Om Yang Nakal

Saat sedang membungkuk membenahi seprei tempat tidur yang dipakainya Nadila tak terkejut ketika terasa roknya diangkat. Hmmm, Om Beny jelas telah tergoda ulahnya.

Tak lama dua tangan kekarnya memeluk dari belakang. Terasa ada dengusan napas hangat menerpa pipi Nadila. Pipinya dicium. Dua tangan kekar mendekap dari belakang sedemikian rupa sehingga kedua telapak tangannya kini saling menyilang di pinggang kanan-kiri Nadila yang ramping. Nadila pura-pura memberontak pelan. Saat menengok ke belakang Beny yang sedang memeluk segera saja mencium bibir ranumnya. Tubuh Nadila gemetar ketika tangan kokoh Beny mulai bergerak ke atas dan meremas payudara dari luar seragam sekolah.

“Diam sayang. Kamu tau dari dulu Om sangat menyayangimu,” bisiknya di telinga sehingga membuat Nadila tersanjung. Bisikan itu juga membuatnya geli saat ada dengusan nafas hangat menyembur bagian sensitif di belakang telinga.

Dekapannya semakin ketat sampai gadis itu merasakan ada semacam benda keras menempel ketat di belahan pantatnya. Ia semakin menggelinjang kegelian saat bagian belakang telinga terasa digelitik oleh benda lunak, hangat dan basah!

Auch. Rupanya Beny sedang menjilati bagian belakang telinga. Tanpa sadar ia melenguh. Beny memang sangat piawai dalam menaklukkan wanita.

“Ja-jangannhh!” Nadila mendesis antara menolak dan juga enggan melepaskan diri.

*

Trisno baru saja menyelesaikan tugas sebagai suami yang baik. Nafkah batin sudah ia berikan pada Dewi, isterinya, yang kini tengkurap telanjang di atas ranjang. Ia baru saja memperkenalkan anal sex pada isterinya. Aksi itu ternyata menyenangkan sekali walau bagi Dewi ia harus menerita perih dan sakit. Biarlah untuk beberapa hari mungkin isterinya tak bisa berjalan dengan baik. Tapi ia yakin Dewi akan terbiasa dan lama-kelamaan malah akan menjadi terbiasa. Ia tadi melakukan sodomi dan berlanjut dengan ejakulasi di wajah cantiknya.

Dengan lembut Trisno membelai kepala isterinya. Kepala yang selama ini banyak tertutup kerudung itu kini bukan hanya tak tertutup melainkan bersimbah keringat dan air mani.

“A’a narik dulu ya, Ma.”

Tak ada jawaban keluar dari mulut Dewi. Trisno lalu pergi dari rumah.

*

Beny tahu bahwa kata ‘jangan’ yang terlontar dari Nadila hanyalah pura-pura. Bibirnya semakin menjalar ke depan hingga akhirnya bibirnya mulai melumat bibir kemerahan Nadila. Seprei yang tadinya ia pegang terlepas sudah. Tangannya kini bertumpu memegang dua punggung tangan Beny yang sedang sibuk meremas dan mendekap kedua payudaranya.

Napas Beny semakin menggebu seperti kerbau. Lidahnya mulai bergerak-gerak liar menyelusup ke dalam rongga mulut. Nadila tak tahan lagi. Tubuhnya seperti mengawang hingga ke awan. Kakinya limbung seolah tanpa pijakan. Sekarang ini, tubuh itu sudah bersandar sepenuhnya pada Beny yang terus mendekapnya. Mata Nadila terpejam merasakan sensasi lebih besar yang segera akan ia alami. Tanpa terasa lidahnya kini ikut menyambut serangan lidah Beny yang bergerak-gerak liar. Selama beberapa saat lidah mereka saling bergulat bak dua ekor ular yang sedang bertarung. Mulut berdecak karena ludah yang menyatu dan bahkan sampai menetes-netes.

Nadila membuka mata, wajah Beny sangat dekat dengan wajahny. Kedua tangannya dengan lincah merangkul dan meremas kedua payudara. Anehnya, setelah itu Nadila tak merasa perlu menghindar. Keringat sudah mulai keluar dan bahkan menetes. Sesaat kemudian ia merasakan ada sesuatu yang mendesak-desak dan harus tersalurkan. Ia kini membiarkan saja tangan Beny saat mulai menyusup ke balik seragam dari bagian bawah.

Nadila semakin menggelinjang saat tangan pria itu mulai meraba perutnya yang rata. Perlahan namun pasti tangan besar dan berbulu itu mulai merayap ke atas dan ke bawah. Tangan kanan Beny mulai menyentuh payudara, sementara tangan kirinya mulai menyusup ke balik rok. Ia tak sadar tangannya bergerak ke belakang dan mulai meremas bulu-bulu kemaluan.

