Aku meminta maaf atas kelancangan karena dengan lancang mencintaimu.
—Hiraeth.
***
Pulang dari jadwal kerja, Fara bertemu lagi dengan pria itu. Terlihat seperti, menunggu dirinya?
Avalia Karey, pria itu berdiri di tiang dekat dengan halte. Pakaiannya yang basah membuat Fara yang berjalan melewatinya mendadak memberhentikan diri.
'Apa aku mengenalnya?'
Fara memundurkan langkah kakinya saat dirasa pria yang berpakaian basah itu terus menatapnya. Tetapi Fara tidak mengatakan apapun karena dia tidak bisa berbicara.
Karey yang juga mendadak ikut bingung saat seorang gadis di hadapannya ini terus diam menatap ke arahnya.
"Ada apa?" tanya Karey terlebih dahulu.
Fara masih menatapnya diam, membuat Karey bingung harus melakukan apa.
"Kalau kamu tidak bisa mengatakan sesuatu, kau bisa menulisnya," Karey membuka tas nya, "Dengan ini," dia memberikan satu buah buku dan pulpen.
Fara mengangguk dan menuliskan sesuatu disana, padahal jika dia mau, dia bisa mengeluarkan miliknya sendiri karena dia juga memiliki itu. Hal yang sama, buku dan pulpen.
***
'Apa kita pernah bertemu sebelumnya? Kenapa kamu terus menatapku seperti itu? Dan kenapa pakaianmu basah?'
Karey menatap Fara, "Aku orang yang bukunya ketinggalan kemarin," ucap Karey mencoba mengingatkan kejadian kemarin.
Fara menuliskan sesuatu lagi.
'Maaf, aku tidak ingat. Mungkin aku akan mengingatnya nanti. Ada apa?'
Karey menggeleng, dia tersenyum mendadak tanpa alasan, matanya berbinar saat bertemu dengan seorang gadis yang menyapa dirinya terlebih dahulu. Dan itu adalah Fara.
"Nama kamu siapa?" tanya Karey.
Fara menuliskannya, 'Fara Andara' tulisnya disana.
"Aku Karey, Avalia Karey," dia mengulurkan tangannya pada Fara dan bersambut oleh lengan mungil gadis itu.
Meski Fara tidak ingat siapa pria di hadapannya, apa mungkin pernah bertemu di suatu tempat? Atau dia melupakan orang lain lagi?
Fara mengangguk, dia kembali menuliskan sesuatu di buku milik Avalia Karey itu.
'Aku harus pergi sekarang, kalau kita bertemu lagi, lain kali aku akan mengingat mu'
Tulisan Fara sangat bagus terlihat bukan seperti tulisan tangan, pikir Karey.
"Baiklah, sampai bertemu lagi nanti," ucap Karey yang dijawab anggukan oleh Fara.
***
Sebelum pergi ke halte bus untuk bertemu dengan gadis yang membawakan buku yang ku tinggalkan di halte itu karena satu dari banyak alasan, aku membereskan kamar yang berantakan.
Awalnya aku sengaja meninggalkan buku itu karena aku akan berhenti kuliah, tetapi saat seorang gadis membawakannya kembali pada ku, itu membuat ku berpikir bahwa orang lain bahkan menganggapnya berharga sampai mengejarku demi mengembalikannya. Tetapi, kenapa aku malah membuangnya dan dengan mudah berbicara bahwa aku akan berhenti.
"Sebenarnya itu tidak mudah," aku tertawa sumbang saat mendengar pemikiranku tentang buku itu.
"Sekitar satu jam lagi,"
Saat itu yang ada dalam bayanganku adalah, aku akan memiliki teman mengobrol dan minum teh seperti apa yang keluargaku inginkan. Aku pikir gadis itu adalah gadis yang sempurna terlepas dari penampilannya, tetapi saat aku dan dia bertemu, sedikit aku merasa bahwa aku akan meninggalkan gadis itu saat mengetahui kebenaran bahwa dia tidak bisa bicara.
Aku mengeluarkan buku dan pulpen agar dia bisa berbicara denganku, tidak terlihat raut wajah tidak nyaman atau malu disana. Dia menuliskan apa yang ingin dikatakan olehnya, ketika aku membacanya dan ternyata dia melupakanku.
