Rasa Kecewa

Grahem Corp kota B

Pagi ini adalah hari kelima Kenzo menjalani magang di perusahaan kakak iparnya, perusahaan Grahem.

Sudah banyak yang dipelajarinya, meski masih sekedar membantu seorang kepala devisi bagian lapangan, tepatnya menjadi asisten menggantikan posisi sementara asisten sesungguhnya, yang juga turut membantunya saat ada kesulitan.

Benar-benar berbeda, Kenzo bahkan mendapati perbedaan dari apa yang dipelajari dan diterapkan di dunia kerja seperti ini dari ilmu kuliah.

Selama beberapa hari ini ia tidak bisa mencari informasi, karena kepala devisi selalu membawanya serta menghadiri pertemuan di luar. Alhasil, ia harus menyusun rencana, untuk bisa mengambil informasi melalui orang lain yang bisa diambil diajak kerjasama.

Ya..., meskipun tidak memuaskan, karena sepanjang yang ia dengar dari mereka (karyawan), pemimpin bernama Samuel Arsenio Grahem adalah sosok sempurna. Karena, semenjak muda dan mengambil alih perusahaan, Grahem Corp semakin berkembang dengan melebarkan sayap sampai ke benua Eropa.

Informasi seperti itu tidak penting baginya, karena dari dulu ia tahu melalui penglihatan pribadi mengenai suami sang kakak, jika sosok pria yang mengasuhnya semenjak kecil memang seperti pemberitaan.

Ck! Lupakan, siapa yang tahu isi hati seseorang. Baik di luar, tapi belum tentu di dalam pun seperti itu, batin Kenzo.

Ia saat ini sedang ada di perjalanan, tepatnya memasuki sebuah halaman luas kampus, yang menjadi tempatnya menimba ilmu.

Ini semua karena gadis yang selalu manja dengannya, menginginkan kedatangannya untuk melihat acara peragaan busana, setelah merengek dengan membawa-bawa perubahannya baru-baru ini.

Awalnya ia menolak, tidak ingin datang karena masih merasa kesal dengan apa yang dilihatnya saat itu. Namun, tidak ingin gadis tersebut lebih curiga dengan perubahannya, ia pun memutuskan untuk menerima permintaan datang.

Untung saja ada waktu istirahat setelah kunjungan mereka ke salah satu pabrik milik Grahem. Sehingga, ia bisa memenuhi permintaan gadis bernama lengkap Arrata Keihl Gandhi.

Ya..., sekalian meminta maaf karena sempat bersikap dingin, juga jarang membalas pesan rutin yang biasanya mereka lakukan.

Koridor yang ia lewati sepi, sepertinya penghuni kampus sedang menonton acara di aula, seperti apa yang dikatakan Ara saat memintanya datang.

"Oh atau aku ke ruang ganti, siapa tahu dia masih di sana?" putus Kenzo dengan senyum yang kali ini terulas.

Ia akan memberikan kejutan, dengan mendatangi ruang ganti alih-alih ke aula untuk menonton.

Di tengah jalan ia bertemu dengan salah satu mahasiswi dan ia bertanya ruang yang ganti acara fashion hari ini di koridor mana, kemudian setelah tahu segera menambah laju langkah menuju ruangan yang dimaksud.

Tepat di depan pintu, yang kebetulan tidak sepenuhnya tertutup rapat, ia merasa deja vu dengan apa yang dilihatnya.

Lagi-lagi ia melihat sesuatu yang tidak diinginkannya di dalam sana, tepatnya saat kedua orang di terlihat intim dengan kata cinta yang diucapkan si wanita.

Kenzo sampai bertanya-tanya dalam hati, kenapa ia harus melihat dibagian saat mereka berpelukan mesra, seakan semakin menegaskan kepadanya jika ia selamanya tidak akan mendapatkan Arrata, sosok putri bersinar yang menjadi bagian keluarga Gandhi-Cartwine.

"Sial!"

Kenzo mengumpat, sebelum akhirnya memutuskan untuk pergi dan tidak memperlihatkan wajah di hadapan keduanya.

Ya, seharusnya ia tahu kalau di antara keduanya, tidak akan ada dirinya sebagai orang ketiga.

Sementara itu, di dalam terlihat Gera yang akhirnya bersiap dan Arrata sendiri menatap dari atas sampai bawah, bagaimana penampilan memukau sang sepupu.

"Well, kau sungguh tampan, Gera. Aku yakin di panggung nanti teriakan memanggil namamu akan terdengar lebih banyak ketimbang yang lainnya," ujar Arrata sambil bersedekap dada.