Tubuh keduanya masih berhimpit berdiri menghadap searah. Beny masih tetap mendekapnya dari belakang. Bibirnya melumat bibirnya sementara kedua tangannya mulai meraba dan meremas bagian-bagian sensitif tubuh Nadila. Iapun tak tinggal diam tangannya tetap meremas-remas rambutnya.

Untuk beberapa lama, Beny masih melumat bibir. Ia harus jujur bahwa ia juga sangat ikut menikmatinya. Ia masih tetap belum menyadari atau mungkin terlena hingga tak menolak saat tangan Beny mulai menyusup ke balik baju dan menyentuh apa yang seharusnya dijaga. Nafasnya semakin memburu dan ia mulai merasakan bagian selangkangannya mulai basah. Apalagi saat ibujari dan telunjuk Beny mulai mempermainkan puting payudaranya yang sudah semakin mengeras. Tubuhnya semakin bergerak liar hingga benda keras yang menempel ketat di belahan pantatnya terasakan semakin mengeras.

Desakan aneh semakin kuat mendorong di bagian bawah. Tubuhnya semakin melayang saat tangan kiri Beny dengan lembut mulai memijit-mijit dan meremas gundukan bukit di bagian selangkangan. Spontan ia merenggangkan kaki demi mempermudah akses untuk jarinya bermain disana.

Jari-jarinya terasa licin bergerak menyusuri belahan hangat di selangkangan gadis itu. Rupanya Nadila sudah begitu basah. Dan Beny tahu kalu ia sudah dalam genggamannya. Ia memang sudah menyerah dalam nikmat sedari tadi. Apalagi ia memang juga mengagumi Omnya ini.

Tubuhnya berkelejat liar seperti ikan kurang air saat jemari Beny mempermainkan tonjolan kecil di bagian atas bukit kemaluan. Jarinya tak henti-hentinya menggocek dan berputar liar mempermainkan kelentitnya serta kemudian ia keluar-masukkan jari tengah di vagina .

“Akhh.. Oomphf..” desisannya terhentikarena bibirnya keburu dikulum oleh bibir Beny.

Ia sudah merasakan terbang mengawang. Desakan yang menuntut pemenuhan semakin membuncah dan akhirnya dengan diiringi hentakan liar tubuhnya ia merasakan ada sesuatu yang menggelegak dan ia mengalami orgasme!! Ahhh, inilah yg ia cari. Tubuhnya terasa ringan dan tak bertenaga sesudah itu.

*

Felix menghadap Zul, sang pemilik kost. Setelah sekian lama bekerja – yang sebetulnya adalah sebuah penyamaran – ia lalu meminta agar Zul menambah tenaga pendamping untuk dirinya. Dengan tambahan tenaga, Felix menjamin bahwa pekerjaan akan lebih cepat. Lagipula ia tidak membutuhkan tenaga dengan keterampilan khusus. Siapa saja bisa diterima, termasuk anak-anak muda di sekitar tempat lokasi kost.

Zul mulanya keberatan. Tapi saat mengetahui bahwa biaya yang dikeluarkan hanya sedikit, ia pun setuju.

*

Sejak resmi menyatakan diri sebagai sepasang kekasih, Jayat mulai rajin mendatangi salon. Jelas tujuannya adalah demi untuk menunggui Bella sebelum kemudian mengantar pulang atau mengajaknya jalan. Ini adalah kencan-kencan pertama dan ia biasa datang sepuluhan menit sebelum jam pulang salon. Jika ada tamu yang harus dilayani lebih lama, Jayat pun setia menunggui.

Hari ini, sore hari tepatnya, mereka kembali bertemu. Walau Jayat tak memiliki kendaraan sendiri – bahkan motor pun tidak – itu tak mengurangi cintanya. Mereka kemudian menumpang bajaj dan tiba di sebuah mall dimana restoran yang mereka tuju ada di dalamnya. Selama dua jam berikut mereka habiskan dengan makan malam, mengobrol, serta bercerita tentang banyak hal. Bagi Bella, kencan malam itu sederhana namun cukup berkesan karena Jayat adalah cinta pertamanya. Jayat sendiri mengakui bahwa Bella bukan yang pertama. Tapi bagi Jayat, Bella adalah gadis tercantik yang ia pernah miliki selama ini. Sebuah pujian yang membuat Bella tersipu dan bangga. Seiring panjangnya obrolan, Jayat pun obrolan dan candanya mulai menjurus. Ya, menjurus apalagi kalau bukan porno. Ucapan Jayat juga makin vulgar dan Bella jadi terpancing dengan menanggapi dengan tak kalah vulgar. Malam itu mereka banyak tertawa namun Bella mengakui bahwa ia bukan hanya tertawa. Humor-humor jorok dan ucapan vulgar sukses membuat dirinya mulai terangsang. Asmara adalah dunia yang baru baginya dan ucapan semacam itu ternyata bisa membuat libidonya aktif.

*