NEGOSIASI PERTAMA

"Aku penasaran seperti apa keadaan di dalam." Jawabku pelan. "Tapi, aku rasa.. aku belum siap."

Aku bisa melihat wajah kelegaan saat ini pada Jason. Aku juga merasa begitu. Karena aku benar-benar belum siap dengan semua keadaan gila ini. Aku adalah orang asing bagi mereka. Dan mereka pun begitu bagiku.

"Ada tempat yang lebih baik untuk melihat mereka." Ucap Jason kemudian tanpa mengatakan apa-apa, dia melingkarkan tangannya di pinggangku. Dan dia lompat ke pohon bersamaku. Menaiki batang pohon pinus, dan sekarang, disinilah kami berada.

Wajahku memucat, kepalaku rasanya berputar. Sial.

"Kau baik-baik saja, Miss Alisca?"

"Aku takut ketinggian," Bisikku pelan.

Aku rasa Jason kembali menyeringai ke arahku. Namun ia kembali meraih tanganku. "Lihatlah, aku yakin kau akan melupakan ketakutanmu." Perintahnya.

Aku mengikuti arah pandangnya dan cukup terkejut. Matahari sudah tenggelam, tapi cahaya masih terpancar dari desa yang Jason bilang Ensmer ini.

Rumah-rumah bertingkat itu terlihat imut, ada aliran sungai dari air terjun kecil di sana yang menyala terang, seolah ada lampu-lampu dari dasar sungai tersebut. Banyak lampu-lampu berwarna warm white yang berterbangan di udara.

"Apa itu semua kunang-kunang?" Tanyaku dengan takjub.

"Ya, mereka akan berterbangan sepanjang malam." Jawab Jason.

Dan dia benar, semua pemandangan indah ini membuatku tak takut. Ini semua terlihat seperti desa di dunia peri. Tapi kenapa? Kenapa mereka memiliki semua keindahan ini? Saat ku pikir dunia vampir adalah dunia yang gelap.

"Apa, vampir berdarah campuran seperti mereka, bisa memakan darah manusia?"

Jason terdiam sejenak dengan tatapan yang masih kearahku.

"Ya, hanya satu orang."

"Apa maksudmu hanya satu orang?"

Tiba-tiba saja Jason memalingkan wajahnya ke arah lain kemudian menghembuskan nafas panjang.

"Vampir berdarah campuran memiliki kelemahan lain, mereka sudah memiliki takdir pasangan yang biasa disebut Moxy. Dan dialah satu-satunya orang yang darahnya bisa dimakan oleh vampir berdarah campuran" Jawab Jason.

Aku mencoba mencerna kalimatmya baik-baik. Takdir pasangan? Pasangan dalam hal apa?

"Jadi maksudmu, aku hanya bisa menghisap darah pasangan yang sudah ditakdirkan padaku?"tanyaku untuk memastikan.

"Ya,"

Ini tidak adil! Bagaimana bisa vampir keturunan darah murni bisa bebas meminum darah manusia siapapun. Sedangkan aku hanya bisa meminum darah pasanganku yang entah dimana.

Tunggu. Kenapa tiba-tiba aku sangat bersemangat untuk meminum darah manusia? Itu menjijikan.

"Apa kau sudah selesai Miss Alisca? Aku ingin membawamu ke rumahku lagi"

Aku mengangguk, kemudian ia menggandeng tanganku lagi. Ia memintaku menutup mataku, kemudian kami berada di depan sebuah pintu lagi. Ia membuka pintu tersebut dan kami kembali ke rumahnya.

"Mengenai tawaranmu, Mr. William. Aku ingin kembali membicarakannya" Ucapku saat kami sampai di ruang tengah. Dan ia mempersilakan aku untuk duduk di sofanya yang mewah.

"Aku sangat senang kau akan membahasnya" Ucap Jason tersenyum. Dan aku bersumpah senyum itu menyeringai lebih parah. Entahlah, tapi terlihat sexy.

