"Tunggu, aku tidak ingin kau ke rumahku. Dan dengan mobil ini. Tidak-tidak." Ucapku membuatnya memberhentikan mobilnya lagi. Ia menoleh ke arahku dengan dahi yang kembali berkerut.
"Kenapa?"
"Karena David sudah pernah mengantarku dengan mobil ini. Dan aku membuat sebuah kebohongan kalau ini adalah mobil milik Mrs. Lily." Jawabku dengan tegas. Lagi pula, untuk apa dia ikut ke rumah ku? Ini semua terlalu mendadak.
"Begini saja, turunkan aku disini, sisanya aku akan naik bis. Dan mungkin aku akan berangkat naik kereta." Ucap ku berusaha membujuknya.
"Tidak." Jawabnya seolah itu adalah keputusan telak. Ia merogoh ponsel yang ada di sakunya dan menelepon seseorang.
"Ya, David. Tolong bawakan Rolls-Royce Sweptail merah milikku-"
"Jason, Ya ampun itu terlalu mewah" Protesku dengan cepat.
"David, Lamborghini Aventador warna biru-"
"Jason!" Peringatku pelan namun penuh penekanan. Dia hampir membuatku pingsan dengan sengaja menyebutkan semua mobil-mobil super mahal itu. Aku benar-benar kesal dan hampir keluar dari mobil ini. Tapi Jason menahan pergelangan tanganku dan dia tersenyum menyeringai.
"Baiklah, David. SUV warna biru, tolong kau bawakan ke jalan... Oaksan. Ya, sekarang."
Jason mengakhiri teleponnya kemudian kembali mengalihkan pandangannya ke arahku.
"Apa kau marah, Miss Alisca?"
"Ya."jawabku dengan tegas.
"Karena mobilku?"
Oh ya ampun, aku mengerti dia berniat bercanda. Tapi tetap saja ia seperti sedang memamerkan semua itu padaku. Entah mobil apa lagi yang dia miliki.
Tapi, tentu saja bukan karena mobil. Aku kesal karena sikapnya yang kejam pada Charlie dan Mrs. Lily.
"Percayalah, aku hanya bercanda, Miss Alisca. Aku minta maaf, karena aku tidak pernah melakukan ini"
"Melakukan apa?"
"Bercanda. Aku pikir para manusia sering melakukannya."
"Memang."
Aku menghela nafas ku kemudian menoleh padanya dengan putus asa. Aku harus meluruskan ini agar hatiku tenang.
"Apa yang kau lakukan pada Mr. Charlie?" Tanyaku berusaha menguatkan suaraku. Aku tidak akan lemah lagi padanya.
"Charlie? Maksudmu, Charlie Harison?"
Aku tidak tahu nama lengkapnya. Tapi ku rasa itu. Dan aku mengangguk.
"Aku hanya memintanya untuk membantumu keluar dari toko itu."
"Dan mengancamnya."
"Miss Alisca, itu adalah cara terbaik-"
"Apa kau akan melakukannya juga padaku? Kalau suatu hari nanti, aku mungkin menolak permintaanmu?"
Jason terdiam. Ia terlihat ingin membuka mulut, tapi kembali menutupnya.
Ia malah merogoh kembali ponselnya. Entah siapa lagi yang diteleponnya.
"Lucy, berapa saham kita di Gardner Resort? ... Bagaimana kondisinya? .. oke bagus, siapkan pertemuan lagi dengan Mr. Harison, kita akan membeli saham lagi di sana."
Untuk apa dia melakukan itu? Ingin pamer lagi denganku? Entahlah, aku tak peduli. Aku harus memikirkan bagaimana menjelaskan pada Grace dan yang lainnya mengenai Jason.
Jam segini, mungkin di rumah hanya ada bibi Grace.
"Sudah selesai dengan Mr. Harison."
"Jason, kau harus tahu perasaan sedih, sakit, dan bahagia seseorang tidak bisa kau selesaikan dengan uang." Jawabku ketus. Walaupun aku yakin, Charlie juga akan sangat senang dengan berita barusan.
"Apa maksudmu, Miss Alisca?"
"Maksudku, jika kau menyakiti seseorang, kau harus meminta maaf dari hatimu."
Jason terlihat terdiam sejenak kemudian ia menganggukkan kepala.
"Aku akan mencobanya nanti." Jawabnya pelan.
Aku menghela nafas panjang, dan syukurlah, David sudah tiba dengan mobil SUV berwarna biru gelap yang terlihat sangat keren.
