BAB 26 : Jangan mengungkit tentang kakaknya

Sepulang sekolah saka memilih tidur sebentar, tanpa melepas seragam sekolahnya. Ia tertidur dengan lelap sampai mimpi buruk terjadi lagi.

"Saka aku merindukanmu, bagaimana kabarmu?."

"Kau siapa?."

"Kamu melupakanku saka?."

"Kau siapa hah!."

"Aku senang jika saka sampai sekarang, masih bertahan. Semangat ya!."

"Kenapa wajahmu tidak terlihat, tunjukkan dirimu jangan selalu lari dari pertanyaan ku selama ini bodoh!."

"Aku memang bodoh, dan aku minta maaf jika tidak bisa bersama mu sekarang tapi percayalah aku tetap berada di sisi mu saka."

"Kau!."

"Bangunlah." Sambil menunjukkan senyumannya.

"Aaaaa!." Saka langsung bangun dari tidurnya, ia melihat sekeliling mimpi buruknya selalu datang.

"Sial!." Umpat saka, ternyata dia tertidur di sofa ruang tamunya.

Saka meraih handphonenya, untuk melihat pukul berapa sekarang.

Jam 17:30

Saka mengusap wajahnya, sambil meletakkan kembali Handphonenya, mimpi tadi selalu membuat dirinya kebingungan, atas kemunculan orang itu yang selalu di mimpinya. Menjadi sebuah misteri bagi saka, orang yang berada di mimpinya hanya menunjukkan senyuman tapi tidak terlihat jelas wajahnya.

"Dia siapa sebenarnya, kenapa dari dulu orang itu selalu muncul di mimpi ku?." Guma saka, lalu bangkit dari duduknya.

Karena tidak ingin mengingat mimpi itu lagi, saka berniat untuk mandi lalu nanti memesan makanan.

Jika ingin tahu di mana Raditya dan Dralen yang berkata ingin menginap di rumah saka, jawabannya si Raditya ada les lalu dengan Dralen dia akan menginap di rumah saka pada waktu malam.

Di kamar mandi, saka sedang menatap dirinya di cermin yang sudah ada di dalam, ia terus terdiam menatap wajahnya di cermin, sampai tidak sadar dia menitikkan air mata.

"Kenapa aku menangis?." Saka dengan cepat menghapus air matanya.

"Papa maafkan anakmu yang tidak berguna ini, aku sangat lemah dengan apapun. Hahaha betapa lucunya itu, aku seperti anak kecil kau tahu itu?." Saka tersenyum kecut, mentertawakan diri sendiri itu memang menyenangkan.

"Gimana ama gua, apa Akarya ini di bilang kuat tentunya itu gak bener, gua lemah karena selalu nahan emosi, sampe orang bilang kenapa gak di lawan. Iyalah gua orangnya bodoh."

Dia terus mengumpat tidak jelas, menjelekkan dirinya sendiri sebagai rasa hancurnya, selama ini dia terus menyembunyikan kegilaannya dari orang lain bahkan dunia luar.

Tiba-tiba di depan rumahnya, terdengar suara Raditya langsung saja dengan cepat dia memakai baju yang sudah di bawa ke dalam kamar mandi tadi, setelah selesai memakainya dia berlari menuju pintu depan dan dengan rambut yang masih berantakan dan juga basah.

Clek!

"Lama bener lu bukanya sak!." Celoteh Raditya.

"Sorry baru habis mandi."

Raditya mengangguk-anggukkan kepalanya paham, dia lalu masuk kedalam rumah saka menuju ruang tamu untuk duduk.

"Itu temen lu, siapa namanya yang juga pengen nginep disini?." Tanya Raditya

"Si Dralen?."

"Iya itu, buat apa si Dralen nginep juga disini sebenernya."

"Gua juga gak tahu, emang ada masalah apa lu pengen nginep di rumah gua?." Saka bertanya pada Raditya, sambil ikut duduk di sofa tunggal.

"Biasa gua lagi males di rumah, emak ama bapak gua kerjaannya ribut terus. Jadi capek gua lama-lama di rumah."

"Oh, terus dah selesai lesnya lu?."

"Udah lah, oh ya lu gak ada niatan buat ikut les apa gitu atau ekstrakulikuler?."

"Buang waktu gua aja."

"Belajar di bilang buang waktu, dasar lu sak!." Raditya menggeleng-gelengkan kepalanya tidak paham dengan jalan pikiran saka.

"Lu dah mandi?."

"Belum sih, kalo gitu gua pinjem kamar mandi lu buat mandi."

"Hmm, gua pesenin makanan dulu."

