#05

~11 november 2021, 08.15 a.m, Manchester - Inggris.

Ana O'Riain melihat pantulan dirinya di cermin. Ia memakai Turtle neck putih dari ibunya, setelan jas dan rok pendek plaid berwarna hitam dari Chanel, knee high boots hitam yang dari Chanel, dan jaket mantel panjang berwarna krim dari ibunya, Ana sudah siap berangkat kerja.

Setelah keluar dari apartemennya, Ia lalu berjalan kaki ke café terdekat untuk membeli sarapan seperti biasanya.

"Selamat pagi!" sapa gadis pelayan di counter.

"Hi! Aku ingin dua sandwich keju dan satu botol jus cranberry. Terima kasih." Ana memberitahu pesanannya.

"Baik. Totalnya 6 pounds."

Ana mengeluarkan dompetnya, lalu membayar pesanannya.

"Silahkan tunggu sebentar." Kata gadis pelayan itu lalu menyiapkan pesanan Ana.

Ana hanya berdiri terdiam sambil melihat sekeliling café. Keadaan masih sepi karena pada pagi hari, jarang ada orang yang mau berlama-lama di café. Seperti Ana dan orang-orang lain yang lebih memilih untuk mengantri sarapan mereka lalu segera pergi.

Ponselnya tiba-tiba bergetar lalu bernyanyi lagu 'selamat ulang tahun', membuat Ana terkejut. Ia segera merogoh ponsel dari saku jaketnya. