Disinilah kami malam ini. Jam tanganku menunjukkan pukul 20:00 pm. Aku memakai jaket jeans-ku dan celana jeans panjangku, juga sepatu kets. Jason memakai celana jeans hitam, kemeja biru. Kita berada di atap gedung apartemen super mewah ini. Tentu saja Jason memiliki akses ke sini. Tapi untuk apa?
"Kita tidak menggunakan mobil?"tanyaku mencoba menekan suaraku yang mungkin saja bergetar karena ketakutan. Sudah ku bilang aku takut ketinggian.
"Kita akan pergi ke markas rahasiaku, Livia. Terlalu beresiko menggunakan mobil,"jawab Jason. Matanya memerhatikan lurus ke depan. Dimana gedung-gedung pencakar langit itu menjulang.
"Kita akan lompat, Livia"
"Apa? Kau gila? Aku tidak bisa!"
Aku tahu Jason memang suka memerintah dan seenaknya. Tapi ini keterlaluan.
"Kau bisa, Livia. Kau seorang vampir juga"ucap Jason, nada suaranya terdengar yakin. Aku seorang vampir juga?
"Jason, pertama, aku hanya memiliki sebagian diriku yang merupakan vampir, kedua aku bahkan tak tahu caranya."
"Livia, pertama, kau memiliki sebagian dari vampir, dan seorang penyihir, kau darah campuran yang kuat. Kedua, kau bahkan belum mencobanya"
Aku memutar mataku ke arahnya. Dia menyebalkan. Sangat. Bagaimana pun gedung ini sangat tinggi, dan di sebrang gedung ini yang cukup jauh, juga gedung yang tinggi. Aku berjalan menuju bibir gedung dan menatap ke bawah, sial, aku bahkan melihat mobil-mobil dibawah sebagai titik-titik menyala saking tingginya.
"Kau bisa, Livia. Percayalah,"ucap Jason meraih tanganku dan membawaku menjauh dari bibir gedung yang membuatku pusing.
"Kau hanya perlu memasang kuda-kuda seperti ini, lalu fokus pada gedung yang akan kau pijaki" bisik Jason memberitahuku. Ia memperagakan apa yang sedang diucapkannya.
Fokus. Itu masalah besarku. Aku tak yakin bisa fokus dalam kondisi ketakutan.
"Jason!" Aku memekik kaget saat tiba-tiba saja Jason berlari dengan cepat dan melompat dari gedung ini. Syukurlah Jason benar-benar memijaki gedung di sana. Ia kembali berlari dan melompat ke gedung ini.
"Sudah mengerti?"
Aku tak tahu kenapa aku harus melakukan hal gila ini. Jason memang penuh kejutan, diktator yang membuatku selalu tak bisa menolaknya.
Baiklah Livia, pasang kuda-kuda dengan kakimu yang bergetar ini. Tatapan fokus ke depan, gedung yang akan ku pijaki.
Aku memejamkan mataku dan,
"Jangan memejamkan mata, kau harus lihat kemana kau akan melompat."
Jason memperingatiku, dan aku segera membuka mataku.
"Livia, percayalah. Aku tak akan membiarkanmu terluka sedikitpun." Bisik Jason dengan nada suara yang serius.
Oke kau bisa Livia. Kau seorang vampir berdarah campuran yang kuat. Aku menghela nafas panjang, kemudian mulai melangkahkan kakiku, kedua pandanganku fokus pada gedung di seberang sana.
Hanya pada gedung itu. Dan aku terkejut saat merasa tubuhku sangat ringan, kakiku berlari dengan cepat dan melompat hingga dalam sekejap, aku menjatuhkan diriku di atas gedung. Uh, sial. Tanganku mendarat di posisi yang tak bagus. Untung saja tidak patah.
Dan detik berikutnya Jason sudah berada di sebelahku dengan senyum lebar di wajahnya.
"Kau hebat."
Waw. Jason memujiku untuk hal ini. Tiba-tiba saja aku melupakan luka di tanganku dan ketakutanku beberapa menit yang lalu.
"Sekarang kemana?"tanyaku berusaha tenang. Walaupun sebenarnya aku merasa senang dan masih sedikit gemetar.
