Nadila masih tak mampu menjawab. Nafasnya tinggal satu-satu, Nadila hanya bisa mengangguk sambil tersipu malu. Ia sudah tidak berdaya diperlakukan begini oleh Beny dan tidak pernah idisangka karena sehari-hari Beny sangat sopan dan ramah.
Selanjutnya tangan Beny yang satu merangkul pundaknya dan yang satu di bawah memegang penisnya sambil digosok-gosokkan ke bibir kemaluan Nadila. Hal ini makin membuat Nadila lemas ketika merasakan kemaluan yang besar menyentuh bibir kemaluan. Nadila merasa takut tapi kalah dengan nikmatnya permainan Beny. Di samping itu pula ada perasaan bingung yang melanda pikiran. Kemaluan Beny yang besar itu sudah amat keras dan kakinya makin direnggangkan sambil salah satu dari pahanya diangkat sedikit ke atas. Nadila benar-benar setengah sadar dan pasrah tanpa bisa berbuat apa-apa. Kepala kemaluannya mulai ditekan masuk ke dalam lubang kemaluannya dan dengan sisa tenaga yang ada, Nadila mencoba mendorong badan pria itu untuk menahan masuknya kemaluannya. Tapi Om membujuk dan mengatakan bahwa itu tidak akan dimasukkan semua. Cuma ditempelkan saja. Nadila jadi membiarkan kemaluannya itu ditempelkan di bibir kemaluannya.
Tapi selang tak lama kemudian perlahan-lahan sang phallus itu ditekan-tekan ke dalam lubang vaginanya, sampai kepala penisnya sedikit masuk ke bibir dan lubang vaginanya. Kemaluannya jadi menjadi sangat basah. Ketika ini terjadi dengan sekali dorong kepala penis masuk ke dalam lubang vaginanya. Gerakan ini membuatnya terkejut karena tidak menyangka ia akan memasukan penisnya ke dalam kemaluannya seperti apa yang dikatakan olehnya. Sodokan penis membuat kemaluannya terasa mengembang dan sedikit sakit. Seluruh kepala penis sudah berada di dalam lubang kemaluannya dan selanjutnya pria itu mulai menggerakkan kepala penisnya masuk dan keluar dan selang sesaat Nadila mulai menjadi biasa lagi. Perasaan nikmat mulai menjalar ke seluruh tubuhnya. Terasa ada yang mengganjal dan membuat kemaluannya serasa penuh dan besar.
Suara lirih kembali keluar dari mulut Nadila dan ia mulai terlena lagi dilanda kenikmatan. Tiba-tiba Beny mendorong penisnya dengan cepat dan kuat, sehingga penisnya menerobos masuk lebih dalam lagi dan merobek selaput daranya. Nadila menjerit karena terasa sakit pada bagian dalam vaginanya oleh penis Om yang terasa membelah kemaluan.
“Aadduuhh… saakkiiitt… Omm… sttoopp… sttopp… jaangaan… diterusin”, Nadila meratap dan kedua tangannya mencoba mendorong badan pamannya. Tapi sia-sia saja. Nadila tahu saat itu keperawanannya telah berhasil ia renggut.
Beny mencium bibirnya dan tangannya yang lain mengelus-elus buah dadanya untuk menutupi teriakan dan menenangkan Nadila. Teknik ini berhasil. Rasa sakit di vagina perlahan sirna. Namun tangan Beny masih tetap menahan bahunya sehingga Nadila tidak dapat berkutik. Badannya hanya bisa menggeliat-geliat dan pantatnya ia coba tarik ke atas tempat tidur untuk menghindari tekanan penisnya ke dalam liang vaginanya. Tapi karena tangan Om menahan pundaknya maka Nadila tidak dapat menghindari masuknya penis lebih dalam ke liang vaginanya. Rasa sakit masih terasa olehnya dan pria itu membiarkan penisnya diam saja tanpa bergerak sama sekali untuk membuat kemaluannya terbiasa dengan penisnya yang besar itu.
“Om, ken-apa di-dimasukin semuahh? K-kan… jan-jinya hanya digosok-go-sok saja?”
Ucapan memelas tadi diabaikan. Om mengatakan itu tidak apa-apa dan hanya senyum-senyum saja. Ia hanya membalas dengan ciuman. Ia juga menjilat, menggigir, dan meremas buah dadanya utk menenangkan. Buah dada Nadila cukup besar sebetulnya. Namun baru ‘terpakai’ setelah mereka memasuki kebersamaan sejauh ini. Tapi itu soal lain. Ada hal yang lebih serius yaitu di vagina. Ada benda besar di sana yang sudah sedari tadi berdiam diri demi agar dirinya terbiasa.
Nadila merasakan kemaluan Omnya itu terasa besar dan mengganjal dan rasanya memadati seluruh relung-relung di dalam vaginanya. Kehadiannya terasa sampai ke perutnya karena panjangnya penis orang tersebut.
