Boleh Ganti Pakaian Di Sini?

Pria yang tadi bermaksud merampok tapi malah sekarang jadi dermawan atas diri Clara sudah duduk di atas jok motornya ketika Clara memanggilnya.

“Hey! Tunggu, tunggu dulu! Jangan pergi dulu. Ada yang gue mau omongin!”

Pria itu menoleh dan melihat gadis itu mendatangi. Di tengah cuaca terang benderang ia baru menyadari bahwa gadis yang diperkirakan mahasiswi itu ternyata sangat cantik dan sedikit indo.

“Aku belum bilang terima kasih.”

Lagi-lagi pria itu tertawa. “Oh, kirain apa.”

“Kamu ngasih uang segitu apa nggak kebanyakan?”

“Kirain mau tanyain apa. Udahlah gak apa-apa. Aku berangkat dulu.”

Karena hendak memakai helm, untuk sementara ia pun melepas helm. Kini Clara jadi bisa melihat wajahnya. Tampan. Pria itu mungkin seumuran dengannya. Ia memakai helm, dan menyalakan motor.

“Nggak tau apakah kita akan ketemu lagi atau nggak. Tapi, boleh kutau namamu? Aku Kenny...”

Pria itu jelas sulit untuk melupakan gadis di depannya. Dengan wajah mengingatkan pada Cathy Saron, sangat sulit untuk mengabaikan gadis cantik itu. Ia masih berharap akan ada pertemuan lagi setelah ini. Entah kapan dan di mana.

“Nama gue Clara.”

*

Sopir taksi online yang mendapat order dari seorang pelanggan sudah tiba di titik tujuan sesuai GPS. Ia kini berada di dekat sebuah losmen bernama Motel Surya dan menghubungi pelanggan yang mengorder dan mengatakan bahwa ia sudah tiba di tujuan.

Sambil menunggu, ia melihati foto pengorder di layar ponsel.

Cantik.

Ia lalu mengecek di internet tentang hotel itu. Ia kaget setelah tahu bahwa motel itu ternyata sudah jamak dikenal sebagai hotel jam-jaman. Para pekerja sex komersial alias PSK menjadikan itu sebagai tempat favorit untuk melayani pelanggan. Dan bukan hanya mereka, para pria hidung belang juga demikian. Kedua kelompok orang ini menjadikan motel tadi sebagai tempat favorit dalam melampiaskan syahwat masing-masing.

Tak lama kemudian ia mendengar pintu belakang dibuka. Seorang gadis belia berkulit putih laiknya Tionghoa Singkawang, berambut pirang, ramping, dan cantik, sudah duduk di bangku belakang. Wajahnya masih bersimbah keringat menandakan keletihan yang dialami. Entah keletihan karena apa.

Yang membuat ia lebih penasaran adalah karena gadis itu mengenakan seragam mirip perawat tapi terbungkus dalam jaket panjang yang dikenakan. Ia sering mendengar bahwa beberapa gadis perawat sebetulnya bisa dibooking untuk kencan sesaat. Ah, ia jadi berspekulasi apakah gadis itu adalah salah satunya. Tapi hal itu tak mengagetkan sebetulnya karena setelahnya gadis itu dengan santai meminta izin agar ia bisa bertukar pakaian di dalam kabin mobilnya!

“Boleh kan kalo gue mau ganti pakaian di sini?

“Ha?”

“Boleh gak? Aku bayar tambahan kalo perlu.”

“B-b-boleh.”

Dan kemudian ia pun melaksanakan apa yang tadi diucapkan. Sopir taksi sampai sulit mengemudikan karena ia melihat ke arah depan namun kepingin juga melihat ke kursi belakang.

“Norak amat sih pak. Pengen liat gue telanjang?”

Si sopir menggeleng dengan takut-takut.

“Mangkanya, focus ke depan. Mengemudi yang baik.”

Si sopir mengiyakan. Ia kini hanya mendegar suara-suara pakaian dilepas, dicopot, retsleting tertutup.

“Gue udah selesai. Kalo mau lihat ke belakang, boleh juga.”

Si sopir menggeleng. “Buat apaan nonton yang udah pake baju lengkap. Nggak ada menariknya.”

Gadis itu terdengar terkikik. Ia memang sudah kembali mengenakan pakaiannya yang semula yaitu seragam minimarket. Kemudian, dengan badung, ia bangun dari duduk dan pindah ke kursi depan. Jelas hal ini membuat si sopir kaget.

“Gue nggak pake pakaian lengkap.”

“Ngaco.”

“Bener,” katanya nakal sambil memainkan lidah yang kini menjilat bibir atas. “Ada yang aku belum pake lho.”

Orang itu kaget. “Apa?”

“CD.”

Sopir itu sempat goyah saat mengemudi. Ini terasa lucu olehnya.

“Mas,” panggilnya dengan mendesah. “Boleh minta tolong supaya aku dipasangin?”

*

Hari itu menjadi hari yang berat buat Clara. Usahanya menemui produser rekaman ternyata hanya berakhir dengan janji tanpa komitmen. Tawarannya untuk menjadi pengisi suara untuk sebuah film animasi dianggap sudah terlambat diajukan karena sudah diisi orang lain. Ia galau. Sebagai seorang yang pernah mencapai puncak kejayaan – kendati hanya setahun – ia ingin mencapai kembali popularitasnya. Menjadi celebram pun sudah ia jalani, tapi hasilnya tak seberapa.

Dalam keadaan tertekan Nova menghibur dan mengatakan bahwa dengan fisik seindah dirinya, Clara harusnya tak perlu galau karena kesempatan bagi dirinya masih banyak di luar sana. Atas info ini Clara sependapat karena ia juga sudah mendapat panggilan untuk menjadi model majalah dalam waktu dekat.

Mobil yang dikendarainya sudah tiba di gerbang. Saat ia hendak melewati, dan karena jendela mobil yang terbuka, ia bisa mendengar suara seseorang menyapa dirinya.

“Selamat sore, Neng.”

Ia melirik sekilas. Pak Kumis.

Ah, ia kesal. Kenapa perhatian justeru ia dapatkan dari si bongkok itu, pak Kumis, yang ia tak pernah tau siapa nama aslinya. Bukannya menjawab sapaan ia malah kini memerintahkan orang itu.