"Ikuti aku," bisiknya dengan bersemangat sambil menggandeng tanganku dan kami kembali berlari. Jason jauh lebih cepat dariku. Kami melompati gedung-gedung kemudian ke pohon pinus, hingga kami berada di sebuah hutan.
Akhirnya kakiku kembali menapaki tanah dan nafasku tersenggal-senggal seperti baru saja lari marathon berkilo-kilo meter.
"Kau setengah vampir yang hebat, Livia" bisik Jason tertawa mengejekku. Tangannya sibuk merapikan rambutku yang menempel di wajahku yang berkeringat. Jason, bahkan tak terlihat kelelahan sama sekali.
Kami berada di depan sebuah rumah berbentuk pondok di tengah hutan. Ada beberapa lampu hias di jalan setapak menuju rumah itu.
"Ini dimana?"
"Ensmer,"
"Ensmer? Desa tempat bangsaku? Yang pernah kita kunjungi sebelumnya?"tanyaku tak percaya.
Jason memutar tubuhnya dan menunjuk ke sebelah kiri.
"Itu tempat yang pernah kita kunjungi, Livia. Sekarang kita tepat berada di belakang desa itu"
Tempat apa ini? Aku mulai penasaran juga dengan desa yang dipenuhi kelap-kelip dari kunang-kunang itu.
Tapi Jason dengan cepat meraih tanganku, mengajakku untuk masuk ke dalam rumah misterius ini. Di dalam ternyata lebih luas dari yang ku bayangkan.
Terdapat ruang tamu, dengan sofa dari anyaman rotan yang dibalut dengan bantal berwarna putih. Ada sebuah rak buku besar disebelahnya. Ow, aku tak menyadari ada orang yang sedang membaca buku.
Jason menuntunku untuk masuk ke dalam sebuah ruangan. Di sini terdapat satu meja kaca yang cukup besar, papan kaca, rak buku, dan di sisi sebelah kiri ada ruangan lagi yang terbuat dari kaca. Aku bisa melihat beberapa alat laboraturium yang aneh.
"Livia.."sapa Anna yang langsung memelukku. "Kau oke?"tanyanya.
Dan aku mengangguk dengan sangat yakin dengan senyuman.
"Sepertinya, saudaraku membuatmu begitu kelelahan, Liv."ucap Nathan sambil memberikan ku segelas darah.
Aku mengambilnya dengan ragu. Darah apa ini? Apa darah manusia?
"Itu darah singa, Livia. Tenang saja."bisik Jason di telingaku. Oh, darah hewan. Tunggu, ini darah singa? Oh, harusnya kau tak terkejut Livia. Mereka pasti pemburu yang handal.
"Anna, kau bisa menjelaskannya sekarang, Livia akan ikut mendengarnya juga"ucap Jason. Aku menaruh gelas yang telah ku minum sebagian itu dan mengikuti langkah mereka yang berdiri mengelilingi meja kaca berukuran besar ini. Ada sebuah gambar seperti silsilah keluarga dengan beberapa fotonya.
"Seperti yang kau katakan, Jas. Vampir yang menyerang Livia saat itu adalah bagian dari keluarga Ricolas."ucap Anna sambil menunjukkan salah satu foto yang tertera di dalam silsilah ini. Foto si pria bermantel hitam yang selalu muncul di ingatanku.
"Mereka adalah keluarga pureblood yang alot. Edgar dan Arvelyn Ricolas, yang merupakan ketua keluarga itu, adalah vampir pemburu yang mahir."sambung Nathan sambil menyenderkan tubuhnya di lemari dan melipat kedua tangannya.
"Vampir yang mengawasi Livia adalah bagian dari mereka juga. Kenapa insting berburu mereka hanya tertuju pada Livia?"tanya Jason memerhatikan foto ini. Sementara aku hanya diam untuk menyimak, karena aku belum mengerti sepenuhnya dengan ini semua.
"Vampir yang kita tangkap, Jevon Ricolas, memiliki dua orang saudara. Marvin Ricolas, yang mengikuti Livia. Dan seorang saudara perempuan bernama Bailey Ricolas." Anna kembali menjelaskan dengan tenang.
Ia melingkari dua saudara itu dengan spidol merah, lalu melanjutkan penjelasannya, "Mereka berdua bukan jenis vampir yang suka memburu para keturunan halfblood. Walaupun memiliki kekuatan berburu"
"Kalau begitu Marvin tidak mengincar Livia untuk dibunuh. Mereka ingin kita membebaskan saudara mereka."ucap Jason yang disetujui anggukan Nathan. Jadi, mereka mengawasiku hanya untuk menggeretak Jason, Nathan, dan Anna agar melepaskan vampir yang menyerangku?