“Om… Dila…. Takuttt..”
“Tenangg. Gak apa-apa.”
“Tapi…”
“Diem aja. Kamu tuh nggak diapa-apain koq.”
Nadila bingung dengan ucapannya.
‘Dia bilang Nadila gak diapa-apain tapi vagina Dila terisi penuh oleh kont*lnya. Kok gak nyambung sih?’
Dalam kebingungannya dan ketika bahwa Nadila mulai tenang dan terbiasa. Beny kemudian mulai memainkan pinggulnya lagi. Ia gerakkan maju mundur sehingga penisnya memompa kemaluan Nadila. Badan Nadla jadi tersentak-sentak dan menggelepar-gelepar, sedang dari mulutnya hanya bisa keluar suara, “Ssshh… ssshh… oohhohh… Om, ja-janganhhh... Dila ta-khuttt..."
Dan tiba-tiba perasaan dahsyat melanda keseluruhan tubuh gadis itu. Bayangan hitam menutupi seluruh pandangan. Sesaat kemudian kilatan cahaya serasa berpendar di matanya. Sensasi itu sudah tidak bisa dikendalikan lagi oleh pikiran normal. Seluruh tubuh Nadila kini diliputi sensasi yang siap meledak. Buah dadanya terasa mengeras dan puting susunya menegang ketika sensasi itu kian menguat, membuat tubuhnya terlonjak-lonjak di atas tempat tidur. Seluruh tubuhnya meledak dalam sensasi, jari-jarinya menggengam alas tempat tidur erat-erat. Tubuhnya bergetar, mengejang, meronta di bawah tekanan tubuh pria ketika Nadila mengalami orgasme yang lebih dahsyat dari sebelumya. Nadila merasakan kenikmatan berdesir dari vaginanya, menghantarkan rasa nikmat ke seluruh tubuhnya selama beberapa detik. Terasa tubuhnya melayang-layang dan tak lama kemudian terasa terhempas lemas tak berdaya, tergeletak lemah di atas tempat tidur dengan kedua tangan yang terentang dan kedua kaki terkangkang menjulur di lantai.
Melihat keadaan Nadila, Beny makin terangsang. Dengan ganasnya dia mendorong pantat dan menekan pinggulnya rapat-rapat sehingga seluruh batang penisnya kini terbenam sepenuhnya dalam kemaluan Nadila. Cara ia melakukannya sungguh dahsyat.
Nadila hanya bisa menggeliat lemah karena setiap tekanan yang dilakukannya, telah membuat clitorisnya tertekan dan tergesek-gesek oleh batang penisnya yang besar dan berurat itu. Hal ini menimbulkan kegelian yang tidak terperikan. Hampir setengah jam lamanya Beny mempermainkannya sesuka hatinya. Dan saat itu pula Nadila beberapa kali mengalami orgasme. Dan setiap itu terjadi, selama 1 menit Nadila merasakan vaginanya berdenyut-denyut sampai akhirnya pada suatu saat Om berbisik dengan sedikit tertahan.
“Sayang, Om Beny… mau… keluar…”
Tiba-tiba, Beny bangkit dan mengeluarkan penisnya yang bernoda darah dari vaginanya. Dan kemudian… cret… crett… crett… spermanya berloncatan dan tumpah tepat di atas perut gadis belia di depannya. Om terlambat mencabut sebetulnya krn pada tembakan pertama, itu terjadi ketika penisnya masih dalam vagina. Entah ia sengaja melakukan itu atau tidak. Pada semburan berikut dan berikutnya lagi ia lakukan di atas perut. Tangannya dengan gerakan sangat cepat mengocok-ngocok batang penisnya seolah ingin mengeluarkan semua spermanya tanpa sisa.
“Aahh…”.
Beny mendesis panjang dan kemudian menarik napas lega.
Dibersihkannya sperma yang tumpah di perut Nadila. Setelah itu mereka berdua tergolek lemas sambil mengatur napas yang masih agak memburu sewaktu mendaki puncak kenikmatan tadi. ia memandangi wajah Nadila yang masih berpeluh untuk kemudian disekanya dengan kain sprei. Dikecupnya Nadila dengan lembut di bibirnya sambil tersenyum.
“Terima kasih sayang.”
Bisikan itu tak Nadila dengar. Ia yang sudah amat lemas kini terlelap di pelukan pria yang lebih pantas jadi ayahnya itu.
Setelah kejadian itu, pada mulanya Nadila benar-benar merasa gamang. Awalnya ada rasa sesal dan jijik. Tapi dilain pihak perasaan aneh berkecamuk dalam diri. Perasaan aneh yang membuatnya tak mudah berkonsentrasi dalam segala aspek hidupnya.
*