Sudah beberapa bulan hubungan Arum dan Viki kembali berjalan mungkin lebih kuat dari sebelumnya. Walau hingga detik ini masih belum pernah mau mengungkapkan hubungan mereka secara terbuka, tapi Arum tidak lagi menumpang mobil Viki dengan sembunyi-sembunyi. Biasanya harus berjalan dulu beberapa meter di luar kantor ke dekat perempatan jalan agar tidak ada yang melihat, tapi sekarang mereka akan naik bersama dari lahan parkir dengan mobil Viki. Dia sudah tak lagi memikirkan pandangan karyawan mengenai hubungan mereka.
Sudah tidak naik motor lagi memang sejak Viki membeli mobil itu. Sebuah sedan merah kini yang selalu menjadi tunggangannya. Tentu bukan masalah sama sekali bagi Arum entah naik motor atau mobil, tapi bagi Viki tentu menjadi kebanggan tersendiri juga selain itu dia ingin memberi yang terbaik untuk Arum. Supaya Arum tidak perlu kehujanan, kepanasan, atau apapun itu saat mengendarai motor bersamanya. Tentu saja sebagian lain adalah untuk memenuhi gengsinya sendiri mengingat hanya dia satu-satunya karyawan CS yang memiliki mobil.
Seperti biasa kabar kedekatan itu sampai juga di telinga teman-teman Arum di HRD. Satpam yang memang sering melihat Arum masuk ke dalam mobil Viki akhirnya bicara suatu hari saat Rizki bertanya, bahwa pemandangan itu merupakan hal yang biasa di lahan parkir. Hingga berjalan hampir dua tahun tapi mereka sama sekali tidak tahu menahu mengenai apa hubungan mereka sebenarnya walau bukti-bukti baru kedekatan keduanya terus bermunculan seperti kabar Viki dan Arum yang sering pulang bersama salah satunya. Tapi kembali lagi, memang selama ini Arum juga sering pulang bersama karyawan pria lain jadi tidak ada yang spesial bagi mereka.
Misteri mengenai hubungan Arum dan Viki tidak hanya bertahan di lingkup HRD. Banyak karyawan dari bagian lain yang rela mengumpulkan remahan-remahan kedekatan mereka untuk mengkonfirmasi keyakinan mereka sendiri. Contohnya siang ini, Mila dan Suri dari akunting yang sebenarnya juga tidak ada urusan datang ke HRD dengan alasan menyerahkan dokumen pada Lili. Setelah celingukan kesana kemari melihat Arum tak ada, keduanya segera menghampiri Asti yang memang semua orang tahu adalah sahabat Arum.
"Asti, aku mau nunjukin ini!" Mila sudah sibuk membuka ponselnya. Menunjukkan sebuah foto bersama Viki dan Arum sedang berada di sebuah kantor pemasaran tanah. Diunggah oleh sebuah agen tanah di media sosialnya.
"Loh kan…!" Mila terlihat menggebu-gebu melihat Asti yang ternyata juga terkejut. Mila memang biang gosip nomor satu di kantor ini. Nomor dua adalah Agus. Mereka raja dan ratunya kalau urusan berita panas.
"Ya terus?" kata Asti.
"Ya berarti kan beneran selama ini mereka itu…" kalimat Mila menggantung.
"Ya terus mau diapain juga, Mil? Ya udah biarin aja lah. Ya memang belum mau ngomong aja kali," kata Asti mencoba menenangkan.
"Naah naah…" Suri hanya mengiyakan obrolan rekan-rekan kerjanya ini.
Lili yang sedang berada di meja-mejanya mencuri dengar dan mulai mendekat, "apaan sih bagi tau dooong?"
"Ih Lili penasaran juga akhirnya!" Suri yang sedari tadi memperhatikan hanya terkekeh melihat Lili yang super semangat ini.
Mila tertawa menunjukkan gestur Lili agar diam dan menunjukkan fotonya cepat dan segera membelalakkan matanya karena tak percaya dengan apa yang dia lihat, "what? OMG!”
"Lebay deh, Li!" kata Mila bercanda.
"Tapi daripada foto mereka aku lebih kocak sama agen tanahnya sih. Bukannya itu privasi ya? Paling enggak harus seijin yang difoto kan? Kok diupload gitu aja di sosmed ya?" Asti bingung.
"Hahahaha. Malah overthinking sama lainnya ya!" kata Suri.
