VAMPIR POSESIF

"Selamat pagi, Mrs. Elise.."sapaku pada Mrs. Elise yang sedang menata meja makan dengan masakannya. Pancake dengan sirup maple dan beberapa potong buah.

"Apa kau menginginkan sesuatu, Miss Alisca?"tanya Elise.

"Panggil Livia tidak apa-apa, Mrs. Elise. "

"Aku senang memanggilmu Miss Alisca," Sahut Mrs. Elise tersenyum ramah. Baiklah, dia memang wanita yang cukup keras kepala juga.

Aku mengangguk sambil membalas senyum keramahannya. Kali ini aku memakai celana jins dan kemeja kotak-kotak. Hari ini mungkin aku akan mulai mencari pekerjaan dan menghubungi Rachel.

"Jadi kau memutuskan untuk tidak tidur lagi, Livia?"

Aku berbalik dan menoleh pada Jason yang sudah berpakaian rapi dengan kemeja polos berwarna putih, dasi berwarna hitam, celana dan jas berwarna abu-abu.

Ia melepaskan kancing jasnya dan duduk di kursi bersiap untuk makan.

"Kau terlihat sangat bersemangat, Mr. William. Apa setiap pagi kau seperti ini?"tanyaku penasaran. Walaupun raut wajahnya masih terlihat kaku dan terkesan serius, tapi nada suaranya terdengar lebih ceria.

"Ku rasa tidak, Livia. Bagaimana kondisimu?"

"Aku baik-baik saja, Jason."jawabku tersenyum.

"Apa hari ini kau berniat keluar?" Tanya Jason sambil memotong pancake-nya. Aku menggigit bibirku setelah meminum setengah gelas darah di gelasku.

Rasanya cukup asing, tapi lebih enak dari darah yang biasanya ku minum.

"Ya, aku akan kembali mencari pekerjaan." Jawabku meminum kembali darah ini. Rasanya lebih manis, gurih, dan sedikit panas di tenggorokan. Tapi ini menyenangkan.

"Aku akan meminta David untuk menemanimu." Ucap Jason membuatku menatapnya tanpa berkedip. Apa aku harus mengantarkan CV di tempat-tempat kecil dengan mobil mewah dan seorang supir? Itu jelas-jelas konyol.

"Ku rasa tidak perlu, Jason. Aku bisa sendiri. Tenang saja, terimakasih." Jawabku dengan yakin. Jason mengalihkan pandangannya ke arahku. "Apa kau mau aku yang mengantarkanmu, Livia?"

Aku tersedak potongan pancake yang baru saja masuk ke dalam mulutku. Ya ampun Jason! Dia benar-benar menyebalkan.

"Wah, kau sangat baik sekali Jason. Tapi sungguh, aku bisa berangkat sendiri. Dan aku tidak akan kabur." Jawabku lalu meminum segelas air putih.

Jason tersenyum menyeringai sambil menaruh pisau dan garpunya.

"Kalaupun kau kabur, aku akan segera menemukanmu lagi, Livia"

Jason adalah orang yang tidak bisa diajak bercanda. Hidupnya terlalu serius. Dan ku rasa kegemarannya selain membuatku meleleh, dia juga senang membuatku ketakutan. Aku bersumpah tidak akan mengajaknya bercanda lagi.

"Aku masih punya waktu 15 menit lagi, sebelum berangkat ke kantor," Ucapnya sambil meraih tanganku menuju sofa di ruang tengah.

Baguslah, aku sudah menyiapkan banyak pertanyaan.

"Oke, Mr. William, kemarin kau sempat mengatakan kalau vampir berdarah campuran memiliki sebuah tanda untuk mengenali satu sama lain," Ucapku mengingatkannya, walaupun aku yakin dia belum melupakannya. "Tepatnya, tanda seperti apa itu?" Lanjutku menanyakan.

Aku melihat senyum menyeringai yang kecil di wajahnya kemudian ia kembali menatapku.

"Tanda itu, ada di belakang lehermu, Livia. Tepatnya di area yang selalu ku cium" Bisiknya pelan. Raut wajahnya terlihat sangat senang.

Yap, senang melihat wajahku memerah sempurna. Sialan. Aku bahkan tak tahu mengenai hal itu. Baiklah, Livia kembali fokus, dan tanyakan lebih spesifik.

"Seperti apa bentuknya?"

"Ku rasa aku perlu melihatnya lagi untuk memastikan," Jawab Jason dengan senyum seringai yang sangat sexy. Ku rasa selera humornya benar-benar parah.

