JASON YANG AROGAN

"Bosku tidak mungkin mengizinkanku keluar dari tokonya." Ucapku.

Memang iya. Mrs. Lily tidak akan mengizinkanku keluar. Terakhir kali aku mencoba mengundurkan diri, dia akan menangis dan memohon. Hanya karena dia menyukai namaku. Dan dia memang sedikit melankolis.

"Baiklah, aku akan mengantar dan menjemputmu."

Aku terbelalak kaget. Serius? Dia akan bolak balik Manchester - London hanya untukku?

"Ku rasa itu berlebihan, Mr. William. Kau tidak mungkin-"

"Aku memiliki helikopter untuk mempersingkat waktu"

Aku sangat penasaran dengan helikopternya. Tapi ini berlebihan. Aku tak mau dia memperlakukan ku berlebihan. Karena itu artinya aku harus membayarnya dengan hal lain.

"Tidak, Mr. William. Aku akan mencoba bicara dengan bosku. Ow dan juga dengan pamanku" Ucapku dengan cepat.

Dia mengangguk sambil menggigit bibirnya.

Aku menutup buku catatanku lalu memasukkannya ke dalam tas.

"Apa aku tidak perlu menandatangani sesuatu?" Tanyaku ragu-ragu.

"Maksudku, untuk perjanjian ini"

Jason menggelengkan kepalanya dengan yakin. "Aku tidak perlu mengikatmu dengan surat perjanjian, Miss Alisca"ucap Jason kemudian bangkit dari duduknya.

Ia menjulurkan tangannya ke arahku. "Aku senang mengobrol denganmu, Miss Alisca. Tapi ini sudah terlalu larut dan aku harus mengantarmu pulang"

Oh ya ampun! Aku lupa waktu. Dia benar, dan aku segera menyambut uluran tangannya.

"Aku minta maaf, Miss Alisca. Tidak bisa mengantarmu. Kau akan aman dengan David"ucap Jason ketika kami sudah sampai di luar rumah.

Aku mengangguk dengan yakin.

"Terimakasih atas tumpangannya, Mr. William" Ucapku tersenyum.

Tiba-tiba ia memutar bahuku hingga aku mendongak menatapnya.

Jari-jarinya yang dingin itu menyentuh pipiku. Ya ampun, rasanya aku akan meleleh seperti es krim di bawah sinar matahari.

"Jangan menyembunyikan senyummu lagi, Miss Alisca." Bisiknya pelan. Kemudian ia membetulkan kembali posisinya berdiri tegap. "Tolong hubungi aku jika kau sudah sampai di rumah," Bisiknya lagi. Dan aku hanya mampu mengangguk.

Aku buru-buru masuk ke dalam mobil. Sementara Jason terlihat buru-buru masuk ke dalam rumah.

Ya ampun aku lupa jaketku! Sialan. Kenapa bisa lupa.

"Mr. David, ada barangku yang tertinggal, maukah kau tunggu sebentar?" Tanyaku merasa tak enak.

"Tentu saja, Miss Alisca" Jawabnya hendak keluar namun aku segera mencegahnya.

"Aku bisa sendiri, tak apa. Terimakasih."ucapku tersenyum kemudian segera keluar dari mobil.

Aku kembali masuk ke dalam rumah dan seorang pelayan segera menghampiriku.

"Aku hanya ingin mengambil jaketku yang tertinggal, maaf.." Ucapku pelan sambil terkekeh.

"Biar aku ambilkan, Miss Alisca.."

"Oh, tidak apa-apa. Aku hanya sebentar," Jawabku kemudian berjalan menuju ruang tamu. Aku tak menemukan Jason.

Aku segera mengambil jaketku yang tergeletak di sofa.

Namun sebelum aku pergi, aku mendengar sedikit suara keributan dari lantai atas. Jason sedang berbicara dengan seorang pria?

Aku penasaran, jadi dengan perlahan, aku menaiki tangga. Tidak sampai ke atas, hanya sampai setidaknya aku bisa mendengar suara itu.

"Nathan, kau berlebihan. Tenanglah, aku baik-baik saja." Itu suara Jason. Dan lawan bicaranya adalah Nathan? Si dokter spesialis Vampir?

