Merajut Kembali

Hari-hari Arum memang sedang suram belakangan. Dia sudah memutuskan untuk pisah dari Viki. Tidak menyangka hubungan yang berjalan sudah satu tahun itu berhenti. Memang dia mencintainya, tapi dipikir-pikir lagi Retta memang lebih cocok bersama Viki daripada dirinya dan dia cukup sadar diri. Arum akhirnya mengetahui ternyata memang Retta sudah lama memendam rasa pada Viki. Dia selama ini berusaha mati-matian berusaha membuat Viki membalas perasaannya. Sepertinya berhasil pada akhirnya walau di saat yang salah karena kebetulan saat itu Viki masih bersama Arum.

Sedangkan Viki? Dia terus berusaha menemuinya di rumah, mengiriminya pesan, juga menelponnya tiap malam. Masih meminta kesempatan terus untuk memperbaiki hubungan. Dia mengaku masih mencintai Arum dan hanya dia. Sedangkan pada Retta tidak lain hanya simpati dan perhatian sebagai teman. Tentu Arum sulit untuk percaya walau sudah memaafkan. Sebenarnya semakin lama Viki semakin mengganggu karena semakin lama dia tidak lagi mengucap maaf dan bahkan lebih sering mengancam seperti akan memberi tahu mama Arum atau melukai dirinya sendiri. Suatu hal yang tak diinginkannya.

Hubungan Arum dan Retta ikut memburuk. Di kantor, di hadapan semua orang, Arum berlagak seperti seorang mak comblang yang sedang mendekatkan Viki dan Retta. Dari Arum, hampir semua orang tahu bahwa Retta dan Viki memiliki hubungan spesial. Seperti siang ini saat Arum istirahat makan di kantin bersama Asti, Uli, dan Lili. Tak sengaja berpapasan dengan Retta yang juga memandangnya dengan penuh benci.

"Ret, dicariin tuh sama Viki. Mau diajakin nonton film lagi katanya," celetuk Arum yang hanya dibalas lirikan tajam oleh Retta.

Tentu saja interaksi itu membuat bingung teman-teman Arum. Saling berpandangan penuh tanya.

"Maksudnya gimana sih? Retta sama Viki pacaran gitu?" Uli bertanya.

"Enggak ngerti sih. Cuman emang lagi deket kok mereka. Ya udah sering jalan bareng kok udah pada tau juga anak-anak," kata Arum pada teman-temannya yang jelas mengetahui kalau Viki dekatnya sama Arum bukan Retta. Hanya ber-owh ria mereka melanjutkan antri makan siang.

Makan siang pun biasa saja seperti hari lainnya. Mereka bicara mengenai pekerjaan juga gosip-gosip terkini. Sepeninggalan Arum yang memang harus duluan undur diri karena dipanggil Pak Yos yang sudah berada di area belakang kantor, di mana Pak Yos memang tak kenal waktu istirahat jadi hal semacam ini memang sudah sangat biasa bagi mereka, tentu saja Retta dan Viki berganti menjadi target pembicaraan Asti, Uli, dan Lili yang masih menetap di meja makan kantin.

"Kok aneh ya? Bukannya Viki itu sama Arum ya? Kok tiba-tiba sekarang sama Retta?" kata Asti membuka topik.

"Kamu aja bingung loh apalagi aku! Enggak paham!" kata Lili.

"Mungkin Viki sama Arum selama ini emang enggak ada apa-apa kali ya?" Asti minta pendapat teman-temannya.

"Wah, gak ngerti lagi deh. Tapi… kayanya enggak mungkin. Kita kan udah tau sendiri kaya apa mereka deketnya," kata Lili kali ini.

“Bisa jadi lagi ada sesuatu antara mereka bertiga,” Uli berpendapat dengan mata besarnya dan tentu itu adalah benar.

"Tapi kalian sadar gak sih, Retta sekarang emang agak sinis enggak sih kalo kebetulan lagi ke HRD?" tanya Lili kemudian.

"Enggak tau sih cuman perasaanku aja ato gimana, tapi aku juga ngerasain sih. Caranya ngeliatin itu loh kaya gimana gitu sekarang," Asti mencoba mengingat.

"Heem, liat aja tadi mukanya pas Arum ngomong gitu. Kaya nyinyir banget gitu kan ya," kata Lili yang ditanggapi anggukan setuju lainnya.

"Pusing ya. Ya udah lah biarin aja suka-suka mereka udah pada gede ini,” kata Uli akhirnya.