"Oke, mengenai tawaranmu. Biaya kuliah, tidak perlu, aku tidak lagi berminat. Apartemen, aku masih bisa menangani itu, dan penerbitan buku, aku ingin semua itu berhasil hanya karena kerja kerasku sendiri" Ucapku menjelaskan.

Jason diam sambil memerhatikanku. Dia mengusap-usap bibir bawahnya dengan jari telunjuknya seolah sedang memikirkan sesuatu.

"Apa kau ingin yang lain Miss Alisca? Mobil? Atau-"

"Tidak, Mr. William. Aku bukan wanita seperti yang kau pikirkan."

Jason mendesah kelihatan bingung. Ia memajukan tubuhnya, menumpu sikunya di atas dengkulnya sambil terus memerhatikanku.

"Lalu apa yang bisa aku berikan, Miss Alisca?"

"Semua informasi mengenai Vampir, bangsaku dan bangsamu."

Jason mengerutkan keningnya. Ia terlihat bingung denganku.

Oke, biar aku peringatkan kalau aku bukanlah anak perempuan yang mudah diiming-imingi permen satu truk besar. Atau seorang pelacur yang memeras semua kekayaanmu.

"Baiklah, aku akan memberitahumu perlahan-lahan. Tapi, kenapa kau membutuhkan itu semua?"

"Aku ingin tahu siapa diriku."

Dan aku ingin keluargaku. Walaupun aku sangat nyaman berada di rumah Grace, aku ingin tahu bagaimana keluargaku yang sebenarnya, dan apakah aku cukup berbahaya untuk tinggal lebih lama di rumah itu.

Karena bagaimana pun sesekali aku menginginkan darah manusia. Sejak usiaku 15 tahun, aku berhasil belajar untuk mengontrol itu semua. Tapi karena Jason, aku hampir tak bisa mengontrol diriku lagi.

Dan mengenai kenyataan ini, bahwa aku bagian dari vampir, membuatku semakin yakin kalau aku bisa saja merobek leher salah satu keluarga Grace.

"Baiklah," Jawab Jason.

Aku terdiam sebentar menikmati tatapan matanya yang hanya tertuju padaku.

"Oke, jadi kau memerlukan darahku. Bagaimana kalau kita melakukannya dengan mengambil darahku menggunakan suntikan dan memasukkannya ke dalam kantong darah?"usulku ragu-ragu. Aku hanya berusaha menghindari gigitan vampir ini.

Namun Jason malah menggelengkan kepala. Oh tidak, dia menolaknya?

"Aku tidak melakukan hal semacam itu, aku ingin langsung dari lehermu" Bisiknya membuat tubuhku merinding tiba-tiba. Aku berusaha keras menelan salivaku.

"Kenapa harus di leher?"tanyaku.

"Dari leher sampai bahu, adalah spot darah terbaik bagi vampir, Miss Alisca" Jawabnya dengan tatapan yang seolah menelanjangiku saat ini. Ya ampun, tangan ku benar-benar bergetar.

Oke, Livia, mulai bernafas. Kau harus stabil dalam pembicaraan ini.

"Apa kau sudah pernah melakukan ini? Ah, atau sudah berapa kali kau melakukan ini?"tanyaku dengan gugup. Mata indah itu! Kedua mata biru yang terus menatapku itu yang membuatku tak bisa fokus.

"Belum pernah,"

"Tidak mungkin."

"Aku belum pernah bernegosiasi dan meminta persetujuan terlebih dahulu dengan calon makananku"jawabanya. Entah aku harus merasa tersanjung atau takut. Jadi kenapa dia melakukan ini padaku?

"Jadi bagaimana bisa kau menjamin aku tidak akan mati karena kau?"

"Aku perlu kepercayaanmu, Miss Alisca."

Aku menghela nafas panjang, kemudian mengambil buku catatanku dari dalam tas kecil milikku.