"Apa kau bisa menyetir, Miss Alisca?" Tanya Jason saat ia membukakan pintu untukku.
Ia menukar kunci mobil Mercedes hitamnya dengan kunci mobil yang dibawa David.
"Aku tak pernah diizinkan mengemudi," Jawabku sambil berjalan. Kemudian Jason kembali membukakan pintu untukku. Ia memutar menuju kursi kemudi.
"Tapi aku ingin sekali mempelajarinya. Apa kau akan mengajariku?" Tanyaku dengan antusias.
"Jika mereka melarangmu mengemudi, itu artinya ada sesuatu yang akan membahayakan untukmu. Jadi aku tidak akan membiarkanmu mengemudi juga, Miss Alisca" Jawabnya sambil memakai sabuk pengamannya.
Oh, kenapa dia sangat menyebalkan. Bukankah dia sosok yang mempesona sebelumnya?
"Miss Alisca, pakai sabuk pengamanmu" Ucap Jason.
"Jason, jaraknya tidak terlalu jauh dengan rumahku." Jawabku.
Tapi Jason malah bergerak memakaikan sabuk pengamanku. Ya ampun, aku bisa melihat rambutnya dari dekat. Dan aku pikir aku ingin menyentuhnya.
"Kau tetap harus mengikuti peraturannya jika ingin aman, Miss Alisca." Ucapnya kemudian melajukan mobilnya.
Ya ampun, dia masih mempesona. Semakin mempesona setiap kali ia memperlihatkan kepeduliannya kepadaku. Perutku terasa dipenuhi bunga-bunga sampai aku sadar ia melakukannya agar aku tetap hidup dan menjadi makanannya.
***
"Kau ingin masuk? Atau menunggu disini?" Tanyaku saat Jason baru saja memarkirkan mobilnya.
Aku berharap dia tidak usah ikut masuk. Aku tidak siap jika Grace harus menanyaiku macam-macam.
"Aku ingin masuk."
"Apa? Kenapa?"
Lagi-lagi Jason hanya menyeringai kemudian keluar dari mobilnya. Dan aku buru-buru membuka pintu mobilku sendiri. Aku tidak mau Grace melihat hal itu.
Jason terdiam di tempatnya untuk beberapa saat karena aku melakukan hal itu.
Aku mencoba mengabaikan ekspresinya itu dan menarik lengannya untuk mengikutiku.
"Bibi Grace.." Sapaku, saat ini ia terlihat sedang membersihkan rumah. Oh tidak, aku lupa ada Joshua.
"Livi.." Joshua berlari ke arahku sambil membawa mainannya.
"Ryan melakukannya lagi" Rengek Joshua menunjukkan mobil-mobilannya yang rusak. Ia memintaku untuk membetulkannya.
"Livia, sayang. Kau membawa seseorang?" Tanya Grace dengan senyum yang sangat cerah. Efek Jason.
"Oh, ya. Bibi, ini Jason. Dia salah satu temanku dari London. Hari ini akan memberikan tumpangannya untukku" Ucapku memperkenalkan Jason.
"Hai, Mrs. Michaelson." Sapa Jason sambil mengulurkan tangannya. Aku bisa lihat Grace terkesiap untuk sejenak saat menyambut uluran tangan Jason, sebelum pandangannya beralih padaku.
"Kau akan pindah ke London hari ini?" Tanya Grace.
"Tidak, aku hanya memindahkan beberapa barangku hari ini. Besok, aku baru akan pindah." Jawabku dengan cepat.
Grace mempersilakan Jason untuk duduk kemudian ia membuatkan minuman.
"Aku akan membereskan barang-barangku," Bisikku pada Jason. Kemudian Jason pun mengangguk.
Untunglah aku tidak memiliki banyak barang. Aku membuka koperku dan memasukkan baju-bajuku. Kemudian laptop, charger, sepatu, beberapa buku.
Aku mengerjakannya secepat yang ku bisa. Kemudian tiba-tiba saja Joshua menghampiriku lagi.
"Livia, aku aku harus mengambil beberapa barang di luar sebentar"ucap bibi Grace dari luar kamar.
Syukurlah ada yang mengantar barang. Jadi Grace tidak usah mengintrogasi Jason.
Aku melirik Jason yang memperhatikan kamarku dalam diam. Aku tidak tahu apa yang dipikirkannya.
"Ini.." Ucapku sambil memberikan mainan yang telah ku perbaiki pada Joshua.
"Liv, kau akan pergi?" Tanya Joshua tiba-tiba saja membuatku kaget.