Aku berdeham dan mulai duduk dengan gelisah. Kemudian Jason tertawa pelan menatapku. Wajahnya terlihat lebih manis ratusan kali lipat, dan suara tawanya yang samar-samar membuatku membatu.

"Bentuknya, seperti sayap, berwarna hitam. Itu sangat kecil, kau mungkin tak menyadarinya. Tapi tanda itu yang membuatmu mengeluarkan semacam, cahaya berwarna biru. Itulah yang membuat kalian saling mengenal"

Kali ini Jason menjelaskan dengan serius. Ia melipat kedua tangannya di depan dada.

Well, pantas saja aku melihat ada yang aneh dari Elise. Aku pikir pandanganku terganggu karena perjalanan ke sini. Baiklah, aku harus mencari orang dengan aura biru di tubuhnya. Tapi bagaimana aku memastikannya?

"Jason, bagaimana hubungan antara bangsa pureblood dan halfblood?" Tanyaku ragu-ragu. Aku teringat kembali pada mimpiku tadi malam.

Aku mulai khawatir karena Jason diam dan tak lagi memberikan tatapannya padaku.

"Jason.."

"Menurut sejarah, bangsa vampir pureblood dan berdarah campuran pernah berselisih karena suatu kedudukan. Mereka hidup terpisah," Jawab Jason, cara bicaranya berubah menjadi lebih penuh penekanan dan mulutnya pun tak begitu terbuka setiap ia mengucapkan kata, ia menghela nafas panjang kemudian kembali mengendorkan otot-ototnya yang sempat menegang tadi, lalu ia melanjutkan penjelasannya, "tapi itu terjadi ratusan tahun lalu, Livia. Saat ini mereka sudah bisa berbaur dan hidup satu sama lain."

Aku menganggukkan kepala, walaupun pikiran ku saat ini kembali bekerja lebih keras mengenai reaksi Jason saat menghadapi pertanyaan ini.

"Baiklah, Livia. Sudah waktunya aku berangkat"ucap Jason sambil beranjak dari sofa dan mengancingi kembali jasnya. Ia meraih tanganku dan menggenggamnya lagi. "Kau yakin tidak perlu David untuk mengantarmu?" Bisik Jason.

Aku tersenyum kemudian menggelengkan kepalaku pelan.

"Baiklah, jika butuh sesuatu, katakan saja padaku."bisiknya sambil menatapku. Tatapannya sudah kembali seperti sebelumnya. Ia mengusap-usap balik telapak tanganku dengan lembut, kemudian berjalan menuju lift.

Si pria mempesona yang selalu membuatku menggunakan otakku lebih keras lagi. Entah mengapa, aku pikir ia memiliki pengalaman buruk diantara bangsa pureblood dan halfblood. Oh ya Tuhan, aku jauh lebih penasaran dengan Jason dibandingkan diriku sendiri.

Aku ingin tahu vampir jenis apa Jason? Kemudian soal keluarganya, dan sejarah hidupnya. Aku ingin tahu lebih banyak tentang Jason.

***

Pukul 12:30 siang, aku berada di sebuah cafe shop yang ada di pinggir jalan St. 101 Marryn. Aku masih belum mendapatkan informasi lowongan pekerjaan. Dan aku mulai khawatir.

Kedua mataku menatap keluar jendela cafe ini dan memerhatikan orang-orang yang berlalu lalang di jalanan. Hari yang cerah di Kota London. Mobil-mobil, orang yang keluar masuk toko roti, atau butik.

Aku penasaran, apakah diantara mereka adalah vampir juga? Atau di dalam cafe ini. Setidaknya ada 10 orang yang ada di sini. Dan aku tidak bisa melihat tanda-tanda yang dikatakan Jason.

Atau, bangsa vampir berdarah campuran mungkin hanya memiliki presentase 10% dari penduduk kota London yang merupakan manusia dan juga mungkin vampir pureblood.

Ditengah pikiran ku yang mulai sedikit kacau, ponselku berdering. Di layarku terlihat pemberitahuan sms baru dari Jason.

Dari : Pangeran Menyebalkan ( Jason )

Bagaimana harimu? Apa sudah mendapatkan sesuatu?

Sebaiknya menepi dan cari tempat makan.

Sms dari Jason yang pertama untuk hari ini. Apa dia bertanya karena peduli? Atau bertanya ingin memastikan sesuatu?

Oh, sangat manis Jason. Harusnya aku tidak begitu terpengaruh padamu sejauh ini, jika kau berhenti menggodaku. Atau memberikan perhatian berlebih dalam jenis apapun. Walaupun kau berniat menjaga 'makanan' mu untuk tetap hidup dan memberikan apa yang kau mau.