"Hahaha. Lah emang iya loh. Kalo yang difoto enggak suka terus nuntut gimana coba?" Asti memikirkan hal yang tidak seharusnya.
"Iya juga sih. Udah gitu kok ya bisa kebetulan ada anak kantor yang liat foto ini. Eh kesebar deh secepat kilat. Ckckck," timpal Lili.
"Ya namanya juga iklan kan. Kali aja emang ada anak kantor yang lagi cari tanah juga terus enggak sengaja deh liat foto ini," kata Asti lagi.
"Ya mungkin emang udah waktunya ketahuan sih ini," Suri mulai benar berkomentar.
“Tapi jujur deh. Masa kamu enggak tahu apa-apa sih? Enggak mungkin kan kalo Arum enggak pernah cerita sama kamu?" Mila justru kini curiga pada Asti yang diketahui semua orang memang adalah sahabat Arum.
"Astaga, Mil… ya aku emang enggak ngerti. Dia beneran udah enggak pernah cerita-cerita lagi sama aku tentang kehidupan pribadinya,” kata Asti saat itu.
"Udah, Ti cuekin aja. Nih biang gosip butuh asupan kayanya. Jangan dikasih!" Suri memilih untuk meledek Mila sahabatnya itu.
"Halah! Kamu kalo ada berita terbaru bakalan kepo juga!" Ledek Mila yang disambut tawa Suri.
"Malah rebut di sini kalian berdua. Balik sana loh! Ntar dicariin sama bos kalian berdua loh ya!” ancam Asti akhirnya.
“Hehe. Iya iya deh. Kita balik dulu ya,” Mila dan Suri memilih pamit.
Ya mereka berdua jauh-jauh datang ke HRD hanya untuk menunjukkan foto yang mereka dapat dan pastinya sudah tersebar luas dikalangan biang gosip. Sengaja datang untuk menginterogasi Asti, walau ternyata harus kembali dengan tangan kosong atau justru ingin menyombongkan diri karena mereka bahkan punya satu fakta baru, sedangkan teman-temannya yang malah lebih dekat belum menemukan apa-apa. Menyisakan Lili dan Asti yang tersisa hanya saling pandang di sana.
"Sebenernya… aku juga ada sesuatu yang mau aku tunjukin sih," kata Asti tiba-tiba.
Lili jadi penasaran menunggu Asti mengutak-atik ponselnya dan menunjukkan dua buah foto di laman instagramnya bergantian. Viki mengupload fotonya yang sedang berdiri sendiri dengan tag sebuah lokasi. Sedangkan Arum mengupload fotonya bersama sang mama dan tante masih di lokasi yang sama. Tentu pada hari yang sama di sebuah restoran yang sama. Bertepatan dengan Rizki yang baru saja datang, ikut melihat, dan hanya tersenyum melihat kedua rekannya ini bergosip.
"Kamu mikirin yang aku pikirin kan?" Asti melirik penuh makna ke arah Lili. Mereka berdua setuju dalam diam.
"Wah, makin deket aja dong! Ini berarti udah kenal juga kan sama keluarga Arum. Bukan enggak mungkin Arum juga udah kenal keluarga Viki kan?" Lili menebak-nebak.
"Ya aku mikirnya juga gitu. Ya udah fix si ini mah. Cuman mungkin mereka belum pengen ngomong aja kali sih ya," kata Asti yang sebenarnya juga tidak yakin sendiri.
"Ya lah, malu juga kali! Inget kan dulu aja nangis-nangis di depan kita kaya gitu. Sekarang eh malah bukti-bukti kedekatan mereka bermunculan," Lili bicara.
"Kalo diinget-inget lucu juga kita berdua cengok banget ditanyain. Hahaha. Pake sikut-sikutan segala!" Asti mengingat saat itu.
"Ya gimana kaya kaget gak kaget gitu sih ya kitanya. Mau heran tapi udah ngerti juga," Lili ikut menerawang.
"Ya udah biarin aja deh. Cepet atau lambat pasti Arum juga bakalan cerita. Sejak cerai sama Pras itu dia emang enggak pernah terbuka lagi sama aku. Akunya juga enggak mau tanya-tanya," kata Asti saat itu.
"Heemh," respon Lili lalu memilih balik ke meja kerjanya.