Hubungan keduanya memang tertutup rapat. Bukti-bukti kedekatan mereka timbul tenggelam. Bahkan teman-teman Arum yang satu ruangan saja tidak pernah tahu hubungan apa sebenarnya yang ada antara Arum dan Viki. Sekarang kisah yang masih buram itu justru menambah tokoh, Retta.

Drama Retta - Viki - Arum terus berlanjut sampai suatu malam Viki memaksa datang ke rumah Arum. Mengatakan akan menceritakan semua pada sang mama kalau Arum tidak mau mendengar penjelasannya. Bahkan tak segan-segan akan menyakiti dirinya sendiri kalau Arum tak memberi kesempatan bertemu. Akhirnya Arum mengalah setelah entah ancaman keberapa ini yang dia ucapkan padanya.

"Mau apa lagi sih Vik kesini? Apa sih maumu sebenernya?" tanya Arum berusaha tenang.

"Aku maunya kamu, Ay. Mau balikan sama kamu. Enggak mau sama Retta atau lainnya…" ucap Viki sendu.

"Terus Retta gimana? Bukannya dia sayang banget sama kamu? Lagipula dia jauh lebih cocok sama kamu daripada kamu sama aku!" tanya Arum.

"Aku udah bilang sama dia kalo aku enggak bisa sama dia, ya karena aku maunya cuman kamu," jawab Viki.

"Terus? Dia enggak komen apa-apa?" tanya Arum penasaran.

"Ya… dia marah, kecewa, terakhir aku denger HPnya sampe rusak karena dia banting sendiri. Tapi ya keputusanku juga udah bulat. Enggak bisa diganggu gugat!" kata Viki yakin.

"Emang kamu enggak pengen kasih dia kesempatan? Dia udah ngelakuin banyak loh buat kamu?" tanya Arum masih mencoba meyakinkan Viki dan mungkin juga dirinya sendiri.

"Ya mana bisa ngasih dia kesempatan. Hati aku aja udah di kamu Arum," kata Viki sendu.

"Halaaah kamu ini. Kamu tahu enggak gara-gara ini hubungan aku sama Retta juga jadi enggak nyaman. Di kantor tuh kita lagi perang dingin. Sampe temen-temen aku pada heran semua kayanya," cerita Arum.

"Ya aku bener-bener minta maaf buat itu, Arum. Nanti pasti seiring waktu dia bisa terima kok. Lagian juga cowok kan banyak enggak cuman aku aja," kata Viki lagi.

"Malah nyombong kamu ya! Mentang-mentang dia duluan yang suka. Kasian tahu gimana-gimana kamu udah kasih harapan palsu ke dia," kata Arum jadi emosi.

"Iya iya… aku kan juga kemaren ngomongnya sama dia juga udah baik-baik. Aku juga udah minta maaf, Arum. Plis balikan sama aku ya, Rum. Aku serius sama kamu. Plis plis plis..." Viki mencoba membuat wanita itu kembali padanya.

Arum nampak lama berpikir. Tidak bisa memungkiri kalau perasaannya masih ada, tapi bukankah kepercayaan yang sudah rusak tidak akan pernah bisa kembali lagi? Arum melihat Viki yang sudah bersimpuh sedari tadi di depannya. Helaan nafas panjang dan dalam keluar dari mulut Arum.

"Ya udah lah. Kita mulai lagi. Aku kasih kamu satu kali kesempatan!" kata Arum pada akhirnya.

Viki memegang tangan Arum menggenggamnya erat. Raut wajahnya sudah jauh lebih ceria daripada sebelumnya.

"Beneran? Astaga akhirnyaaa.... Makasih ya, Ay makasiiiih... Aku janji enggak akan nakal lagi!" Senyum Viki terlihat bersungguh-sungguh.

"Jangan bikin janji kalo kamu enggak bisa nepatin. Penting jalanin aja ini dulu," kata Arum yang sudah enggan dibawa terbang terlalu tinggi.

"Ya ya ok deeeh!" daripada membuat wanitanya batal kembali padanya.

"Satu lagi! Aku enggak suka kamu ngancam-ngancam kaya tadi ya! Kalo aku bilang sama kamu untuk instrospeksi ya instrospeksi. Kita nih bukan anak kecil lagi loh. Ya kalo ada masalah harus diselesaiin dengan cara yang dewasa!" kata Arum yang memang tidak suka pada sifat keras kepala dan kekanak-kanakan Viki.

"Iya iya iyaaa... Nurut akunya," Viki mencoba meyakinkan dengan senyum paling lebar yang dia punya.

Malam harinya Arum coba berpikir sendiri di kamarnya. Entah kenapa lagi-lagi merefleksikan hubungannya dengan Viki pada kegagalan rumah tangganya dulu. Kalau ditanya apakah dia siap memulai semuanya lagi, ya tentu jawabannya tidak. Dia hanya mencoba untuk memasrahkan semuanya pada Tuhan sang pemegang kuasa. Menganggap ini semua memang jalan takdir yang harus dia lalui.