"Aku ingin kau tahu beberapa peraturan dalam hal kepentinganmu dan juga kepentinganku"

Jason tersenyum menyeringai ke arahku lagi.

"Kau tahu, aku sangat menghargai itu karena kau sangat pintar Miss Alisca, aku sangat terkesan." Bisiknya membuatku tak bisa menahan senyum maluku. Aku menundukkan kepalaku untuk menyembunyikannya. Kemudian segera berdehem beberapa kali.

"Kau benar, dalam hal ini kita memerlukan beberapa peraturan."

"Jadi, kau memerlukan darahku satu kali sehari dalam jangka waktu maksimal 10 menit. Bagaimana menurutmu?" Tanyaku.

"Aku memerlukan darahmu 2 kali sehari dengan waktu 5 menit setiap pertemuan." Ucapnya mengoreksi.

Baiklah, itu bisa diterima. Tapi apa dia memerlukan darah ku seperti itu? Aku hanya memerlukan darah satu kali sehari.

Oh, ya, dia seorang keturunan darah murni.

"Oke, dua kali sehari, dalam waktu 5 menit setiap pertemuan. Setelah itu, kau harus meluangkan waktu selama 20 menit untuk memberiku informasi setiap harinya"

"Aku akan memberikan waktu 10 menit,"

"Tidak . 15 menit. aku tahu kau sangat sibuk, Mr. William. Tapi kau tahu, aku akan memerlukan banyak sekali informasi" Sergahku dengan cepat. Ia mengangkat kedua alisnya, sambil menatapku.

"Oke, 15 menit."

"Terimakasih, Mr. William" Jawabku tersenyum menang. Ini cukup adil untukku dan juga dia.

"Kau bilang spot terbaik mu adalah leher sampai bahu. Dan aku akan mengizinkanmu menyentuh bagian itu saja. Kau tidak boleh menyentuh bagian lain dari tubuhku. Atau kesepakatan ini berakhir selamanya."ucapku berusaha tegas.

Tapi aku sendiri malah malu mengatakannya secara terang-terangan.

"Kau yakin, Miss Alisca?"

Sial. Kenapa tatapannya sangat-sangat menggoda, ya Tuhan ! Aku ingin menggigit bibirnya.

"Ya, aku yakin"jawabku.

Jason terlihat mencengkram lengan sofa dengan kuat. Dan tatapannya menjadi gelap. Tapi kemudian ia menganggukkan kepalanya.

"Aku tidak akan menyentuhmu, Miss Alisca. Tapi, bolehkah aku mengetahui alasannya?"

Aku menelan salivaku susah payah. Bagaimana aku menjelaskannya?

"Aku tidak pernah membiarkan pria manapun menggerayangi tubuhku"jawab ku pelan.

Jason tersenyum menyeringai lagi ke arahku. Sial. Dia pikir ini lucu? Oh tidak, mungkin lebih tepatnya aneh.

"Baiklah, kalau begitu, giliran peraturan dariku," Bisik Jason kembali menegakkan posisi duduknya.

Aku mengangguk setuju. Kemudian ia melipat kedua tangannya di depan dada sambil menatapku.

"Saat aku menghisap darahmu, aku akan mengikat kedua tanganmu dan juga menutup matamu"

"Apa? Kenapa?"

Gila! Apa yang ingin dia lakukan dengan mengikat tangan dan menutup mataku? Ya ampun itu lebih mengerikan.

"Ini demi kebaikanmu, Miss Alisca. Aku tidak ingin kau ketakutan saat melihat gigi taringku. Dan saat aku menancapkan gigi taringku di lehermu, mungkin kau akan bergerak memberontak, itu akan melukaimu." Bisik Jason menjelaskan panjang lebar.

Aku benar-benar merasa takut sekaligus penasaran. Tapi Jason benar, itu demi kebaikanku juga. Atau, sepertinya aku punya ide bagus.

"Bagaimana kalau kau membiusku saja?"

