BAB 28 : Berkeinginan untuk bolos

Hari ini adalah hari Kamis, terlihat seorang pemuda yang baru datang ke sekolah dengan motor besarnya. Dia memakirkan motornya di tempat yang sudah di sediakan.

Sebenarnya bagi dirinya hari ini terlalu malas untuk bersekolah, atau pun kegiatan lainnya.

Saka turun dari motor, baru dia merapikan rambutnya yang berantakan karena helm yang dia gunakan.

Bersama Raditya, saka berjalan menuju kelasnya seperti biasanya, saka memasang tampang wajah datar, lihatlah beberapa murid yang melihat saka dan Raditya berjalan beriringan. Membuat tatapan mereka tidak lepas dari dua pemuda itu.

"Sak itu Dralen lama bener, ini dah jam tujuh lagi." Ujar Raditya memberitahu saka, dengan suara khasnya.

"Rutinitas wajibnya." Ia berucap seperti tidak ada yang membingungkan, tapi untuk Raditya itu hal tidak mudah di mengerti.

"Maksudnya mandi gitu?." Raditya mengerutkan dahinya menatap saka.

"Makan bersama keluarga." Saka menelan ludahnya, hanya kata keluarga membuat dirinya merasa tertampar oleh kenyataan.

"Oh gitu, ya udahlah gua mau ke kelas dulu karena arah kelas kita beda. Gua duluan ya sak!." Ucap Raditya, melangkah pergi sambil melambaikan tangannya.

Saka tidak menimpali ia melanjutkan langkah ke kelasnya. Saat ia ingin masuk tiba-tiba ada yang menghadang pintu yaitu seorang mahasiswi, dengan rambut panjang.

"Tidak boleh masuk!." Cegahnya dengan suara yang terdengar merdu, tapi untuk saka perempuan yang ada di hadapannya sekarang pasti memiliki sifat cerewet.

Saka tidak memperdulikannya dia malah mendorong tubuh perempuan itu kesamping, agar tidak menghalangi jalan masuk. Tapi hal hasil perempuan itu menggenggam tangan saka.

"Apa?." Ucap saka dengan suara berat, lalu membalikkan badannya menghadap pada perempuan itu.

"Nama ku Diana Nasution Scarlett anak jurusan IPA fisika tiga, umur ku 16 tahun salam kenal." Dengan senyum lebar, membuat saka terus menatap datar padanya.

"Scralett seperti nama keluarga, dan dia bukan perempuan lokal seperti yang dilihat. Apakah dia pendatang baru?." Batin saka membuat lawan obrolannya merasa di abaikan.

"Heh, aku berbicara pada mu. Waktu di prakiraan aku melihat mu, kau seperti orang luar saja lihatlah warna rambut dan matanya memiliki kekhasan tersendiri, belum lagi mata sipit dengan bibir tipis lalu warna kulit mu." Ucap Diana sambil mengelus tangan saka, sedangkan saka langsung menarik tangannya. Perempuan aneh.

Saka meninggalkan perempuan itu di ambang pintu, dia menuju bangkunya untuk duduk dan meletakkan tasnya.

Perempuan itu atau yang memiliki nama Diana menghentakkan kakinya kesal, karena di abaikan begitu saja. Dia berjalan menghampiri bangku saka lalu duduk di atas meja saka, dengan senyum lebar yang tidak luntur dari wajahnya.

"Kenapa kau mengabaikan ku, apa aku kurang menarik untuk mu?."

Saka benar-benar merasa dirinya sial hari ini, kenapa sebuah masalah selalu datang dengan wujud perempuan seperti ini. Mana dirinya tidak akan mudah untuk melawan, kenapa bukan laki-laki saja agar bisa menghajarnya jika membuat suatu masalah dengan dirinya.

"Siapa namamu?."

Haruskah dirinya menampar perempuan di hadapannya?, Atau hanya memberi teguran halus agar bisa menjauh. Saka masih mengabaikan perempuan yang ada tepat di atas mejanya.

"Baiklah aku tidak perlu bertanya lagi, namamu adalah saka Dhiyankara bukan?. Benar tidak, atau ada nama lainnya?." Diana mengakhiri kalimatnya dengan sedikit penekanan.

"Bisa keluar dari kelas ini?."

"Tapi aku ingin berkenalan dengan mu, apa tidak boleh?." Diana memurungkan wajahnya.

Di dalam pikirannya sekarang hanya tentang masalah, jika alasan perempuan di hadapannya sekarang hanya sekedar berkenalan agar bisa menjatuhkan dirinya. Dia tidak tinggal diam.

"Kenapa saat aku mendapatkan masalah, malah seorang perempuan yang memulainya."

"Kau ternyata bisa seperti ini ya, jika aku membuat kesalahan padamu aku minta maaf."