Kesempatan, mungkin itu adalah hal yang dulu aku butuhin tapi enggak aku dapet. Aku berharap dapat kesempatan dari Mas Pras buat ngebuktiin kalo rumah tangga kita bisa kembali baik, tapi Mas Pras gak ngasih aku kesempatan itu hingga akhir. Aku harap sekarang, di hubunganku yang ini, dengan ngasih kesempatan ke Viki, dia bisa berubah, aku juga bisa berubah, dan kita bisa sama-sama ngejalanin hubungan ini lebih baik. Semoga...

Tentu saja keesokan harinya semua mulai berjalan seperti semula, kecuali hubungan Retta dan Arum. Saling sindir saling tatap sinis masih terus terjadi. Bagi Arum, Retta hanyalah perempuan biasa yang sedang merasakan sakit hati. Sedikit banyak dia juga korban PHP Viki. Arum belajar untuk memaklumi sikapnya yang seperti itu. Lagipula dia yakin, Retta akan bisa menemukan laki-laki yang tepat untuknya.

Arum datang pagi sekali sudah datang membawa sarapan untuk semuanya.

"Wah, ini aku boleh ambil juga?" Rizki berbinar melihat banyak makanan di depannya.

"Ya boleh lah, ini buat semua dapet satu-satu kok. Ambil aja ini sendoknya juga udah ada," Arum begitu semangat menawarkan bekalnya.

"Dalam rangka apa nih tiba-tiba bawa sarapan?" Uli ikut penasaran.

"Hehehe. Ya enggak ada yag spesial sih... pengen bawa aja kebetulan ada rejeki," ucap Arum spontan.

"Lagi seneng keliatannya nih. Sikat aja lah kalo gitu. Makasih ya Arum…" Tri ikut mengambil sebungkus nasi pecel dan sendok yang sebelumnya sudah disiapkan OB.

"Ya udah ambil aja. Aku anter punya Pak Yos bentar ke ruangannya," pamit Arum yang tentu hanya sekejap mata karena ruang Pak Yos memang berada persis di sebelah ruangan mereka.

Semua orang senang dan mengucapkan terima kasih. Menikmati sarapannya di meja masing-masing.

"Tumben banget sih, Rum? Ya maksudnya bukan tumben nraktir kan emang sering nraktir juga, tapi tiba-tiba banget enggak ada angin enggak ada ujan. Bukan waktunya gajian apalagi bonusan. Juga bukan hari ulang tahun kamu. Hehehe," kata Asti yang belum sempat bertanya dari tadi.

"Hehehe. Udah makan aja. Aman kok ini enggak pake sianida!" canda Arum.

"Hahaha. Langsung rame besok di koran judulnya seorang karyawan HRD tega meracuni seluruh teman-temannya dengan sianida di dalam sebungkus nasi pecel," Asti bicara lagi yang mengundang tawa keduanya.

"Dasar Emak gila!" seloroh Arum sambi tertawa.

"Hehehe. Ya gitu dong di kantor tuh senyum, jangan cemberut aja! Nih biar seruangan tuh enggak sepet mata,” kata Asti yang jelas melihat perubahan sikap Arum dalam semalam.

"Hehehe iya iya. Eh btw… si Ardha gimana? Udah bisa ngapain?" Arum menanyakan anak Asti yang memang sudah lahir beberapa bulan lalu.

"Udah bisa koprol sih sama lempar lembing! Hahaha,” Asti geli sendiri dengan ucapannya.

“Nih kan bener nih, dasar Emak gila!” Arum jadi emosi juga.

“Ya kamu juga sih pertanyaan aneh banget. Masih bayi ya masih begitu doang bisanya, rebahan terus, miring kanan miring kiri. Main lah ke rumah makanya. Liat sendiri tuh si Ardha. Udah lama banget kan enggak main ke rumah aku," ajak Asti.

"Iya iya kapan-kapan pasti kesana. Biar Ardha gendong tante. Hehehe," kata Arum bercanda.

"Makanya cepetan lah punya sendiri gitu," Asti coba memancing.

"Punya sendiri? Lah suami aja enggak ada. Kamu ngledek?" Arum bercanda.

"Hahahaha. Ya itu makanya cari suami dulu maksud aku, baru punya baby," Asti berseloroh.

"Ya didoain aja lah ya biar cepet ketemu jodohnya," kata Arum.

"Aamiin… paling keras!" jawab Asti kencang.