Tapi tentu saja aku tak bisa mengelak semua ini. Bahkan aku menerima semua perhatiannya dengan senang hati. Menikmati semua ini mungkin sebelum aku didepak dari kehidupannya setelah dia tak membutuhkanku.

Untuk : Pangeran Menyebalkan ( Jason )

Belum ada kemajuan. Koneksi ku di London sangat terbatas, Mr. William. Aku harus mengeluarkan tenaga ekstra untuk mencarinya.

Oh ya, aku sudah menepi. Dan saat ini aku sedang di Gritel Coffee Shop. Apa kau sudah makan siang?

Makan siang. Nah, ku pikir ini jadi kesempatan bagus untukku, jika dia mengerti pesanku, dan mau menyusulku ke sini, aku bisa pastikan dia benar-benar tidak terganggu oleh matahari, dan masih memerlukan makan siang seperti ku.

Aku tak percaya jauh di dalam hatiku, sebenarnya aku memang ingin makan siang dengannya.

Ponselku kembali berbunyi dan menunjukkan sebuah sms balasan dari Jason.

Dari : Pangeran Menyebalkan ( Jason )

Aku tahu jelas koneksimu sangat terbatas di mana pun, Miss Alisca.

Itulah alasanku menawarkan pekerjaan di perusahaanku. Jika kau tertarik, aku akan bicarakan ini pada staf lain.

Tunggu aku 15 menit lagi. Aku akan ke sana.

Waw! Jackpot! Aku tak menyangka Jason benar-benar akan menyusulku ke sini. Apa jam makan siangnya cukup panjang? Atau dia memaksakan diri untuk menemuimu, Liv?

Oh jangan mulai lagi. Aku merutuki diriku sendiri yang tak bisa mengontrol pikiran bodohku mengenai.. kemungkinan Jason menyukaiku sebagai wanita.

Atau mungkin dia menganggapku sebagai adik? Itu setingkat lebih istimewa di bandingkan hanya dianggap sebagai makanan kan?

Tunggu, dia bilang apa? Koneksiku terbatas dimana pun? Itu sebuah hinaan yang tak terelakkan bagiku. Dia benar. Tapi apa perlu mengucapkannya begitu saja?

Untuk : Pangeran Menyebalkan ( Jason )

Well, aku menyadari kalau aku masih muda Mr. William. Aku akan membangun koneksiku lebih luas di sini.

Aku bukan tidak tertarik atas semua tawaranmu Jason, tapi ku rasa aku masih mampu melakukannya sendiri, terimakasih.

Aku menunggumu, hati-hati di jalan.

Beberapa detik setelah aku menekan opsi kirim, dan membaca kembali pesan yang ku kirim, sejenak aku merasakan ada sedikit keganjalan. Livia, apa maksudmu dengan hati-hati di jalan? Kau tidak pernah memakai kalimat itu selama 24 tahun kau hidup di dunia.

"Aku harap kau tidak terlalu lama menungguku, Miss Alisca."

Oke, aku hampir menjatuhkan Iphone 7 milikku ke lantai saat pria yang sedang kupikirkan ini tiba-tiba saja sudah duduk di hadapanku.

"Aku meminta David untuk mengendarai mobil jauh lebih hati-hati karena ada seseorang yang sedang menungguku"bisik Jason dengan tatapan yang jelas sedang meledekku.

Tenang Livia, kau harus berpikiran jernih untuk membalas ledekkannya. Aku tersenyum tipis kemudian memanggil pelayan untuk mengalihkan rasa maluku sejenak.

Aku memesan satu roti manis dan juga secangkir cappucino. Sementara Jason memesan muffin coklat dan secangkir teh hitam tanpa gula.

Kemudian Jason menyodorkan sebuah botol minuman berbahan metal yang dibungkus dengan tas kecil.

"Karena kau membutuhkan tenaga ekstra untuk memperluas koneksimu"ucap Jason membuatku mengerutkan dahi kemudian membuka botol minum tersebut.

Dari kekentalan dan baunya, ku rasa ini darah hewan yang sama tadi pagi ku minum. Aku ingat saat tadi aku bertanya pada Elise, darah ini merupakan darah burung yang dipercaya lebih meningkatkan stamina. Dan aku yakin harganya pun sangat mahal. Ini seperti wine merah versiku sendiri.

"Kau juga membawanya?"tanyaku. Karena aku hanya melihat satu bungkusan ini yang dibawa Jason.