"Ok lah, yang banyak sak!." Sambil bangkit dari duduknya dan berjalan ke kamar mandi yang dekat dengan dapur.

Saka membuka layar ponselnya, untuk memesan makanan melalui aplikasi online, setelah selesai dengan acara memilih makanannya, dia menghidupkan televisi untuk menonton.

Kemudian, selang beberapa waktu saka merasa bosan untuk menonton lalu mematikan televisinya.

Saka berpikir kenapa Raditya lama sekali untuk mandinya, ini bahkan sudah melewati lima belas menit, orang itu sedang melakukan apa saja sampai lama sekali keluarnya.

Terdengar dari luar ada yang sedang memanggil, saka buru-buru menghampiri keluar dan itu adalah pesanan makanannya tadi yang sudah sampai.

"Ini pesanannya anda, kalau begitu permisi."

"Terimakasih pak."

"Sama-sama, saya senang anda percaya dengan layanan kami."

"Iya."

Orang yang mengantarkan makanan itu, pergi dari area perkarangan rumah saka dengan motornya. Sedangkan saka dia kembali masuk kedalam rumah.

Saka meletakkan makanannya di atas meja ruang tamu, lumayan banyak juga dia memesan total dari pesanannya ada delapan ratus ribu lah, bukan makanan saja saka membeli minuman, makanan ringan dan beberapa buah sebagai penutup nanti.

Terlihat Raditya sudah selesai dari mandinya dengan mengenakan pakaian santainya.

"Sak di kamar mandi kenapa ada pisau, buat apa?." Tanya Raditya, berjalan kearah ruang tamu.

Saka yang mendengarkan itu, menjawab dengan nada biasa seperti tidak ada hal yang mencurigakan.

"Gua lupa naro di dapur tadi." Jawab saka yang sedang memainkan Handphonenya.

"Oh, sekarang jam berapa sak?."

"Jam enam lewat dua puluh delapan."

"Oh lama juga gua mandinya, itu di meja makanan?." Raditya langsung duduk di sofa tempat dia duduk tadi.

"Ya, baru sampe."

"Oh, sak lu bisa buat jenis puisi gak?." Tanya Raditya

"Puisi apa?."

"Ya apa aja."

"Lu nanya puisi, buat apa?."

"Gua liat di salah satu piagam lu, ada pemenang kontes berpuisi."

"Entah sekarang, gua terlalu males."

"Lu kan bisa main gitar, ajarin gua dong." Ucap Raditya dengan tatapan memelas.

"Emang lu bawa gitar?."

"Ya kapan-kapan lah, emang lu gak liat gua gak bawa barang kek gituan?."

"Hmm."

Tok tok tok!

"SAKA!." Teriaknya dari luar

Raditya yang terlonjak kaget karena teriak itu, membuat jantungnya berdetak kencang lalu mencoba mengatur nafasnya dulu."

"Siapa sih itu, bikin jantung copot aja!." Runtuk Raditya mengusap dadanya.

Saka yang mengenal suara itu, langsung melangkah menuju pintu untuk membukanya. Terlihat Dralen sudah berdiri di depan pintu dengan cengiran di wajahnya itu.

"Gua masuk ya." Sambil langsung masuk saja meninggalkan saka di depan pintu.

Saka kembali menutup pintunya, dan berjalan ke arah sofa.

"Wih sak, banyak makanannya buat pesta?." Ujar Dralen dengan tatapan mata berbinar-binar.

"Buat lu berdua." Timpal saka, kembali duduk.

"Oh, ini siapa nama lu?." Dralen menunjuk kearah Raditya, sedangkan yang di tunjuk memberi tampang malasnya, karena Dralen lupa.

"Raditya." Singkatnya, sambil mengeluarkan sebuah buku pelajaran.

"Sak gak kepikiran buat ngumpul gitu, gua jarang ngumpul.'' Dralen menatap saka yang sedang memainkan Handphonenya.

"Mereka punya kesibukan juga Len."

"Yah padahal kangen." Dengan menunjukkan wajah murungnya.

"Ama siapa?." Saka mengernyitkan dahinya menatap Dralen.

"Semuanya lah siapa lagi, gak mungkin lu." Ledek Dralen

Saka tidak menghiraukan ledekan Dralen, dia lebih menyibukkan diri dengan Handphonenya itu.

Dralen mendengus kesal, ucapannya di anggap angin lewat. Dia menatap kearah Raditya yang juga sibuk belajar.

"Lu belajar?.''

Sedangkan Raditya yang di panggil itu, tidak menimpali ucapan Dralen.

"Gua nanya jing, punya telinga gak sih!." Kesal Dralen saking kesalnya dia memukul meja.