Gera hanya mendengkus, menyembunyikan rasa tidak suka karena yang diinginkan meneriaki namanya sang sepupu, bukannya mahasiswi lain. "Sebaiknya kita lekas ke aula, bukankah kamu bilang aku hampir telat?" ajaknya mengalihkan pembicaraan.

Arrata menepuk kening, kemudian menyeret Gera meninggalkan ruang ganti menuju aula tempat pertunjukan.

Ketika sampai di tempat fashion, suara musik dan keramaian menyambut dan benar saja, pekikan memanggil nama si keturunan Grahem yang memutar bola mata kala disenggol oleh si sepupu.

"Aw~ my Gera, aku sungguh cemburu dan kesal karena banyak wanita memanggil namamu," bisik Arrata menggoda.

Ck! Andai kamu mengatakan ini dengan hati tulus, jawab Gera dalam hati.

Ya, ia hanya menjawab dalam hati, sedangkan gumamam diberikan sebagai sahutan.

"Hn."

"Isk! Kenapa hanya bergum-

"Ara! Sudah siap? Segera bergabung dengan para model yang lain!"

Teriakan memperingati membuat Keduanya menoleh, dimana Arrata kini kembali menatap Gera dengan senyum kecil terulas, senyum yang disukai si tunggal Grahem.

"Kupercayakan rancanganku pada Lord Gera," ucap Arrata berlebihan.

Gera kembali mendengkus, hampir melenggang pergi, andai ia tidak merasakan tarikan di kemeja yang dipakai dan mendapati tangan sang sepupu di sana.

Ia menarik sebelah alis, tapi senyum lebar kesukaannya selalu sukses membuat luluh.

"Pria hebatku pasti bisa."

Ck! Kamu menyebalkan Aya, kenapa harus seperti ini jika Kenzo yang ada di hatimu, batinnya menggerutu.

Namun, tidak ingin membuat suasana hatinya berubah, Gera memilih untuk tidak mempermasalahkan dan kini kembali menghadap si sepupu sambil mendesah kecil.

"Ayaku yang cantik dan cerewet, pria hebatmu ini akan membuat dosen memberikan nilai sempurna, jadi jangan khawatir, oke?"

Senyum lebar terulas semakin semringah, Arrata lagi-lagi memeluk Gera yang membalasnya sambil membiarkan perasaan, tidak peduli saat ia kehilangan kendali diri ketika ia menghirup aroma khas sang sepupu.

"Oke! Sudah sana, semangat ya!" usir Arrata ketika pelukan dilepasnya paksa.

"Iya, jangan lupa hadiahku, kau berjanji akan melakukan apa saja, ingat?"

"Ck! Iya, aku ingat."

"Hn."

Setelahnya, Gera benar-benar meninggalkan Arrata dan berbaris dengan para model yang memakai rancangan mahasiswi jurusan desain fashion.

Lagu energic yang menggema semakin membuat suasana aula meriah. Gera dan model lainnya mulai melenggang santai di catwalk, bergantian dengan barisan rapi.

Gera mencoba tetap fokus, sama sekali tidak menampilkan ekspresi ketika namanya dipanggil penuh damba.

Sementara itu di tempat Arrata menonton, terlihat teman-teman satu jurusan melihat dengan wajah berbinar, senang. Namun, Arrata sendiri justru menggulirkan bola mata seakan mencari seseorang, membuat putri tunggal Gandhi menampilkan ekspresi muram.

Kemana Kenzo, kenapa dia tidak datang?

Arrata hanya bisa membatin sedih, meski ketika ditanya temannya yang ada di samping ia akan menjawab sambil tersenyum, berusaha baik-baik saja dan menjawab dengan nada biasa ketika mendapat pertanyaan.

Hingga akhirnya peragaan busana selesai, tepuk tangan membuat Arrata kembali ke alam nyata dan kecewa yang dirasakan dalam hati.

Arrata merasa semakin jauh dari sosok Kenzo. Padahal, ia hanya ingin apa yang dibuatnya mendapat pujian dari pria tersebut.

Kenzo, apakah aku memiliki salah kepadamu?

Lamunan Arrata terberai, ketika namanya dipanggil oleh pembawa acara, kaget sekaligus senang karena ternyata rancangannya menjadi salah satu yang terbaik.

Ia jelas segera ke panggung, melupakan rasa kecewa serta sedih di dalam hati dan kini memeluk lengan Gera dengan tatapan iri dari teman-teman lainnya.

Ya, termasuk seorang pria yang memilih pergi setelah merasa acara peragaan busana selesai. Menjauh dari keramaian, memakan bulat-bulat apa yang dilihat di ruang ganti tanpa bertanya.

Ck! Menghabiskan waktu saja, batin si pria, semakin menjauh dari aula tempat acara berlangsung.

Bersambung.