Saka berdiri dengan menatap datar perempuan itu, lalu mendekatkan dirinya pada Diana. Dan berbisik di telinga Diana.

"Saka itu beda, dan Seiya tentunya berbeda. Kau mengatakan ada 'nama lainnya' sekarang kau paham!." Setelah itu saka pergi keluar dari kelas meninggalkan perempuan yang sedang mencoba mencerna ucapan Saka.

"Seiya?, Aku pikir dia akan mengucapkan nama dirinya yang sebenarnya ternyata aku salah, apakah dia masih lupa." Batin Diana menatap kearah pintu kelas tempat saka yang barusan pergi.

"Aku tidak akan membiarkan perempuan itu membawa saka pergi, walaupun alasannya karena janji. Itu tidak akan!." Guma Diana

Diana pergi dari ruang kelas saka, dia berjanji pada dirinya sendiri bahwa tugasnya akan dijalani sebaik mungkin. Tanpa seorang pun yang tahu, ini sudah perintah dari Tuannya.

***

Sedangkan keberadaan saka saat ini, dia sedang duduk santai di bawah pohon rindang yang ada di sekolahnya. Pohon yang memiliki daun lebat, jadi sinar matahari pun tidak menembusnya.

"Perempuan itu harus aku selidiki!." Guma saka, menyenderkan punggungnya di batang pohon rindang itu.

Suara panggilan memecahkan keheningan saka, ia menoleh kearah asal suara itu. Yang dimana orang itu adalah Ken, teman Evans waktu beberapa hari lalu ia temui.

"Halo saka, apa kabarnya?." Ken menyodorkan sebotol minuman dingin pada saka, tanpa basa-basi saka menerimanya saja.

Lalu Ken ikut duduk di samping Saka, sambil menampilkan ulasan senyum.

"Sedang apa disini, bukankah sebentar lagi masuk?." Tanya Ken

"Malas." Singkat saka tanpa menoleh pada Ken, yang saat ini Ken menatapnya.

Ken benar-benar tidak percaya ada orang yang mengabaikan pelajaran, apakah tidak berpikir untuk menjadi orang yang berguna.

"Apakah pelajaran membosankan untukmu saka?."

"Hmm."

"Sebaiknya lakukan apa yang bisa menjadi pilihan untuk maju, pasti nanti kau akan mengucapkan terima kasih atas hal yang sudah kau kerjakan saka."

"Peduli ku?."

Benar ucap Evans, terkadang berbicara dengan saka harus memiliki kesabaran yang lebih. Agar tidak terjadi sesuatu yang mengakibatkan masalah nantinya.

"Hei boleh aku bertanya saka?."

"Hmm."

"Kau tidak seperti sedia kala, seakan orang sedang aku ajak mengobrol ini adalah orang yang berbeda. Maaf jika itu mengganggu dirimu."

Saka terdiam sebentar, apakah dirinya yang seperti ini terlalu mencolok?. Bahkan orang lain sadar akan dirinya, jika tentang dirinya ini mungkin jarang orang lain ketahui.

"Gua emang orang yang moodnya gampang berubah-ubah." Saka berbicara seperti biasanya, agar tidak terlihat aneh.

"Begitu ya, saka menurut mu teman ku Evans bagaimana?."

Saka menyipitkan matanya, menatap Ken seolah seperti ingin tahu sesuatu darinya. Sedangkan Ken tidak peduli dengan tatapan saka yang curiga itu.

"Tidak apa, aku sudah tahu jawabannya pasti sangat menyebalkan bukan? Itu memang apa adanya." Ken menatap dedaunan yang jatuh karena hembusan angin.

"Oh." Balas saka tidak menghiraukan respon nantinya dari Ken.

"Hanya itu, aku pikir kau akan membalasnya dengan benar atau salah. Perkiraan ku tidak tepat." Ucap Ken

"Udahlah, mendingan sekarang lu pergi. Asal lu tahu kehadiran lu sekarang, nganggung ketenangan gua aja!." Sentak Saka tiba-tiba, membuat Ken terlonjak kaget.

"Kalo gak penting gak usah bahas, lu ngerti kan ama omongan gua ini?." Lanjut saka

"Seperti itulah, baik aku pergi dulu nanti kembalilah ke kelas." Ken bangkit dari duduknya, meninggalkan saka yang masih terdiam di tempat.

Sesaat saka menghela nafas panjang, sepertinya kehidupan ke depannya akan dimulai dengan sesuatu yang baru.

Mungkin kehidupan luarnya tidak berubah, tapi kehidupan di sekolahnya akan berubah drastis. Begitulah pikir saka, jika seperti itu jadinya nanti apakah bisa berubah seperti biasa.

Terdengar bel masuk berbunyi menandakan bahwa pelajaran akan segera dimulai, sedangkan saka tidak berniat lagi untuk ke kelas. Mungkin tetap di sini pilihan yang bagus.

"Too pathetic!"