HADIAH DARI JASON

Untuk: Jason

Hei, dude. Bagaimana harimu? Kau terlihat sangat sibuk.

Oh ya, apa kau punya masalah dengan lemariku? Aku tak mengenal semuanya.

Aku menekan opsi kirim dan menggigit bibirku menahan kekesalanku. Aku benar-benar merasa terhina. Apa aku harus mengacak-acak apartemen ini untuk mencari bajuku?

Ponselku berbunyi, sms dari Jason.

Dari: Jason

Hei, Miss Alisca, bukankah sedikit kasar memanggil pacarmu 'dude'?

Hariku sangat sibuk. Ada sedikit masalah di hotel. Dan aku tidak bermasalah dengan lemarimu. Percayalah, kau akan membutuhkan baju-baju itu ketika kau menjadi penulis terkenal.

Kenapa orang ini selalu membuatku gagal marah? Oh ya, disini banyak baju-baju formal, seperti wanita kantoran. Dan sisanya gaun-gaun santai dan blouse rumahan - maksudku, baju rumahan seorang anak presiden mungkin.

Untuk: Jason

Aku minta maaf mengganggu waktu sibukmu. Aku hanya kaget kenapa tiba-tiba lemariku dipenuhi baju-baju yang bukan gayaku.

Tapi, terimakasih. Aku suka kalimat yang terakhir.

Aku menyerah tak menemukan baju-bajuku. Tapi aku menemukan celana jeans pendek, lalu aku memakai tanktop putih juga sweater rajut putih. Sweater ini sangat lembut dan memiliki corak bunga yang berlubang, longgar, dan sangat nyaman. Aku yakin harganya tak biasa.

Dari: Jason

Sudah menerima kunci yang ku berikan? Aku ingin kau segera memasuki ruangan itu, Livia.

Oh, ya kunci itu. Aku juga penasaran apa yang ada di ruangan itu.

Untuk: Jason

Tidak bisakah aku melihatnya saat kau pulang? Aku curiga kau menaruh mayat atau yang lainnya di dalam.

Aku akan ke sana.

Baru saja aku ingin keluar, ponselku kembali berbunyi.

Dari: Jason

Cepat pergi ke ruangan itu, Livia. Dan jangan sms aku lagi.

Aku sedang dalam rapat, dan aku tak mau konsentrasiku terganggu lagi karenamu.

Aku tertawa pelan sambil mengantongi ponselku di saku celana jeans. Kemudian aku berjalan menuju ujung lorong lantai ini. Di sini, aku menemukan tangga. Aku baru menyadarinya ada tangga. Setelah menaiki tangga, aku menemukan sebuah pintu. Aku mulai berpikir apa mungkin pintu ini akan mengarah ke suatu tempat?

Penasaran, aku pun segera memutar kunci di pintu ini. Sulit dipercaya.

Ketika aku membuka pintu, aku melihat satu ruangan yang cukup luas dengan sebuah meja dari kayu jati yang mengkilap, di atasnya ada laptop macbook, peralatan tulis, kursi duduk yang terlihat nyaman. Meja itu menghadap ke arah jendela kaca.

Aku berlari kecil menghampiri jendela kaca tersebut, dan aku bisa melihat jalanan pusat kota London dari ketinggian beratus-ratus meter. Aku bahkan bisa melihat langit yang terasa lebih dekat. Ya ampun! Aku baru menyadari betapa tingginya unit apartemen Jason.

Di sebelah kanan ruangan, terdapat rak lemari buku-buku. Oh Tuhan, aku hampir menjerit keras di ruangan ini.

Buku-buku mengenai sastra, novel-novel dari penulis terkenal, dan semuanya asli! Beberapa ada yang sudah pernah ku baca, salinan bukunya dan juga novel berbentuk ebook. Di sebelah rak buku juga ada sofa berukuran sedang berwarna biru langit dan meja kaca di tengahnya.

Aku mengalihkan pandangan ke sebelah kiri, ada sebuah papan kaca lengkap dengan spidolnya.

Aku menghampirinya, dan spidol ini ternyata berwarna emas. Lucu sekali Jason tak membelikan warna perak.

Papan kaca ini akan bagus ku gunakan untuk daftar pengiriman naskah, dan planning bulanan. Tapi ini terlalu keren!

Jason kau benar-benar membuatku tak bisa bernafas.

Aku segera meraih ponselku, ingin sekali menelepon Jason. Tapi dia sedang rapat. Aku akan mengganggunya.

Dan aku baru menyadari ada sebuah memo yang tertempel di meja.

Dear, Miss Alisca.

Aku harap kau suka dengan 'ruangan pribadi' mu. Ku rasa ini yang dibutuhkan para penulis.

Well, jika kau ingin mendekor ulang, tidak usah bertanya. Ruangan ini milikmu.

Jason J. William

CEO The Larkshire Company

Mendekor ulang? Apa aku boleh? Tentu saja aku akan mendekor ulang semuanya! Ini adalah ruanganku sekarang.

***

Mrs. Elise membawakanku dinding wallpaper, beberapa vas bunga, dan juga tangga. Aku memasang dinding wallpaper dibantu oleh Mrs. Elise.

Awalnya gugup karena meminta bantuannya. Tapi Mrs. Elise terlihat tak keberatan. Hanya itu, setelahnya, aku membiarkan Mrs. Elise pergi. Dia butuh istirahat.

Setelah memasang dinding wallpaper coklat keemasan, dengan motif bunga dan daun berwarna emas dan perak, aku beralih menata vas bunga.

Setelah menata vas bunga, aku juga menggunting karton dan menaruhnya di dalam kotak kaca tipis sebelum ku tempel di rak buku. Memisahkan buku-buku sesuai jenisnya. Dan juga menyisakan sebagian ruang untuk buku-buku favoritku.

