Hutang?

"Tidak perlu, biarkan mas saja yang ..."

"Mas, tolong pikirkan kesehatan mas deh!" Suara Juna benar-benar mengkhawatirkan kakak tertuanya itu.

"Benar mas, mas harus fokus untuk kesehatan juga jangan bekerja terus-menerus deh!" Heru juga mengkhawatirkan kakaknya sama seperti Juna mengkhawatirkan Agus.

Agus hanya terdiam saat kedua adiknya mulai mengkhawatirkan kesehatan dirinya. Sebenarnya Agus tidak ingin adik-adiknya mengkhawatirkan dirinya, karena kalau kedua adiknya mengkhawatirkan dirinya. Sudah pasti Agus tidak di izinkan lagi bekerja keras setelah sembuh.

"Mas istirahat saja!" Heru ingin menuntun Agus menuju kamarnya.

Saat ini Agus hanya bisa menuruti apa yang akan di lakukan oleh kedua adiknya. Namun Agus juga berusaha untuk kembali sehat agar bisa kembali bekerja seperti biasa.

***

Pukul 12 siang lewat 30 menit. Seorang gadis cantik yang memiliki lekuk tubuh yang sangat ideal, baru saja masuk kedalam ruangannya David.

"Daddy!" teriak aku yang langsung menghampiri David.

David memutar kursi kerjanya kearah pintu dan berkata. "Hei sayang, Daddy pikir kamu tidak jadi kesini," ucap David sambil tersenyum.

"Jadi dong!" Tiba-tiba saja aku duduk di pangkuannya David. Walaupun aku sudah besar namun aku selalu bertingkah seperti anak kecil saat bersama David.

David juga selalu memperlakukan diriku seperti anak kecil. Sekilas David memelukku dari belakang setelah itu seseorang masuk kedalam ruangannya.

"Ma ... maaf bos," ucap seseorang itu setelah melihat posisi kami seperti sepasang kekasih.

"Tidak apa, ada apa Siska?" David melepaskan pelukannya lalu menatap seseorang tadi.

Seseorang tadi adalah Siska selaku sekertarisnya David di kantor. Lalu aku bangun dari pangkuannya David dan melangkah menuju sofa, aku langsung duduk disana dan menyalakan tv.

"Permisi, ini saya ingin membawa beberapa berkas hari ini," kata Siska yang sudah berdiri didepan meja kerjanya David.

"Oke!" David hanya menganggukkan kepalanya lalu Siska memberikan berkas itu padanya.

"Kalau begitu saya permisi bos!" Siska adalah sekertaris David yang sangat sopan dan ramah, ia ingin melangkah pergi namun langkah kakinya terhenti saat...

"Siska, tolong pesankan makan siang untukku dan anakku!" pinta David pada sekertarisnya.

"Baik bos, makan siang apa?" tanya Siska sambil menatap bosnya.

"Aku mau makan masakan Sunda," jawab aku sambil menatap Siska.

"Masakan Sunda?" David mengerutkan keningnya.

"Itu loh Daddy masakan Sunda yang biasa dibuat nenek kalau kita ke rumah mommy yang di Bogor," ucapku sambil menjelaskan padanya.

"Oh iya Daddy ingat!" Akhirnya ingatan David masih bagus. "Kalau gitu pesan masakan Sunda saja!" David menatap sekertarisnya yang sedang melongo menatap ke arahku.

Siska benar-benar melongo menatap diriku ketika aku ingin makan siang dengan menu masakan Sunda. Karena Siska bukan orang pegawai baru di kantor ini, ia sudah tau asal-usul keluarga Hernandez.

"Siska, apa kau mendengarkan apa yang saya bicarakan!" Suara David sedikit tinggi karena melihat sekertarisnya tidak menatap dirinya saat membahas makan siang. Karena Siska masih sibuk menatapku namun aku fokus menatap tv.

"Oh, iya bos aku dengar!" Siska akhirnya menatap kearah David dengan anggukan kepala.

"Ya sudah!" David tidak memperpanjang masalah itu, akhirnya Siska pergi dari ruangannya untuk memesan makan siang.

David bangun dari kursi kerjanya dan melangkah menghampiriku dengan ponsel yang sedang ia genggam. David duduk di sampingku sambil membelai rambut panjangku.