"Meski kamu mungkin benar-benar lupa, aku tetap berterima kasih karena telah mengantarkan buku itu kembali padaku," ucapku,
Meski bisa dilihat bahwa Fara, nama gadis itu, terlihat bingung tak ayal dia mengangguk dan tersenyum sebelum dia melanjutkan perjalanannya.
Yang ada dipikiranku saat kembali ke rumah adalah, apa ayah dan bunda akan menerima ini jika aku berteman dengan seorang gadis bisu?
"Sepertinya tidak," menurutku, alasan dari mengapa aku tidak memiliki teman adalah orang tuaku sendiri.
"Huh!" aku menjatuhkan tubuhku ke kasur, hari ini sangat melelahkan ditambah dengan tugas-tugas mata kuliah yang belum juga selesai.
"Mari kita selesaikan itu sebelum larut malam,"
Aku berjalan mengganti pakaian dengan yang lebih nyaman untuk dikenakan di rumah, kemudian duduk santai di depan meja belajar. Menyiapkan mata kuliah apa saja yang akan aku ulas dan aku kerjakan, jemariku lihai menscrolling laptop dan tiba-tiba tatapan mataku sedikit tertarik dengan artikel itu.
"Bahasa isyarat menggunakan jemari?"
Apa itu sejenis berkomunikasi dengan orang yang tidak bisa mendengar atau berbicara? Seperti yang hendak Fara lakukan tadi?
Iseng aku membukanya, mempraktikkan, kemudian berpikir.
"Apapun sisi spesialnya, aku bisa berkomunikasi dengan ini agar dia bisa lebih nyaman denganku,"
Aku berpikir akan mengunjungi perpustakaan untuk meminjam buku-buku tentang belajar isyarat, nanti.
***
Tanpa Karey sadari, dia tidak pernah tertarik pada satu hal yang menjurus. Terutama alasan dibalik keinginannya belajar bahasa isyarat tidak lain adalah untuk berkomunikasi dengan Fara.
***
Semalaman Karey mengerjakan tugasnya, dia tidak mungkin menyia-nyiakan waktu lagi. Dia harus mengejar mata kuliahnya karena kemarin-kemarin, Karey bahkan tidak memegang kewajibannya dengan benar. Yang dilakukan Karey hanyalah, bagaimana agar bunda bisa membawanya ke sana dengan keluarga barunya karena melihat dia disini menjadi nakal. Tetapi bundanya tidak mau membawa Karey, itu membuat dirinya patah semangat dan memutuskan untuk tidak menyia-nyiakan kesempatan kali ini.
"Aku harus bisa kali ini," gumamnya yakin,
Karey membuka jendela kamarnya, matahari sudah sedikit menampakan sinar terangnya. Sementara Karey belum memejamkan mata sama sekali, hari ini dia tidak ada jam kelas yang membuat dirinya bisa seharian penuh beristirahat.
"Ayah ga ada disini juga bukan? Dia sedang tugas bukan?" Karey mengingat jadwal ayahnya, tetapi nihil, Karey lupa.
"Tanya pembantu saja nanti," ucapnya,
Karena menutup jendela kamarnya dan menutup gorden, kemudian merapihkan meja belajarnya. Dia membereskan kasur, mengunci pintu, mematikan lampu, dan dia akan berhibernasi sampai besok.
"Jangan sampai besok!"
Karey memaksa matanya terbuka, dia meraih ponsel dan mengaktifkan alarm.
"Sore nanti aku harus pergi ke halte untuk bertemu gadis itu," Karey tidak sadar raut wajahnya sangat amat berbunga, seperti?
"Tidak, aku tidak kasmaran," Karey menyangkal pikirannya sendiri,
Dia melemparkan ponselnya ke atas nakas dan menarik selimut untuk tidur.
***
Di lain sisi, Fara. Kemarin, setelah bertemu Karey di beberapa jam setelahnya.
Dia tidak melihat Haikal sore itu, dia juga tidak menemukan Haikal di halte. Biasanya dia pergi untuk menjemput Fara meski gadis itu tidak pernah mau naik ke motor Haikal, pernah satu kali, dan ternyata dari situ Haikal terus menjemput nya sampai sekarang.
Mengingat hal tadi, Fara sedikit merasa bersalah karena sudah melupakan orang yang menegurnya barusan. Wah, bagaimana bisa, dia?
'Wajahnya sangat sumringah, pasti dia sakit hati saat aku melupakan dirinya,'