita.”
Secercah pikiran mendadak muncul begitu saja ketika Tante Tanti mendengar ucapan Adri sesaat tadi.
"Kamu nggak mau? Mmmm... kalo sama janda, mau nggak?” tanyanya ganjen.
Adri mengerenyit kening. “Janda? Umur berapa, Tante?”
“Anu, di bawah … lima puluh,” jawab Mamah Tanti dengan mata berbinar seolah melihat sebuah harapan terbentang di depan mata sehingga buru-buru menyambung ucapannya. “Anaknya ada satu, cowok, seumuran sama kamu. Tapi - denger dulu! – dia punya banyak mobil lho. Iya, mobil anter jemput sekolah ini. Ada lima semuanya. Cocok tuh untuk kamu… “
Sadar bahwa yang dimaksud adalah diri Tante sendiri, Adri melangkah pergi.
“Tante cuma becanda lageeee. Hey! Hey, mau ke mana kamu? Jadi kamu ikut mobil yang mana?”
Adri mengacungkan jari tengah. Namun sedetik kemudian jari telunjuknya ikut diacungkan.
“Tetep di nomor dua? Ya udah, kamu tungguin di dalam mobil yah! Sabar.”
Sabar? Adri geram. Ia tak yakin akan seberapa jauh kesabarannya ketika harus bertemu terus dan satu kabin dengan Dessy!
Ketika mendekati mobil sempat terjadi kontak mata antara keduanya. Sayang itu berlangsung hanya sepersekian detik karena setelah itu Adri langsung membuang muka dengan mimik sebal. Dessy yang melihat sikap Adri seperti itu jadi merasa terlecehkan. Perasaannya yang tadi ingin memperbaiki hubungan dengan Adri jadi sirna seketika. Berganti rasa yang sama seperti yang Adri miliki saat itu. Perasaan sebal.
"Menyebalkan," Dessy menggerutu.
Gerutuan itu pelan sebetulnya tapi masih sempat tertangkap indera pendengaran Adri.
"Aku menyebalkan?" tanya Adri sengit.
"Ge er!"
Dengan kejengkelan meluap pintu depan mobil dibuka Adri. Ia kaget karena ternyata sudah ada seorang lain di sana. Elroy, siswa kelas 9 SMP yang sudah ia kenal baik. Tak enak melanjutkan suasana perang dingin dan demi melupakan percakapannya dengan Dessy, Adri mengajak Kyle mengobrol.
"Kak Adri, kak Adri," panggil Elroy setelah mengobrol beberapa saat.
"Ya, Dik."
"Cita-cita kakak apa sih?"
"Jadi orang kaya tapi nyanda sombong karena..."
Ucapan Adri terpotong ketika terdengar suara protes Dessy di belakangnya.
"Elo nyindir gue?"
"Nyanda."
"Bo'ong!"
Adri malas menanggapi. Suasana berubah sepi sampai kemudian Elroy kembali mengajukan pertanyaa.
"Kak Adri, kak Adri."
"Ya, Dik."
"Sakit typhus itu karena apa sih?"
"O itu gara-gara orang suka keluar malam. Istilahnya dugem atau dunia gemerl..."
Lagi-lagi terdengar suara protes Dessy di belakangnya.
"Sekali lagi elo nyindir gue, awassss!"
"Nyanda."
"Bo'ong!" balas Dessy sengit. "Sekali lagi ngehina, kue kepret lu!"
Ugh. Adri yang kesal sekuat tenaga menahan kejengkelan yang makin menyala di dalam dadanya. Tapi Elroy yang tak mengerti apa yang sesungguhnya terjadi masih saja aktif bertanya pada Adri yang memang ia kenal seperti Wikipedia berjalan.
"Kak Adri, kak Adri."
"Ya, Dik." Adri yang sadar bahwa kini ia harus berhati-hati dalam menjawab, tetap meladeni keingintahuan Elroy.