MERASA DIBUTUHKAN

Aku benar-benar bisa gila. Ku rasa akan sangat gila. Si brengsek tampan bernama Jason ini berada di depan rumahku, dan ini pukul 11:00 malam!

"Miss Alisca, aku menunggu."

Ponselku masih kutempelkan ditelinga, aku menikmati suaranya yang berbisik dan lembut. Dan aku tak bisa menolak untuk menemuinya.

Oke, katakanlah, alasanku menemuinya sekarang untuk mengusirnya. Tenang Livia.

"Oke, aku akan keluar." Jawabku lalu memutuskan sambungan telepon. Aku bahkan tidak mengerti kenapa dia mengetahui nomor teleponku, bahkan rumahku.

Oh ya, untuk jaga-jaga, aku menyelipkan bawang putih jika dia benar vampir, dan juga gunting, jika dia macam-macam sebagai manusia.

Aku memakai jaket berwarna hijau army-ku, dan memasukkan kedua benda itu ke dalam saku jaket.

Semua orang di rumah telah tertidur. Dan aku sangat berhati-hati dalam langkahku untuk keluar.

Sebelum aku membuka pintu, aku menarik nafas dan berusaha memberanikan diri. Aku tidak boleh terlihat gadis lemah yang takut padanya.

Walaupun aku yakin akan langsung bertekuk lutut dihadapannya hanya dengan sentuhannya di kulitku.

Aku keluar, dan David masih setia berdiri di luar mobil, tepat di sisi pintu.

"Hai, David." Sapaku berusaha tenang. Aku tersenyum tipis untuk menambah keberanianku.

"Miss Alisca,"

Kemudian ia membukakan pintu mobil.

Tunggu. Apa aku harus masuk ke mobil? Tidak. Tidak lagi bersama orang asing di tengah malam seperti ini.

Ku rasa Jason menyadari gerakan tubuhku yang menolak untuk masuk ke mobil, karena ia segera keluar dari mobil lalu mengancing jas berwarna biru navi.

Sekarang dia berdiri di hadapanku, dan tidak memakai dasi, dua kancing atas kemejanya terbuka dan semakin membuatku sesak nafas.

"Apa kau memiliki tempat bagus untuk kita mengobrol di sekitar sini, atau kau akan ikut denganku, Miss Alisca?" Bisik Jason menyadarkanku.

Aku linglung, tapi tetap berusaha fokus. Aku tidak akan mengambil resiko dan ikut dengannya. Jadi, aku akan mencari tempat keramaian.

"Kenapa?" Satu pertanyaan ini sebenarnya bermakna banyak untukku. Dan ku rasa juga untuknya.

"Kenapa?" Jason mengulang pertanyaanku dengan dahinya berkerut keheranan.

"Kenapa mengobrol denganku?"

Aku melihat perubahan raut wajahnya sejenak. Ia terdiam seperti memikirkan sesuatu.

"Karena aku ingin, Miss Alisca." Jawabnya yang menurutku tak menjelaskan apa-apa.

Jason kembali tersenyum menyeringai sambil terus menatapku. Ia melirik telapak tanganku sebentar, kemudian mengalihkan pandangannya lagi padaku.

"Di pertigaan jalan ini, sebelah kanan. Ada café yang bagus. Jika kau mau." Jawabku dengan susah payah menahan suaraku yang hampir menghilang karena desiran aneh dalam tenggorokanku.

"Aku ingin tempat yang lebih privat, Miss Alisca." Ucapnya seolah memerintah. Aku ingin sekali segera mengusirnya dan kembali ke tempat tidurku. Tapi mendengarnya ingin mengobrol denganku, suatu kehormatan bukan? Dan aku senang, juga penasaran.

Penasaran akan dirinya yang selalu menatapku seolah kita sudah sangat lama kenal.

"Apa kau punya rekomendasi lain, Mr. William?"

"Ikutlah denganku," Ucapnya sambil mengulurkan tangannya.

"Kemana?"

"Tidak akan jauh dari sini. Aku janji." Jawab Jason masih menatapku.

Dan tatapan itu mampu memantapkan hatiku untuk mengikutinya. Sungguh, aku seperti anak kecil yang diiming-imingi permen untuk ikut dengannya.

Tapi aku juga penasaran dan aku sudah cukup dewasa untuk bisa menjaga diriku baik-baik.

Akhirnya aku masuk ke dalam mobil, kemudian diikuti olehnya. Aku tetap memberikan jarak darinya. Sementara David sudah siap di kursi kemudi.

"Kelihatannya luka ditanganmu sudah membaik Miss Alisca?"

Aku melirik telapak tanganku yang saat ini hanya menggunakan plester biasa, tanpa perban.