"Kau tidak perlu begini, baiklah keadaanmu memang mengharuskan kau begini. Tapi kau tetap seorang pureblood, Jason. Kau tidak perlu bernegosiasi panjang lebar."

"Nat, aku pikir kita sudah sepakat."

"Kau sekarat, Jason. Kau butuh darah itu secepatnya. Dan kau bilang, kau membiarkannya jika dia menolak? Kau gila!"

Jason... Sekarat?

Kakiku melangkah perlahan untuk berjalan keluar dari rumah ini. Dan segera memasuki mobil.

Sebuah informasi baru bagiku. Aku tak mengerti apa maksudnya dia sekarat? Tubuhnya terlihat baik-baik saja. Lagipula, bukankah seorang pureblood memiliki keabadian?

Mereka tidak mungkin mati. Dan apa maksud dari kata-kata Nathan? Keadaan Jason yang begini, keadaan yang bagaimana?

Aku semakin penasaran. Sangat penasaran. Dan dibawah alam sadarku, aku harus mengakui kalau aku mulai sedikit prihatin padanya.

***

David mengantarkanku sampai di depan kompleks ku, karena aku tidak mau membuat kehebohan di rumahku lagi. Dalam perjalanan ke rumah, aku terus berusaha berpikir.

Grace dan George tak pernah membahas soal orang tuaku secara jelas. Mereka akan selalu mengalihkan pembicaraan setiap kali aku mendesaknya. Aku tidak memiliki keluarga kecuali mereka.

Dan di antara mereka semua, hanya aku yang memiliki kebiasaan aneh ini.

Aku merasa sedikit lega karena akhirnya, aku tahu mengapa aku memiliki kebiasaan aneh ini. Aku memiliki pilihan, tetap bersama Grace dan melupakan semua ini, atau aku harus meninggalkan mereka dan mencoba beradaptasi dengan bangsaku, kemudian mencari tahu mengenai orang tua ku.

"Oh Livia, sayang. Kau dari mana saja? Kenapa kau terlambat pulang?" Tanya bibi Grace yang langsung memelukku. Wajahnya terlihat khawatir.

Aku melirik jam dinding yang baru menunjukkan pukul 10:00 malam. Padahal putrinya sendiri belum pulang.

"Kau tidak pernah kemana-mana setelah kerja, Liv. Dan sekarang kau pulang terlambat. Apa terjadi sesuatu?" Tanya paman George. Yap, aku tak pernah bepergian malam.

"Aku.."

Paman George terlihat sibuk menonton Tv sedangkan bibi Grace sepertinya membuatkan ku coklat panas.

"Aku diterima bekerja di London," Ucapku membuat kedua orang ini menatapku dengan tatapan terkejut.

"London?" Tanya Grace seolah memastikan pendengarannya. Aku mengangguk dengan yakin.

Mereka berdua saling memandang kemudian paman George langsung mengalihkan pandangannya ke arahku.

"Waw, itu bagus Liv! Selamat!" Ucap paman George terlihat antusias.

"Tapi, bagaimana Liv, sangat jauh dari sini" Ucap bibi Grace.

"Ya, aku akan menumpang di rumah temanku yang ada di London" Jawabku. Oh Tuhan, aku tidak pandai berbohong. Apalagi kepada mereka berdua.

"Teman? Siapa?"

"Lucy, dia.. teman SMA ku."

Mereka berdua kembali saling memandang lalu menghela nafas panjang.

***

Pagi ini, aku merasa sangat gugup. Apakah hari ini aku harus mengatakan sesuatu pada Mrs. Lily? Rasanya tidak tega.

Apa alasanku? Aku benar-benar bingung. Ya ampun Jason! Kau benar-benar membuatku selalu berada di situasi membingungkan.

Akhirnya, kakiku sampai di depan toko. Aku berusaha bersikap baik-baik saja.

"Olivia Jasmine Alisca! Kau benar-benar sialan!"

Aku sangat terkejut melihat Rachel yang tiba-tiba saja menghampiriku sambil marah-marah seperti ini. Ya ampun ada apa??

"Kau! Katakan padaku, kapan kau melamar pekerjaan di Larkshire Company? Kenapa kau tidak mengatakannya padaku? Apa kau akan pergi begitu saja?"

Apa? Larkshire Company? Tunggu. Bukankah itu.. oh Jason! Apa yang sudah dia lakukan sekarang?