"Aku pergi untuk bekerja, Josh.." Jawabku tertawa.
"Lalu kau akan pulang?"
"Tidak akan sesering biasanya, mungkin aku ke sini hari minggu."
"Menyebalkan," Gerutu Josh membuatku terkejut.
"Josh.. kenapa?" Tanyaku. Tapi anak itu malah berjalan meninggalkanku. Dasar Joshua.
Aku berbalik untuk mengambil barang-barangku, namun pandanganku bertemu dengan Jason yang sedang memandangku juga.
"Kenapa?"
"Jika kau ingin tinggal di sini lebih lama, tak apa, Miss Alisca." Bisiknya pelan.
"Tidak, Jason. Aku bisa memindahkan barang-barangku sekarang. Dan besok aku akan pindah."
"Miss Alisca aku.."
Jason menahan ucapannya. Aku tak tahu apa yang ingin dia katakan. Tapi raut wajahnya terlihat sedang memikirkan sesuatu.
"Ada apa?" Tanyaku penasaran karena dia hanya diam sambil terus memerhatikanku.
"Apa kau yakin, ikut denganku?" Tanyanya lagi.
"Ya. Kita mulai jam 19:00 nanti. Bagaimana?"
Kedua matanya terlihat lebih mengkilat dari sebelumnya. Ia menatapku lebih dalam lagi.
"Kau yakin?"
"Aku tak sabar untuk mendapatkan informasi darimu" Ucapku mengelak.
Aku lebih penasaran bagaimana rasanya saat Jason menghisap darahku.
"Livia.." Panggil Joshua yang masuk ke dalam kamarku lagi.
Ia memberikanku rubik kesukaannya. Kemudian ia memelukku.
"Sampai jumpa, Livi." Ucapnya kemudian mencium bibirku lalu berlari pergi. Ya ampun, Joshua baru kali ini ia bertingkah berlebihan padaku.
Aku tertawa pelan sambil kembali berdiri. Tiba-tiba Jason menarikku mendekat, telapak tangannya menyentuh rahangku dan ibu jarinya menyapu pipiku.
Ya ampun, jantungku benar-benar seperti ingin meloncat keluar.
"Mr. William.. aku berpikir, mungkin spot-mu dari atas kepalaku sampai bahu." Bisikku pelan kemudian menundukkan kepalaku.
Lalu Jason menyentuh daguku, menariknya perlahan keatas. Aku menatap kedua mata birunya yang mengkilat.
"Terimakasih, Miss Alisca. Tapi aku sudah berjanji tidak akan menyakitimu." Bisiknya kemudian mencium pipiku dengan lembut.
Oh my! Bibirnya menempel di pipiku, hidungnya menghirup nafas di pipiku, rasanya aku ingin pingsan.
"Livia, aku baru saja mencuci syal favoritmu." Ucap Grace membuatku segera menjauhkan diri dari Jason. Begitu juga sebaliknya.
"Oh, terimakasih Grace. Syal ini akan selalu melindungiku" Jawabku tertawa pelan sambil melirik Jason yang terlihat.. tunggu apa dia terlihat malu?
"Aku sudah selesai, Grace. Jason akan mengantarkanku. Aku akan membereskan beberapa urusan di sana, mungkin aku akan pulang malam" Ucapku kemudian Grace memelukku.
"Jason, terimakasih.." Ucap Grace yang juga memeluk Jason. Jason hanya membalasnya dengan canggung.
"Sama-sama Mrs. Michaelson, aku senang melakukannya" Jawab Jason tersenyum.
Kemudian aku membawa koperku, sementara Jason membawa kotak besar berisi barang-barangku menuju mobil. Memasukkan semuanya ke dalam bagasi.
Selama dalam perjalanan, aku masih berpikir. Jason tidak menciumku, karena ia tak ingin menyakitiku? Apa maksudnya?
"Jason, kau tidak benar-benar menyuruhku bekerja di perusahaanmu kan?" Tanyaku mengalihkan perhatiannya dari jalanan.
"Aku serius, jika kau menginginkannya. Aku lihat dari beberapa resume milikmu, kau memiliki pengalaman luar biasa dalam bidang memasak. Dan aku yakin salah satu hotel ku bisa memberikan tempat di posisi chef." Jawabnya dengan lugas. Oh ya, aku memang sekolah memasak.
Sejujurnya aku tertarik. Tapi pikiranku berusaha untuk tidak terlibat apapun dengan Jason kecuali perjanjian kita.
