Klub Bogor

Sekilas David tersenyum setelah membaca pesan itu. "Oke aku akan kesana," batin David.

Aku ingin mengambil ponselnya David, tapi ia menahannya dan langsung memasukkannya kedalam saku celananya.

"Daddy, apa Daddy punya pacar baru?" tanyaku dengan wajah polos.

"Pacar? Hahaha, untuk apa Daddy yang udah tua punya pacar," jawab David dengan tertawa yang tiada henti.

"Habis Daddy senyum-senyum sendiri gitu!" Merasa curiga saat melihat David senyum-senyum seperti tadi.

David tersenyum dan membelai rambutku dengan lembut. Sekilas ia mengecup keningku.

"Apa Daddy tidak boleh senyum-senyum sendiri?"

"Bukan tidak boleh, Daddy tau tidak orang gila yang suka ada di pinggir jalan?"

"Iya tau, kenapa?" David sedikit bingung denganku yang tiba-tiba membahas orang gila.

"Daddy mirip banget sama orang gila itu senyum-senyum sendiri," ucapku sambil menahan tawa dan perlahan-lahan ingin menjauh.

Namun, sayang. David langsung memelukku. "Kamu ini bisa-bisanya Daddy sendiri di katakan orang gila!"

"Haha, ampun Daddy. Aku bercanda loh!"

"Tidak ada ampun!" David menggelitik perutku membuatku tertawa sangat kencang.

Tiba-tiba saja ponsel David berdering ada panggilan masuk, lalu David menghentikan aktivitasnya yang tengah menggelitik perutku. David langsung mengambil ponselnya dan menjawab telepon itu.

"Yes, mom!" Suara David terdengar lembut.

Aku langsung mengambil ponselnya karena tau itu adalah nenekku selaku ibunya David. "Nenek, ayo ke Indonesia. Aku merindukan kamu!" teriak aku yang sudah pasti membuat nenek menjauhkan ponselnya dari telinga.

"Oh my god, kamu ini suaranya sangat menggelegar!" Suara nenek terdengar seperti senang saat mendengarkan suaraku.

"Nenek Sonya, ayo ke Indonesia dan ajak kakek Edward!" Suaraku sedikit sedih dan berharap nenekku ke Indonesia.

Sonya Petter adalah ibu dari David Hernandez. Sonya memiliki suami yang bernama Edward Hernandez. Orang tuanya David sekaligus kakek dan nenekku, mereka sangat menyayangi aku layaknya anak sendiri. Mereka juga sudah mulai bisa berbicara bahasa Indonesia denganku.

"Yes honey, bulan depan kami akan kesana!"

"Wah, serius?"

"Serius, nenek dan kakek ada hadiah istimewa untukmu!"

"Aku tidak sabar!"

Saat kesenangan aku teleponan sama nenek Sonya, tiba-tiba saja David mengambil alih teleponnya dan menatapku.

"Sebaiknya kamu makan dulu, biarkan daddy berbicara dengan nenek," ucap David dengan lembut.

David selalu berbicara lembut dan ramah padaku, ia tidak pernah melakukan diriku kasar.

"Baik Daddy, salam untuk nenek dan kakek!"

"Oke!"

David bangun dari duduknya dan melangkah menuju meja kerjanya. Sepertinya mereka akan membahas sesuatu yang penting. Aku tidak mau ikut campur karena itu pasti pembahasan orang dewasa.

"Halo mom," ucap David dengan suara pelan.

"Ya, bagaimana hubungan kamu dengan Dewi?" Sudah pasti Sonya akan mempertanyakan masalah ini, sudah pasti juga David membahas dan menceritakan kelakuan istrinya pada sang ibu.

"I will divorce she," kata David.

Sonya menghela nafas. "Itu pilihan tepat, lagi pula ibu sudah menyuruhmu untuk tidak menikahi wanita itu!" Suara Sonya terdengar sangat ketus.

"Mom, kalau aku tidak menikah dengan Dewi. Aku tidak akan memiliki ..."

"David, kamu tidak lupa kan kalau Kylie bukan anak kamu dengan Dewi!"

"Mom, aku tidak ingin membahas ini."

"Oke, setelah masalah kamu selesai dengan Dewi. Bergegas kembali ke Amerika karena Vanya sudah ..."

"Vanya ada di Apartemen."

"Bagus, buatlah dia bahagia!"