"Rachel, aku.."

"Hey, Livia. Mrs. Lily memanggilmu,"

Aku beralih pada Joe yang sepertinya habis menangis juga. Dia terlihat sebal denganku. Ya Tuhan ada apa ini?

"Joe.."

"Mrs. Lily menunggumu," Tukasnya.

Aku segera berjalan menuju ruangan Mrs. Lily. Dan disinilah wanita yang selalu memakai pakaian berwarna cerah dengan bandana yang menghiasi rambut pirang bergelombangnya berada.

Mrs. Lily menunduk sambil terus menangis dengan jeritan pilu. Oh ya ampun, kenapa dia menangis seolah-olah baru saja ada orang yang meninggal?

"Mrs. Lily.." Panggilku pelan.

"Oh, Jasmine ku. Aku harus bagaimana sekarang?" Tanyanya dengan histeris. Aku akhirnya memilih duduk dan menyodorkan segelas teh miliknya.

"Ada apa Mrs. Lily?" Tanyaku hati-hati.

"Kau diterima kerja di perusahaan besar itu, sweetheart?" Tanyanya dengan pilu. "The Larkshire Company?"

"Mrs. Lily, aku rasa, ada sedikit salah paham." Ucapku pelan-pelan.

"Charlie.. Charlie meneleponku dan memohon padaku, dan aku tidak bisa berada di posisi ini, Jasmine." Ucapnya menyebut nama pacarnya yang waktu itu hadir di pesta ulang tahunnya.

"Apa yang terjadi padanya Mrs. Lily?"

"Charlie memohon padaku untuk memecatmu, karena perusahaan itu sangat menginginkanmu Jasmine. Aku tidak ingin, tapi dia bilang perusahaan itu akan mencabut sahamnya dari Charlie.." Lirih Mrs. Lily membuatku sangat terkejut. Aku memang ingin mengundurkan diri.

Tapi Jason benar-benar keterlaluan.

"Mrs. Lily.."

"Aku sangat, sangat, sangat harus melakukannya Jasmine. Maafkan aku, aku tidak tega melihat Charlie ku frustasi karena ini."

"Ya, kau benar, Mrs. Lily. Kau harus melakukannya, aku tidak apa." Ucapku berusaha menenangkan wanita ini. Satu-satunya hal yang membuatku berat pergi adalah Rachel dan Joe. Bukan kau, Mrs. Lily. Aku merasa hatiku tersenyum menyeringai pada Mrs. Lily.

"Jasmine, honey. Aku turut senang kau diterima di perusahaan yang besar itu" Ucapnya yang membuatku cukup terharu untuk sejenak. Pelan-pelan, akhirnya aku keluar dari ruangannya yang terasa sangat dingin itu.

Baiklah, sekarang aku harus menghadapi Rachel dan Joe. Bagaimana ini?

Aku berjalan menghampiri mereka berdua. Joe terlihat menenangkan Rachel.

Ya Tuhan, ada apa dengan orang-orang ini? Kenapa semuanya jadi terlihat berlebihan.

"Rachel.. Joe.."

Mereka berdua menoleh padaku dan Rachel langsung memelukku.

"Rachel, ini hanya London. Aku akan sering ke sini" Ucapku dengan hati-hati. Aku tak pernah ada di situasi seperti ini, situasi perpisahan yang sedikit menyedihkan.

Rachel melepaskan pelukannya padaku. Kemudian aku beralih pada Joe dan dia langsung memelukku.

"Oh, Liv.. kau menyebalkan!"

"Joe, aku selalu suka rangkaian bunga mawarmu" Ucapku.

Saat aku menoleh ke belakang, aku sangat terkejut melihat Jason berdiri memerhatikan kami.

"Liv, kau akan ke sini lagi kan?" Tanya Rachel yang tiba-tiba saja menjadi sangat berlebihan.

"Tentu Chel, aku hanya ke London, bukan ke planet lain" Jawabku dan berhasil membuat Rachel tertawa.

Kemudian Joe datang lagi menghampiriku membawakan sebuket rangkaian bunga mawar merah.

"Joe.. ya ampun.." Aku tak bisa berkata apa-apa lagi saat menerima ini. Aku kembali memeluk Joe dengan sedih.

"Sudahlah, pangeranmu sudah menunggu" Ucapnya.