"Sepertinya kau sangat sibuk disini,"

Aku beralih dari rak dan buku-buku yang ku pegang. Jason berdiri di ambang pintu sambil memerhatikanku dan melipat kedua tangannya di depan dada.

"Bukankah seharusnya kau mengetuk dulu untuk masuk ke ruangan pribadi orang lain, Mr. William?" Sahutku dengan nada meledek, kemudian menghampirinya.

"Aku rasa aku akan menyesal memberikan ruangan ini padamu, Miss Alisca"jawab Jason yang menghampiriku juga. Aku baru sadar sekarang sudah hampir pukul 07:00 malam.

"Kau benar-benar menyukainya kali ini?"bisik Jason sambil mengedarkan pandangannya ke sekitar.

"Jason, ini sempurna."

"Benarkah? Biasanya kau selalu protes atas semua pemberianku, Miss Alisca."

Aku terkekeh kemudian meraih wajah Jason dan mencium bibirnya sebentar.

"Terimakasih.."bisikku entah harus mengucapkan apa lagi.

Kali ini Jason yang meraih wajahku dengan tangan kanannya, mengelus pipi ku dengan lembut sambil menatapku.

"Aku tak pernah merasakan ini sebelumnya, Livia. Kau membuatku merasa.. dibutuhkan."

"Di luar sana banyak yang membutuhkanmu, Jason."bisikku.

"Merasa dibutuhkan olehmu, rasanya luar biasa, Livia."bisik Jason membuatku tersenyum sambil menggigit bibirku.

Jari Jason yang ada di wajahku, kini beralih ke bibirku. Melepaskan bibir bagian bawahku yang ku gigit.

"Aku ingin melakukannya,"

"Apa?"

"Menggigit bibirmu,"bisiknya kemudian melumat bibirku. Otomatis aku memejamkan kedua mataku, tanganku bergerak memegangi lehernya. Sementara tangan Jason merosot ke pinggangku. Merengkuh tubuhku kuat, dan semakin memperdalam ciumannya. Menggigit bibir bawahku, lalu melumatnya lagi. Hingga aku rasa, aku kehabisan nafas. Jason akhirnya melepaskan ciumannya.

"Makan malam?"bisikku.

"Apa menu utamanya?" Tanya Jason menatap genit ke arahku. Dia memunculkan senyum menyeringai lagi ke arahku.

"Darah dari Miss Alisca"

Jason kembali tersenyum menyeringai kemudian meraih tanganku. 

"Ini di luar perjanjian, Mr. William. Aku ingin melakukannya disini."

"Disini?"

"Tanpa tali, dan penutup mata. Setuju?"

Jason menatapku sambil menaikkan kedua alisnya.

"Kau yakin?"

"Ya,"

"Kau akan ketakutan Livia,"

Aku menghela nafas kemudian menangkupkan kedua tanganku di wajahnya.

"Aku ingin melihatmu, Jason. Aku tidak akan takut lagi padamu."

Semoga keputusanku benar.

Jason tersenyum menyeringai ke arahku. Ia menangkap kedua tangan ku yang ada di wajahnya.

Tanganku di pegangnya dan ia memutar tubuhku hingga aku membelakanginya.

"Aku tanya sekali lagi, apa kau serius, Miss Alisca?"bisik Jason sambil melepaskan kuncir rambutku.

"Aku serius, Mr. William." Bisikku lagi.

Jason menyingkirkan rambutku ke sebelah kiri bahuku. Sementara ia menaruh perhatian di bahu kananku.

Aku menghadap ke meja kerjaku. Kedua tanganku berpegangan di sisi meja.

Aku menghela nafas panjang dan menyiapkan diriku.

Kedua tanganku mengepal di sisi meja saat Jason menempelkan hidungnya di leherku. Bibirnya mulai bergerak di sekitar leherku hingga ke bahu.

Oh My! Siapkan dirimu Livia.

"Apa yang terjadi jika kau bergerak, Miss Alisca?"bisik Jason di leherku.

"Aku akan terluka,"jawabku berbisik, seolah mengingatkan diriku sendiri.

Aku merasakan bibir Jason tersenyum di bahuku. Kemudian, aku mulai merasakan ujung taring itu menyentuh permukaan kulitku.

Perlahan tapi pasti, taring itu menancap di leherku. Membuatku menggigit bibirku keras agar tak menjerit. Aku memegangi sisi meja dengan kuat.

Tanganku bergerak menyentuh wajah Jason. Namun Jason meraihnya dan menggenggamnya sambil memelukku. Ya ampun pandanganku mulai kabur, kakiku lemas.

Jason semakin kuat menghisap darahku hingga tubuhku terdorong ke depan dan aku meringis. Oh ya ampun, apa tadi Jason belum mengatur stopwatch? Dia seolah lepas kontrol dan mencengkram bahuku dengan kuat.

"Jason.." lirihku dengan lemah.

Aku memejamkan mataku menahan sakit luar biasa, dan tubuhku yang melemah.

"Jason.."

Untuk panggilan yang ini, akhirnya Jason berhenti. Perlahan, dia melepaskanku. Dan tubuhku hampir terjatuh jika Jason tak menangkapnya. Aku melihat kepanikan di wajah Jason.

"Livia,"

"Aku baik-baik saja, Jason." Bisikku karena Jason kelihatan sulit untuk mengatakan sesuatu. Tapi wajahnya begitu panik dan kesal.

"Aku sangat merindukanmu, Livia. Aku minta maaf."bisiknya lalu mengecup keningku dalam. Ia bergerak untuk menggendongku. Keluar dari ruangan ini, menuruni tangga, menuju kamarku.