Aku menggigit bibirku pelan, mencoba berpikir lagi. Apakah ini tawaran yang akan ku sesali nantinya?
"Terimakasih atas tawaranmu, Mr. William. Aku rasa aku belum pantas untuk menerima posisi itu. Lagipula aku tidak yakin perusahaanmu akan menerima seseorang yang baru saja 'dipecat' dari pekerjaannya."
"Omong kosong, Miss Alisca" Bisik Jason membuatku membulatkan kedua mataku dan menatapnya cukup kaget. Aku berusaha menahan senyumku lagi.
Gedung apartemen milik Jason terlihat tak kalah megah dari rumahnya. Ya ampun, aku hampir tersandung karena tak memperhatikan langkahku, kalau saja Jason tak memegangi tanganku.
"Tenang, Miss Alisca.." Bisiknya pelan.
Apa dia sedang mengejekku? Baiklah, aku tidak akan membiarkan pandanganku berkeliaran di sekitar gedung ini. David, membantuku membawakan kotak milikku.
Dan aku sendiri menarik koper. Sedangkan pangeran aneh ini tidak terlihat mau membantuku.
Jadi, di dalam lift ini hanya ada aku, Jason, dan juga David. Sesekali aku melirik Jason yang hanya diam. Aku harus sedikit mendongakkan kepalaku untuk mengintip wajahnya yang memiliki bentuk hampir sempurna itu.
Aku sudah pikirkan apa yang membuatku lepas kendali saat berada di dekatnya.
Begitu lift terbuka, kami sudah langsung berada di unit apartemennya. Seorang wanita berusia sekitar 50 tahunan yang memakai rok pensil selutut dengan stoking hitam, kemudian kemeja yang dibalut jaket rajut itu menyambut kami.
"Miss Alisca," Sapanya tersenyum ramah. Aku balas tersenyum, kemudian Ia meminta koperku dan berjalan bersama David.
Aku melirik Jason dengan tatapan bertanya.
"Elise. Dia yang mengurus rumah ini. Dan jika kau membutuhkan sesuatu, kau bisa memintanya pada Elise." Jawab Jason sambil berjalan dan aku mengikutinya menaiki tangga.
"Apa dia juga.. Vampir?" Tanyaku pelan.
"Ya, dia berdarah campuran sepertimu." Jawab Jason membuatku tersenyum senang. Aku mungkin akan mengakrabkan diri pada Elise.
"Jangan berpikir kau akan mendapat informasi darinya. Elise sangat tertutup dan sensitif." Bisik Jason sebelum pikiran ku lebih jauh mengenai rencana mendekati Elise. Sialan.
Aku pikir akan menyenangkan kalau aku bertemu dengan orang yang satu jenis denganku. Tapi kalau Elise sangat tertutup dan sensitif, itu akan sangat sulit.
"Apa anda ingin aku mendekorasi ulang kamar ini, Miss Alisca?" Tanya Elise dengan sangat sopan. Sementara aku memerhatikan kamar baru ku yang 5 kali lebih luas dengan tempat tidur king size yang di balut sprai lembut berwarna putih dan selimut satin berwarna silver.
Terdapat sebuah sofa kecil di sebelah kanan yang berwarna putih, lemari pakaian besar dengan 3 pintu, meja rias berukuran sedang berbahan kayu jati kuat yang di cat emas dan putih. Dinding polos yang juga berwarna putih.
"Tidak perlu, Elise. Terimakasih." Jawabku dengan yakin. Aku mungkin akan mendekor ulang sendiri jika perlu.
"Terimakasih David," Ucapku sebelum David berpamitan untuk kembali keluar.
"Dengan senang hati, Miss Alisca." Jawab David tersenyum. Oh ya, aku lupa bertanya apakah David juga seorang vampir? Jika David seorang vampir yang satu tipe denganku, mungkin aku bisa mendekatinya juga.
Elise tidak banyak bicara, ia hanya mengatakan akan menyiapkan makan malam, setelah itu turun menuju dapur ku rasa.
Aku melepas jaketku dan menaruhnya di kursi, mengikat rambutku menjadi ekor kuda. Aku harus memastikan barang-barang yang kubawa.
"Jadi bagaimana menurutmu, Miss Alisca?"
Aku berbalik ke belakang dan Jason sudah berdiri di ambang pintu. Sambil memerhatikanku. Sebenarnya, aku masih harus beradaptasi dengan ini semua.
"Ini keren," Jawabku dengan yakin.
Jason tersenyum menyeringai kemudian mengangkat tangannya menunjukkan sebuah tali.