"Bukan Joe,"

Sebelum aku menjelaskan lebih banyak, tiba-tiba saja Jason sudah berdiri di sebelahku.

"Hai, Miss Alisca."

Aku masih kesal dengan orang ini. Tapi aku tak bisa membahasnya di sini.

"Joe, Rachel. Ini Jason.." Ucapku memperkenalkan Jason pada mereka berdua. Walaupun sebenarnya dua orang ini sudah mengenal Jason.

"Jason," Jason menjabat tangan Joe kemudian Rachel. Dan anehnya mereka berdua ikut tersenyum melihat Jason. Padahal mereka baru saja menangis karenaku. Ya ampun, ternyata efek Jason bukan hanya berpengaruh padaku.

"Kau pacar Livia?"

Sialan Rachel. Sudah ku bilang berulang kali.

"Bukan, kami berteman Chel" Jawabku dengan cepat. Dan Jason tidak bereaksi apa-apa. Baguslah.

"Kita akan bertemu lagi," Ucapnya tersenyum ramah pada mereka berdua. Kemudian menggandeng tanganku menuju mobil. Dia tidak dengan David?

"Mau kemana?" Tanyaku sebelum memasuki mobilnya.

"Ke rumahmu. Mengambil beberapa barang" Jawab Jason dengan santainya. Aku melepaskan genggaman tangannya kemudian aku menyadari kedua temanku masih memperhatikan kami. Aku tidak mungkin bertengkar di depan mereka. Itu hanya akan membuat mereka khawatir.

Well, ini sedikit aneh saat aku ber-acting seperti kami berdua adalah pasangan kekasih yang sedang salah paham. Dan aku tak ingin kedua sahabatku ini tahu pertengkaran kami. Uh, Livia, sebenarnya apa yang kau harapkan ini.

Akhirnya aku memutuskan untuk masuk ke dalam mobil.

Jason memutar balik menuju kursi kemudi.

"Jadi, kau cukup dekat dengan Joe?" Tanyanya tanpa menatapku.

"Ya." Jawabku dengan singkat.

Kemudian aku merasa Jason mulai menatapku dengan tajam.

"Kalian berkencan?"

"Apa? Tidak. Tidak mungkin,"

"Tidak mungkin? Kalian berpelukan, dan dia memberimu bunga." Ucap Jason membuatku tercengang untuk beberapa saat. Kemudian dia melanjutkan "Dia juga selalu memanggilmu sayang."

Oke, aku tidak bisa menahannya lagi. Aku tertawa. Ya ampun, harusnya aku marah dengannya sekarang. Tapi kenapa rasanya ini sangat menggelikan? Ada yang salah paham padaku dengan Joe? Serius?

"Aku hanya bertanya Miss Alisca. Kau pikir ini lucu?" Jason merenggut dan pandangannya kembali pada jalanan.

Kenapa dia sangat sensitif saat ini? Dan itu sangat konyol.

"Aku serius, Miss Alisca. Jika kau memiliki pacar atau teman kencan, atau apapun kau menyebutnya. Itu artinya aku harus bicara dengan orang itu"

"Tidak ada, Jason. Joe dan aku tidak mungkin memiliki hubungan selain teman. Joe tidak menyukaiku." Jawabku membuat Jason menghentikan mobilnya dengan cepat. Ia menatapku dengan kaget.

"Oh, bagaimana kau sangat yakin?"

"Dia memiliki seseorang di hatinya, dan itu tak akan pernah hilang." Jawabku dengan tenang. Saat melirik ke arah Jason, aku tahu ia tidak begitu paham apa yang ku maksud itu. Bahkan apakah dia mengerti apa itu perasaan?

"Kau sendiri?" Tanyaku penasaran.

"Maksudku, Mr. William. Apa kau sedang memiliki hubungan, atau kencan dengan seorang wanita? Karena aku juga harus bicara padanya" Ucapku mencoba menjelaskan.

"Tidak. Tidak akan." Jawabnya tegas.

"Tidak akan?"

"Tidak akan memiliki hubungan seperti itu Miss Alisca." Jawab Jason memperjelas.

"Kenapa?"

"Karena aku seorang vampir pureblood"

Ya, terserah kau saja Mr. Super aneh. Aku bersyukur setidaknya aku bukanlah seorang pureblood.