"Heh pecah ntar itu meja gua!." Tegur Saka, mejanya itu kaca jika pecah kan dia bisa repot lagi.

Raditya juga mengalihkan perhatiannya, menatap kearah Dralen yang masih kesal itu, dia mengerutkan keningnya merasa bingung dengan situasi. Sampai Raditya membuka suaranya.

"Lu ngomong ama gua?."

"Iyalah tuli, gua nanya belajar apa. Emang lu pikir gua ngomong ama setan!."

"Kirain ama saka, kan dari tadi lu ngobrol ama dia. Terus gua harus peduli gitu?." Raditya kembali menulis pada bukunya.

"Dih kayaknya gua emang gak cocok buat temenan ama lu, jutek bener jadi orang."

"Seterah.'' Ketus Raditya

"Udah, sekarang lu berdua makan dulu ntar basi itu makanan. Ributnya di lanjut nanti, gua gak pengen duit buat beli makanan ini terbuang sia-sia."

Saka memberi tatapan datarnya, apa lagi penuturan kalimat yang di ucap saka penuh dengan penekanan.

"Ok lah, tapi itu mata lu jangan kayak gitu." Ucap Dralen, dia paling tidak suka dengan tatapan saka yang seperti ingin membunuh orang.

Raditya yang mendengar ucapan saka itu, menghentikan kegiatannya lalu membuka makanannya satu persatu.

"Gua gak yakin bisa habis ini makanan, lu beli kebanyakan sak." Ujar Raditya, sedangkan tangannya masih sibuk membuka makanan.

"Nah bener kata Raditya." Timpal Dralen, setuju dengan pendapat Raditya.

"Kalo gak habis taro di dapur dulu, sekarang lu berdua pengen tidur dimana?."

"Gua di sini aja lah." Sahut Raditya, sambil makan.

"Len?."

"Umm lu punya kamar tiga kan?."

"Hmm."

"Boleh tidur di kamar kakak lu gak?."

"Asal jangan lu berantakin kamar itu orang!."

"Ok siap pak bos." Senang Dralen dengan gaya seperti memberi hormat.

Raditya yang sedang mengunyah makanannya, tersedak karena terkejut. Sedangkan saka dan Dralen sama terkejutnya dengan Raditya.

"Lu kenapa Jing?."

"Hukh hukh, gua baik-baik aja cuma refleks denger tuturan lu." Ucap Raditya sambil menunjuk Dralen.

"Hah?."

"Sak emang lu punya kakak?." Tanya Raditya pada saka.

"Hmm."

"Oh terus dimana kakak lu?."

"Lu ngapain nanya orang brengsek kek dia, gua mau tidur duluan. Dah selesai beresin."

Setelah berbicara itu saka melangkah pergi dari ruang tamu, untuk menuju kamarnya.

Jika sudah mengungkit soal kakaknya itu, saka paling tidak suka mendengarnya. Setelah kakaknya pergi selama dua tahun dan tidak pernah memberi kabar, membuat saka benci. Apa lagi dia sudah di tinggal selama dua tahun, saat sudah Ayahnya kecelakaan dan koma.

Beralih pada dua orang yang berada di ruang tamu.

Dralen memasang wajah datarnya, dan berpikir kenapa Raditya bertanya soal itu. Tidak semua orang suka di ungkit hal pribadinya.

Sedangkan Raditya masih terbengong melihat tingkah saka barusan, dia belum paham padahal dia hanya bertanya soal kakaknya saka, tapi malahan membuat saka terlihat kesal.

"Itu si saka kenapa ya?." Tanya Raditya kepada Dralen, yang sedang membuka layar ponselnya.

Dralen berdecih dengan pertanyaan Raditya, dia yang sudah membuat masalah tapi malah bertanya akibatnya.

"Cih lu mendingan diem aja lah, dan satu hal lagi jangan pernah ngungkit masalah pribadi orang lain!."

Dralen berbicara dengan kesal, dan lalu pergi dari ruang tamu. Dia akan langsung tidur saja, karena moodnya sekarang hancur melihat saka yang seperti tadi.

Raditya semakin dibuat bertanya-tanya, apa dia melakukan kesalahan dengan ucapannya tadi itu?.

"Saka ama Dralen langsung berubah gitu sikapnya, apa karena gua?." Guma Raditya

Setelah makan dia membereskan semuanya, makanan yang masih tersisa di bawa ke dapur dan merapikannya.

Setelah selesai dengan itu, Raditya kembali ke ruang tamu. Karena pekerjaan rumahnya belum habis juga, jadi dia memilih mengerjakan tugasnya dulu, baru tidur nanti.

"Brengsek!." Umpatnya dengan memukul kepalanya sendiri.