"Apa kau memintaku membiusmu dua kali dalam setiap harinya? Tidak. Itu tidak akan bagus untuk tubuhmu, bagaimanapun kau setengah manusia. Aku tidak ingin terjadi sesuatu yang buruk padamu,"

Karena kau membutuhkan darahku, makanya kau memperdulikanku. Waw, bagaimana mungkin sebuah kesedihan menjadi kebahagiaan di waktu yang sama?

"Aku ingin kau terbiasa dengan rasa sakitmu. Dan sebagai vampir, aku lebih suka memangsa seseorang yang sadar, bukan yang sedang pingsan, atau tak sadarkan diri karena obat-obatan." Lanjut Jason berbisik dengan tenang.

"Kau cukup sadis, Mr. William"

"Aku seorang pureblood, Miss Alisca" sergahnya. Dan aku terdiam sejenak menelan kata-katanya. Aku berpikir, dia seolah sangat mendambakan sosok pureblood dalam dirinya.

Seolah sosok itu telah menghilang darinya bertahun-tahun. Dan aku semakin bersemangat untuk menganalisa vampir mempesonakan ini.

"Baiklah, tangan terikat dan penutup mata, juga tanpa obat bius."ucapku menyetujui.

Demi kebaikanku. Atau mungkin dia memiliki fantasi aneh dalam dirinya. Aku tak perduli.

"Aku akan membutuhkan mu pada pukul 06:00 dan pukul 19:00. Untuk itu, aku berpikir kalau kau membutuhkan tempat tinggal yang berada di dekatku" ucap Jason.

Aku suka ide itu. Aku akan mulai hidup mandiri kalau begitu.

"Dan aku pikir, akan lebih mudah jika kau tinggal di apartemenku"

Aku hampir tersedak oleh air liur ku sendiri mendengar pernyataannya barusan. Bagaimana mungkin aku tinggal di apartemennya? Bagaimana dengan pekerjaanku?

"Mr. William, aku memiliki pekerjaan di Manchester, dan mengingat kau adalah orang yang cukup berpengaruh di kota ini, media tidak akan tetap diam melihatku bersamamu"ucapku dengan tegas.

Dan kali ini aku merasa lebih pintar. Menyenangkan bisa mengobrol denganmu, Jason. Tapi sekali lagi, aku tidak ingin terlibat skandal apapun dengan orang ini. Aku benci menjadi pusat perhatian.

"Ada banyak sekali pekerjaan di kota London untuk gadis cerdas sepertimu, Miss Alisca. Dan mengingat aku orang yang cukup berpengaruh di kota ini, aku akan dengan mudah membuat mereka bungkam." Bisiknya sambil menyeringai ke arahku. Sejenak, aku menyesali peraturan yang ku buat sendiri agar dia tak menyentuhku. Oh tidak, pikiran itu datang lagi.

Haruskah aku menyetujuinya?

"Apa kau selalu melakukan ini pada calon mangsamu? Membiarkan mereka tinggal disini?"tanyaku dengan curiga.

"Tidak, sudah ku bilang, aku belum pernah melakukan ini sebelumnya. Mereka yang menjadi mangsaku mati, dan bertransformasi menjadi vampir." Jawabnya dengan cepat namun dengan intonasi yang pelan.

Aku mulai khawatir mendengarnya lagi. Aku sangat takut.

"Karena mereka bukan vampir?"

"Ya, karena mereka bukan vampir." Jawab Jason menegaskan pendapatku kalau para mangsa Jason sebelumnya hanya manusia biasa yang akan mati setelah diserang olehnya.

Pikiranku kembali pada sebuah pertanyaan. Kenapa aku? Kenapa dia membutuhkan ku? Sementara masih banyak stok manusia di seluruh belahan bumi ini. Tapi aku mengurungkan niat itu.

Ku rasa dia tidak mau membahasnya. Biar aku yang akan mencari tahu sendiri.