"Mom ..."

"Sudah waktunya kamu menemukan Vanya dengan Kylie!"

"Mom ..."

"Haruskah aku yang memberitahu Kylie?"

"Mom, sudah dulu. Aku tidak mau Kylie mendengarnya."

David langsung mematikan telepon itu dan menyimpan ponselnya diatas meja. David menatapku dari meja kerjanya. Aku masih fokus pada makan siang.

"Nak, semua ini tidak benar.kamu anak Dewi dan Daddy," batin David dengan mata berkaca-kaca.

David akhirnya bangun dari duduknya dan kembali menghampiriku.

***

Pukul 7 malam.

Aku, Lauren dan James baru saja sampai di klub daerah Bogor.

"Wah enak banget klub nya," ucapku yang masih melirik sekitar.

Kami bertiga baru saja masuk kedalam klub dan memilih tempat didekat DJ.

"Next kita harus kesini lagi," kata James yang langsung duduk di kursi.

"Harus dong!" Sudah pasti Lauren dan James sangat hobi ke klub.

"Nanti ajak aku ya," bisik aku pada mereka.

"Wah sepertinya ada yang mulai nakal nih," ledek James.

"Bagus itu Kylie, jangan di rumah mulu!" Lauren benar-benar mirip setan yang mudah menghasut orang.

"Eh ini benar-benar gratis minumannya?" tanyaku pada Lauren dan James.

"Katanya sih gitu," jawab James yang sepertinya tidak yakin dengan jawabannya sendiri.

"Walaupun tidak gratis, aku akan traktir kalian!" Lauren mengeluarkan sebuah black card dari tasnya.

"Wow, amazing!" James benar-benar bersemangat saat melihat sebuah black card yang ada didepan matanya.

Selesai bercakap-cakap. Para tamu yang datang ke klub semakin banyak dan acara hampir saja di mulai. Aku juga sudah sedikit meminum wine yang sudah di tuangkan oleh James di gelasku.

"Wine ini pahit seperti hidupku," ucapku setelah meneguk wine itu.

"Haha sepertinya Kylie sudah mabuk," celetuk James sambil melirik Lauren.

"Ya sepertinya, itu bagus sih!" Lauren kembali menuangkan wine.

Lauren dan James tau kalau diriku masih merasakan sakit saat acara ulang tahun itu. Itu sebabnya mereka berdua mengajak diriku ke klub untuk menenangkan diriku dari semua kejadian itu.

"Kylie!" panggil seorang laki-laki yang baru saja berdiri tepat didepan meja kami.

"Oh, Robi!" Sedikit terkejut saat melihat Robi ada disini.

"Kamu kesini juga?" Robi sedikit tersenyum padaku.

"Iya hehe biarlah bosan di rumah mulu!"

"Iya benar sekali-kali main ke klub," ucap Robi yang sepertinya sedang menggodaku.

"Harusnya kita yang tanya, tumben kamu ke klub?" Lauren bertanya pada Robi.

Robi menggaruk kepalanya dan berkata. "Tadinya aku kesini mau ajak Kylie hehe," jawab Roni yang agak cengengesan.

"Ajak aku?" Sontak kedua bola mataku sedikit melotot saat Robi mengatakan itu, karena aku belum pernah mendengar jawaban ini dari mulutnya Robi sendiri. Apa lagi kami tau kalau Robi sudah memiliki pawang, pawang yang sangat posesif.

"Eh kemana pacarmu? Enggak ikut?" James langsung mengalihkan pembicaraan.

"Tidak, dia ada acara keluarga," ucap Robi.

"Biasanya kemana-mana kalian selalu berdua," ledek aku.

"Heheh!" Robi hanya tertawa kecil.

Tidak lama kemudian, acara klub malam ini benar-benar dimulai. Akhirnya kami bertiga memutuskan untuk Robi ikut gabung dengan kami. Karena Robi ke klub ini benar-benar sendirian.

"Lie, sudah minumnya!" Robi menahan tanganku yang masih meminum wine terus-menerus.

"Diam, ini enak!" aku menepis tangannya Robi dan kembali minum wine.

Entah sudah berapa botol wine yang aku minum sejak tadi datang ke klub. Saat ini kepalaku sedikit berat dan mulutku sudah pasti sangat bau.

"Aku benci dengan semua ini," ucapku yang tiba-tiba saja menangis.