Tentu saja kalau mau mengumpulkan semua bukti kedekatan Arum dan Viki, semua rekan kerja mereka juga tahu bahwa memang ada sesuatu antara keduanya. Walau tentu saja orang-orang di kantor terbagi menjadi mereka yang tidak mau tahu alias cuek saja ya terserah mau Arum sama Viki ada hubungan juga urusan mereka, ada yang pura-pura tidak mau tahu padahal mau tahu juga kadang ikut bicara dan mendengar, ada yang memang sangat amat ingin tahu sampai mengumpulkan semua remahan tersembunyi untuk membuktikan bahwa memang ada hubungan antar keduanya.
Semua kemelut itu terjadi di balik punggung Arum dan Viki yang tanpa sadar selalu menjadi pemeran utama saat ini. Keduanya sudah mencoba santai menutup mata dan telinga dan fokus pada satu sama lain. Seperti hari ini saat Arum baru saja naik ke dalam mobil setelah jam pulang kantor. Viki sudah di sana dan terdengar sedang menelpon dengan seseorang.
"Iya iya, Pak. Kasih saya waktu seminggu aja lagi. Nanti pasti akan saya bayar tagihannya," Viki bicara entah pada siapa.
"Iya, Pak saya mengerti. Terima kasih, Pak," tutup Viki akhirnya yang tentu saja Arum penasaran.
"Siapa sih? Tagihan apa?" tanya Arum tanpa basa-basi.
Walau sempat ragu untuk bicara, akhirnya Viki buka mulut juga.
"Hm, ini loh aku telat aja bayar cicilan mobil. Hehehe, enggak apa-apa kok tapi," yakinnya pada Arum.
"Enggak apa-apa gimana? Emang udah telat berapa bulan?" tanya Arum memulai interogasi.
"Hm… dua bulan. Tapi kamu tenang aja, nanti pasti aku lunasin kalo gajian kok. Lima hari lagi kan," Viki mencoba meyakinkan.
"Kok bisa enggak kebayar kenapa?" Arum masih ingin tahu kondisi sebenarnya.
"Ya budgetnya kepake buat beli HP baru itu, Arum," kata Viki ragu.
"Lah, aku kira kamu beli HP itu udah ada budgetnya sendiri. Makanya aku diem aja waktu itu. Kalo tau ngambil budget cicilan mobil ya aku udah larang. Lagian HP kamu yang dulu juga masih bagus kan?" kata Arum sedikit emosi.
"Iya iy… aku pasti bayar kok nanti. Udah kamu tenang aja!" Viki berusaha menghindar.
"Dari awal aku udah ingetin kamu loh ya! Aku udah tanya ke kamu emang cukup gaji kamu buat bayar cicilan rumah sama mobil sekalian. Kamu bilangnya kan cukup. Eh sekarang malah kaya gini!" Arum sedikit kecewa.
"Ya ya maaf aku kurang perhitungan kemaren," Viki mencoba mencari pembenaran.
"Ya lain kali tuh ati-ati. Dipikir dulu diitung dulu cukup enggak mampu enggak baru beli. Jangan karena gengsi karena pengen keliatan wah gitu di mata orang lain tapi akhirnya kamu repot sendiri. Jangan sampe diulangin lagi ya yang gini-gini!" Arum mengingatkan.
"Iya iya, Ay. Aku kan udah minta maaf. Kamu cerewet banget sih! Aku nih bukan anak kecil yang harus kamu kasih tau harus ini harus itu! Aku bisa ngatasin semuanya! Kamu tuh enggak usah terlalu khawatirin aku lah!" entah kenapa justru Viki yang uring-uringan padahal niat hati Arum baik.
"Ya udah lah ayo pulang aja! Capek banget!" Arum cemberut. Perasaan Arum menjadi buruk seketika.
Akhirnya Viki memilih untuk melajukan mobilnya dengan kecepatan di atas rata-rata bahkan hampir menyerempet pengendara motor tapi Arum tak bergeming. Arum memilih untuk melihat jalanan saja di samping kirinya. Sebenarnya entah Viki mampu bayar atau tidak cicilan-cicilan itu tak akan ada dampak untuknya, hanya saja sebagai pasangan, Arum merasa Viki masih kurang bertanggungjawab dengan apa yang dilakukannya dan tentu saja saat pacar brondongnya itu susah dia juga akan ikut susah. Semua kemarahan dan kekecewaannya tak lebih hanya cara dia memperhatikan Viki.