"Sayang, hari ini kamu belanja apa sampai seratus juta?" Suara David tidak terdengar terkejut saat menyebutkan nominalnya, sudah pasti David menerima notifikasi dari black card nya yang sudah aku ambil begitu saja.

"Aku tidak belanja apa-apa tadi Lauren meminjam uang karena card dia ketinggalan di rumah," ucapku.

"Oh begitu!" David benar-benar tidak terkejut atau takut Lauren tidak membayarnya.

"Oh ya Daddy, aku minta uang seratus ribu," aku langsung melirik kearah David yang baru saja menatap ponselnya.

"Seratus ribu?" Kini David sedikit terkejut saat diriku menyebutkan nominal seratus ribu.

Aku mengangguk dan berkata. "Aku punya hutang seratus ribu," ucapku lagi yang masih membahas seratus ribu.

David semakin terkejut saat diriku berhutang, lalu ia mengerutkan keningnya dan mengatakan. "Hutang sama siapa? Kenapa bisa kamu berhutang sangat sedikit?"

Sedikit? Benar seratus ribu sangat sedikit menurut David. Apa lagi David tidak pernah mendengar uang-uang sedikit itu. Karena David pengusaha sukses dan sangat terkenal.

"Hutang sama Robi, tadi aku naik taksi lalu lupa kalau tidak ada uang cash," jelas aku. "Eh Daddy, dua ratus ribu saja deh!"

"Loh, kenapa naik lagi?" David bingung dengan anaknya yang seperti sedang bimbang saat membahas uang cash.

"Iya dua ratus saja!"

"Oke!" David mengeluarkan dompetnya dan mengambil uang berwarna merah dua lembar, lalu memberikannya padaku. "Ini!"

"Thanks you Daddy!" aku langsung mengambil uang itu dan menyimpan diatas meja.

"Malam ini mau makan malam dengan menu apa?" David mulai membahas menu makan malam.

"Daddy, sepertinya aku tidak bisa makan malam dengan Daddy!"

"Loh, kenapa?" David kembali terkejut.

"Aku mau main sama Lauren dan James boleh tidak?"

"Boleh, asal sama pak ..."

"Daddy, aku bukan anak kecil loh dan aku juga ingin di bebaskan oleh Daddy," ucapku dengan pelan dan wajah sedikit cemberut.

Bebas? David langsung mengingat istrinya. Istrinya yang saat ini entah berada dimana. David sadar kalau dulu dirinya tidak pernah memberikan kebebasan pada Dewi selaku istrinya David. Namun setelah Dewi di berikan kebebasan, David malah merasakan sakit seperti ini. Seketika David menatapku dengan dalam, ia tidak ingin anak semata wayangnya menjadi seperti Dewi.

"Daddy, tidak boleh ya?" aku masih memasang wajah cemberut dan sedikit memelas, ini adalah kunci agar David mengizinkan diriku.

"Boleh sayang, asal jangan terlalu malam pulangnya!" David mengusap kepalaku dengan lembut.

"Siap Daddy!"

Setelah mengobrol cukup lama, tidak lama kemudian makan siang dengan menu Sunda datang ke ruangannya David.

"Yeay akhirnya!" Seperti tidak sabaran, aku langsung mengendus-endus aroma masakan Sunda ini yang masih wangi.

"Terimakasih Siska!" David menatap sekertarisnya.

"Sama-sama bos!" Siska sedikit tersenyum lalu kembali pergi dari ruangan David.

Aku dan David kembali berdua berada didalam ruangan. Karena aku sangat lapar, aku langsung makan dengan lahap. David menatapku sambil tersenyum.

"Makannya pelan-pelan ya anakku!" David sangat lembut saat bersamaku, suaranya terdengar seperti mengkhawatirkan anak kecil.

"Daddy ayo makan, ini sangat enak," ucapku setelah menelan nasi liwet yang sangat lezat.

"Iya sayang!" David ingin memakan nasi liwet dan hidangan Sunda lainnya itu, namun ponselnya David bergetar ada pesan masuk.

Sekilas aku melirik kearah David yang langsung membuka pesan itu.

Vanya.

David, malam ini aku tunggu di Apartemen!

Sekilas David tersenyum setelah membaca pesan itu. "Oke aku akan kesana," batin David.