"Ya, obat mahal dari rumah sakit itu sangat ampuh ku rasa, Mr. William." Jawabku pelan, seperti berbisik.

"Aku cukup khawatir karena kau tidak menemuiku hari ini di kantor, Miss Alisca. Aku pikir kondisimu memburukm" Bisiknya masih dalam tatapannya yang menghujaniku.

Perkataan itu malah membuatku mencoba lebih berani bertanya padanya pertanyaan dasar yang terus berputar-putar di otakku.

"Bagaimana kau bisa mengetahui rumahku? Dan nomor teleponku?" Tanyaku berusaha tenang. Aku tidak ingin terlihat kesal yang mungkin akan membuatnya merasa menang.

"Oh, tadi sore aku menadatangi toko bunga Mrs. Lily dan bertemu dengan Mr. Joe." Bisiknya membuatku segera mengerti apa yang terjadi. "Dia pria yang sangat baik" Lanjutnya.

"Dan sangat terpesona padamu." Tambahku tanpa sadar tertawa geli mengingat betapa antusiasnya Joe membahas Jason. Dan bagaimana reaksi Jason ada seorang pria yang amat terpesona padanya.

Aku melirik sebentar ke arahnya yang tetap diam sambil menatapku dengan tenang, tanpa terganggu oleh suara tawaku.

"Baiklah, lalu kenapa kau mendatangiku pada malam hari begini?"

"Karena aku harus menyelesaikan beberapa pertemuan di kantor dulu," Bisiknya membuatku merasa gemas.

"Kenapa harus malam-malam? Ku rasa kau bisa menemuiku besok pagi, atau siang." Ucapku memancingnya.

Katakan saja Jason, kalau kau tidak bisa terkena sinar matahari karena kau adalah seorang vampir.

"Karena aku merasa, sangat ingin menemuimu, Miss Alisca."

Jawabannya benar-benar di luar dugaanku. Aku tidak bisa mengatasinya. Membayangkannya baru selesai dengan pekerjaannya dan berkendara dari London ke Manchester?? Hanya untuk menemuiku?

"Untuk mengklarifikasi soal kejadian malam itu?" Tanyaku hati-hati.

"Ya, salah satunya itu." Jawabnya tenang.

Sesekali, aku melirik ke arah Jason. Begitu penasaran dengannya. Sulit ditebak. Sikapnya kadang sangat sopan dan gentle. Tapi disisi lain, ku rasa dia orang yang arogan, kaku, dan terobsesi dengan apapun yang menjadi miliknya.

Entahlah, itu hanya perkiraan ku yang tak mendasar pada hal yang objektif.

Mungkin dia ingin mengklarifikasi atau lebih tepatnya memastikan, kalau aku tak akan bicara macam-macam pada siapapun soal identitasnya. Atau dia benar-benar mengklarifikasi kalau yang di lihatku kemarin itu tidak benar - tentu saja ini konyol.

Mungkin dia akan mengancamku, atau kemungkinan yang paling mengerikan adalah, dia langsung membunuhku.

Mobil ini berhenti di depan sebuah gedung yang aku yakini adalah sebuah restoran. Restoran yang sangat besar! Aku tak tahu harus senang atau marah pada Jason.

Saat ini aku hanya menggunakan celana jeans-ku, jaket dan sepatu kets- ku.

Dan, oh ya Tuhan, aku merasa orang paling hina, berani menginjak karpet lembut ini dengan sepatu kets-ku.

Jason meraih tanganku, menggenggamnya hingga membuatku berada di sisinya, seperti sedang menggandeng anak kecil karena takut hilang ditelan keramaian.

"Atas nama Mr. Jason J. William," Ucap Jason pada seorang pelayan yang menyambut kami.

Pelayan yang menggunakan kemeja putih dengan jas berwarna hitam itu melirik catatannya dan tersenyum ramah.

"Silakan, sebelah sini, sir." Ucapnya sambil mengantar kami menaiki tangga, hingga sampai di sebuah ruangan terpisah. Ia membukakan pintu tersebut dan aku tercengang.

Satu ruangan ini, hanya berisi satu meja bulat yang terpahat indah dengan kualitas yang luar biasa.

Kursinya pun hanya ada dua. Ini ruangan khusus? VIP lagi? Ruangan ini besar, dengan fasilitas AC, TV, musik, dan sofa.  Dekorasinya penuh dengan pernak-pernik keemasan dan gorden berwarna merah wine.

Ya ampun, ruangan ini benar-benar membuatku takjub.

Sang pelayan menarik kursi untukku, kemudian aku duduk di kursi indah ini.

"Kau ingin makan sesuatu? Atau minum?" Tanya Jason menawarkan.