"Aku tidak memerlukan itu sejak ada kau, Miss Alisca"jawab Jason tersenyum. Kalau begitu, aku mulai bisa melihat efek dari darahku untuk Jason.

"Jason, apa keluargamu tinggal di London juga?"tanyaku ketika kami sama-sama terdiam untuk beberapa saat. Aku menyadari tatapannya mulai meredup. Ia menggenggam cangkirnya lebih kuat hingga urat-urat di tangannya sedikit terlihat.

Kemudian ia menghembuskan nafas panjang.

"Tidak, Livia. Mereka tidak berada disini,"jawab Jason pelan.

Aku mengangguk kemudian menatapnya dengan antusias. Dan seolah mengerti dengan tatapanku, Jason kembali bicara dengan pelan.

"Kau akan melihatnya sendiri nanti, Livia. Sekarang makanlah,"

Aku tidak bisa makan dan melewatkan momen untuk memandangimu Jason.

Aku selalu menaruh perhatianku pada rambut Jason yang terlihat rapi, lembut, tidak berminyak, warna coklat keemasan yang indah.

Lalu turun, ke arah matanya yang berwarna biru cerah, hidungnya, lalu bibirnya. Aku tidak bisa melewatkan itu semua.

"Aku berpikir kalau kau mungkin tidak perlu bekerja, Livia"ucap Jason pelan. Dia menatapku dengan tatapan mengintimidasi. Aku gugup, kenapa dia tidak ingin aku bekerja? Apa dia takut aku akan kabur?

"Livia, kau tahu aku akan memberikan semua yang kau butuhkan,"

Tentu aku percaya akan hal itu. Jason memiliki kekayaan yang luar biasa. Tapi aku tidak mau itu semua. Aku tidak mau terkurung di apartemen atau rumahnya terus menerus.

Aku mulai merasa kesal, karena Jason selalu menyepelekan semua hal tentangku. Tapi aku berusaha mengerti, aku berusaha untuk tidak menunjukkan rasa tersinggungku.

"Aku tidak bisa Jason.."

"Lalu kau akan mencari pekerjaan seperti apa, Livia? Kau akan kesulitan mencari pekerjaan yang bisa menyesuaikan waktumu dengan waktu perjanjian kita,"balas Jason dengan tenang. Tapi tatapannya masih tajam ke arahku.

Sementara aku merasa sangat kecewa mendengar alasannya tak jauh soal perjanjian itu. Dia hanya khawatir kalau waktu kerjaku akan mengganggu jadwalku dengannya. Untuk menghisap darahku.

"Dan kau pikir jika aku bekerja diperusahaanmu, aku akan mendapatkan jam kerja sesuai?"

"Aku bisa mengaturnya,"

"Ya tentu, kau bisa mengatur semuanya Jason. Tapi aku tidak mau kau terus menerus mengatur kehidupanku saat ini, dan hanya melihat kepentinganmu sendiri."jawabku dengan nada tinggi, aku mulai semakin kesal menyadari ini semua terasa buruk.

Apa Jason seorang narsistik? Aku rasa dia tak memikirkan kepentinganku sama sekali selama ini, kecuali yang menyangkut kepentingannya juga.

"Livia,"

"Aku akan ada di apartemen pukul 05:00 sore" ucapku memotong kalimatnya dengan tak sabar, kemudian beranjak dari tempat dudukku.

Aku berharap Jason akan memanggilku lagi. Tapi hingga aku keluar dari pintu cafe, dia tak memanggilku sama sekali. Pikiran bodoh apa yang memenuhi kepalaku?

"Miss Alisca,"panggil David menghentikan langkahku. David bahkan sudah membukakan pintu mobil untukku.

Aku hanya tersenyum tipis kemudian melanjutkan langkahku untuk pergi. Kenapa aku merasa sangat kesal? Sejak awal Jason tidak pernah memperdulikan ku.

Dia hanya peduli pada kebutuhannya. Dan kenapa aku harus merasa sangat kesal!? Kenapa aku malah melarikan diri seperti seorang wanita yang membutuhkan perhatian lebih dari prianya? Ini konyol. Livia harusnya kau protes tanpa perlu menunjukkan sikap seperti ini.

"Livia?"

Lagi-lagi langkahku terhenti saat seseorang memanggilku. Aku menghela nafas panjang dan seseorang berjalan menghampiriku.

Aku yakin aku tak salah lihat saat ini. Pria yang tingginya tak begitu jauh dariku, dengan mata coklatnya, dan senyuman menawan itu berdiri di hadapanku.