"Jika kita bertindak lambat, bukan tidak mungkin mereka akan menggunakan insting berburu mereka pada Livia,"ucap Nathan terus terang. Dan itu membuatku sedikit takut.
"Kedua saudara itu memang tidak memiliki insting berburu, tapi Jevon. Dia memiliki keinginan kuat untuk membunuh para halfblood"ucap Jason yang kelihatan bingung.
"Aku melihat, mereka berniat melakukan negosiasi dengan kita. Melepaskan Jevon, dan mereka tidak akan mengganggu Livia lagi"ucap Anna.
"Aku akan menemui mereka, dan memperingatinya" jawab Jason yang aku tak mengerti memperingati seperti apa.
Semoga bukan hal yang buruk.
"Kau tidak bisa ke sana Jason, Bailey memiliki kemampuan membaca ingatan. Dan kau benar-benar dalam bahaya jika dia mengetahui identitasmu yang sebenarnya"sahut Nathan.
Identitas Jason yang sebenarnya? Apa yang akan terjadi pada Jason.
"Identitas yang sebenarnya? Apa yang akan mereka lakukan jika mengetahui identitas Jason?"tanyaku akhirnya membuka suara.
"Mereka akan melaporkan pada ketua kelompok. Kemudian membunuh Jason. Livia, pacarmu ini adalah brandal yang menjadi buronan bangsa vampir pureblood"jelas Nathan dengan tenang. Sementara Jason melemparkan pulpen ke arahnya. Hebatnya, Nathan bisa menangkap pulpen itu dengan mulutnya.
"Aku dan Nathan akan mendatangi mereka. Jason, kau harus menjaga Livia. Dan.."ucap Anna menggantung, ia beralih menatapku.
"Ku rasa, mulai sekarang, akan ada banyak vampir pemburu yang mengincar Livia."lanjut Anna. Aku yakin kali ini bukan hanya aku yang terkejut di ruangan ini.
Jason dan Nathan terlihat terkejut juga. Namun selain terkejut, aku juga bingung. Apa yang dimaksud Anna? Kenapa akan banyak vampir yang mengincarku?
"Anna, apa yang kau maksud?"sergahku pada Anna.
"Livia, kita bicarakan ini-"
"Jason, aku ingin tahu."jawabku tegas. Aku melihat Jason melirik ke arah Anna, kemudian Anna menganggukkan kepalanya seolah meyakinkan Jason atas hal yang masih belum aku ketahui.
"Livia, kau ingat saat vampir pemburu itu menyerangmu? Sebelum Jason datang, kau berhasil membuatnya melepaskan cengkramannya bukan?"tanya Anna.
Aku bahkan hampir melupakan hal itu. Aku sendiri masih tak percaya akan hal itu.
"Ya, ku rasa dia seperti kesakitan. Dan aku tak tahu kenapa."
"Itu karena kau seorang Arcturus. Vampir berdarah campuran yang bisa membunuh vampir pureblood. Vampir pemburu sekalipun"jawab Anna dengan senyum kecil di wajah cantiknya. Ini hal yang bagus bukan? Tapi kenapa rasanya aku mulai takut pada diriku sendiri.
Baru saja mereka akan melanjutkan, pintu ruangan ini diketuk. Anna berjalan untuk membukanya. Sementara aku masih sangat terkejut dengan pernyataan Anna barusan.
"Kau juga bisa membunuh Jason, jika dia macam-macam Livia"ledek Nathan lagi dan entah aku tertawa.
"Coba saja kalau kau bisa,"bisik Jason kemudian mengecup telingaku.
Sialan. Aku memang tidak akan mampu membunuh makhluk mempesona ini.
"Jason, Evana ingin melaporkan sesuatu"ucap Anna dengan seorang wanita cantik di sebelahnya yang ku rasa bernama Evana.
"Aku akan mengajak Livia berkeliling,"ucap Anna sambil menggandeng tanganku keluar dari ruangan ini. Nah, aku senang akhirnya ada yang akan menjelaskan banyak hal padaku tentang tempat ini.