"Coffee latte, tolong." Jawabku pelan. Kedua tangan ku ditaruh di atas pahaku karena gugup. Aku tidak pernah ada di situasi ini sebelumnya.

Tapi kemudian aku sadar, ada pembicaraan khusus yang membuatnya membawaku ke tempat yang sangat privasi ini.

Aku masih mengumpulkan keberanian diriku saat Jason berbicara pada sang pelayan dan akhirnya perhatiannya kembali padaku, ketika kami hanya berdua.

"Miss Alisca, berdasarkan kejadian yang kurang menyenangkan kemarin malam, aku yakin kau sudah mengetahui sedikitnya tentangku." Bisik Jason membuatku terkesiap untuk beberapa detik.

Mengetahui apa? Aku tidak tahu apa-apa kecuali soal dirinya yang merupakan seorang vampir. Ow, dan seorang pria muda yang kaya raya.

"Vampir?" Tanyaku dengan suara pelan.

Jason hanya diam untuk beberapa saat. Ia menatapku tajam seperti seorang pemburu yang menatap mangsanya. Aku tak percaya kalau aku merasa takut sekarang. Aku berusaha untuk tak menatapnya dan menautkan jari-jariku.

"Mr. William. Perlu kau tahu, aku bukanlah orang seperti yang kau pikirkan. Aku tak akan mengatakan hal ini pada siapapun. Kau tidak perlu khawatir," Ucapku dengan cepat. Aku harap dia bisa mendengar dengan jelas.

Jason masih diam sambil memandangiku. Aku tak tahu arti tatapan itu, tapi menurut pendapatku, dia sedang mengamatiku.

"Mr. William, aku tidak mungkin membocorkan identitasmu, karena kau juga mengetahui soal keanehanku. Jadi ku pikir, kita sama-sama memiliki rahasia." Kataku lagi mencoba meyakinkan. Ku rasa akan gagal. Aku belum pernah ada di situasi ini.

Mirisnya, aku berusaha menutupi kepanikkanku, tapi ku rasa aku malah membuatnya semakin jelas.

"Miss Alisca," Panggilnya dengan lembut. Ya ampun, dia seperti memiliki dua kepribadian. Dan itu sangat mengerikan.

Kedua mata birunya yang indah itu menyala dengan anggun menatapku.

"Aku membutuhkanmu.." Bisiknya dengan suara tertahan.

Aku tak mengerti ucapannya tertahan oleh apa. Tapi aku yakin apa yang dimaksudkannya. Darahku.

Oh tidak. Dia benar-benar memintanya. Ya ampun.

"Aku akan memberikanmu apapun, Miss Alisca."

Tubuhku rasanya lemas. Ketika semuanya semakin jelas, rasanya begitu aneh. Aku terlalu cepat menyimpulkan perasaanku pada orang yang baru aku kenal. Dia sengaja membuatku terpesona.

"Mr. William, aku tidak peduli kau ini vampir atau bukan. Akupun tak mempercayainya. Tapi yang pasti, kau telah salah memilihku,"

"Tidak. Aku tidak salah memilihmu, Miss Alisca" Ucapnya dengan cepat.

Aku menghela nafas panjang kemudian memasukkan kedua tanganku ke dalam jaket karena gugup.

"Aku, masih memiliki keluarga yang akan menangisi kematianku. Maaf,"

Aku berdiri dengan tegas. Dan beranjak hendak pergi sebelum ia menghalangi jalanku.

"Tentu, Miss Alisca. Aku tahu," Jawabnya yang berdiri di hadapanku. Dia benar-benar tidak berperasaan. Ya ampun, kenapa aku harus menyukai orang yang akan membunuhku?

"Kau tahu, dan kau masih berniat menjadikan aku mangsamu dan membunuhku?"

Sekarang, aku lihat kerutan lagi di dahinya. Dia menatapku sebentar lalu berkedip.

Ia merengkuh kedua bahuku dengan keras. Aku bisa melihat kilatan tegas dari bola matanya yang berubah menjadi warna emas.

"Aku tidak akan membunuhmu, Miss Alisca. Dan aku tidak akan membiarkan siapapun melakukannya padamu" Bisiknya tepat dileherku. Ya Tuhan, hidungku hampir menempel di lehernya juga karena dia terus menunduk.

Aku memejamkan mataku kuat-kuat. Ini tidak nyata, Livia. Ayo kembalikan kesadaranmu.

"Tolong, Miss Alisca. Aku tidak ingin memaksamu melakukannya. Aku ingin memintanya" Bisiknya lagi.

Ya ampun! Sekarang malah aku yang ingin menggigit lehernya. Ada apa ini? Pandanganku berputar, darahku berpacu dengan kencang. Aku melihat jelas urat-urat pembuluh darah Jason di lehernya.

Baunya harum, seperti permen strawberry bercampur mint.

"Kau tidak akan membunuhku?" Tanyaku berbisik. Sekarang, suaraku juga tertahan.

Sejujurnya tanganku gemetar, dan aku berusaha menahan napas.

"Kau bukan manusia biasa, Miss Alisca. Kau tidak akan terbunuh oleh seranganku." Bisiknya membuatku memaksa otakku untuk berfungsi lagi. Aku mendorong Jason sekuat tenaga dan nafasku memburu.

"Apa maksudnya?" Tanyaku pelan.

"Kau vampir berdarah campuran," Jawabnya terdengar sangat pelan ditelingaku. Dan ku rasa dia menatapku dengan hati-hati.

Apa lagi ini? Kenapa dia mengatakan hal-hal yang sangat tidak masuk akal? Vampir? Vampir berdarah campuran? Apalagi??

Pandangan kami beradu untuk beberapa saat, sampai dua orang pelayan masuk dan mengantarkan makanan. Jason kembali menuntunku untuk duduk.

Kemudian dua orang pelayan itu menjelaskan mengenai semua makanan yang Jason pesan ini.

Tapi aku tak memerhatikannya. Kedua mataku terfokus pada Jason yang juga menatapku.

Setelah kedua pelayan itu pergi, aku mulai mengambil keberanian lagi.

"Tidak ada bukti atas ucapanmu, Mr. William." Ucapku dengan tegas.

Jason kembali tersenyum menyeringai ke arahku, walaupun aku yakin tatapan matanya menyiratkan kekhawatiran.

Dia sulit sekali ditebak.

"Miss Alisca, aku tak menyangka kau langsung menodongku bukti. Ku pikir kau akan mengajukan beberapa pertanyaan yang bisa kita bicarakan disini." Ucap Jason.

Aku menghembuskan nafas panjang. Otot-ototku cukup tegang saat dia hampir menyerangku. Dan begitu pun denganku yang hampir menyerangnya. Oh Tuhan, apa aku juga memiliki keinginan untuk itu? Apakah kita berdua akan saling menyerang? mengerikan!

"Ya. Tentu aku memiliki banyak pertanyaan Mr. William." Jawabku dengan gemetar.

"Baiklah, silakan ajukan dulu pertanyaan mu Miss Alisca, aku bisa menunjukkan buktinya. Tapi tidak disini. Di rumahku." Ucapnya dengan lembut, tapi terdengar cukup tegas.

Dan aku berusaha memikirkan pertanyaan apa yang harus ku tanyakan terlebih dahulu.

Mungkin yang paling mendasar.

"Jadi, kau tahu soal aku, Mr. William?" Bisikku dengan menundukkan kepalaku. Rasanya sedikit pusing berada di situasi aneh ini.

"Ya,"

"Dari mana kau tahu? Kau mengenal keluargaku?"

"Tidak, tapi aku cukup mengenal bangsamu."

"Bangsaku? Apa kita berdua berada di bangsa yang berbeda?"

Kali ini ia kembali terdiam beberapa saat. Matanya terus diarahkan padaku. Mencoba menghipnotisku lagi. Dan aku tak mau. Kali ini aku harus benar-benar berpikir dengan jernih.

"Ya." Jawabnya singkat.

Aku penasaran, apa orang tua kandungku masih hidup? Dan apakah Jason bisa menunjukkannya padaku?

Aku ingin tahu apa yang menyebabkan keanehan pada diriku selama ini.

"Aku tidak terganggu dengan sinar matahari, tidak memiliki taring, dan tidak meminum darah manusia. Itukah yang kau maksud vampir berdarah campuran?" Tanyaku lagi.

"Ya,"

"Kalau begitu kau vampir jenis apa, Mr. William?" Tanyaku lagi, tentu bukan dengan nada bicara yang riang. Dalam hal ini, aku mencoba serius.

"Pureblood."

Oh, darah murni. Aku tahu, dia pasti terlahir dari dua orang vampir, dan itu cukup masuk akal melihat penampakannya yang sangat mempesona. Aku membaca ini dari buku milik Valerie.

"Apa artinya itu?" Tanyaku mendesaknya menjelaskan secara rinci apa itu purblood.

Ia terlihat berusaha keras sedang menahan sesuatu yang membuat dirinya hanya mengeluarkan jawaban singkat.

"Itu artinya, aku lebih kuat. Secara fisik, insting, dan kekuatan alamiah lainnya" Jawab Jason lagi yang tiba-tiba membuatku bergidik ketakutan.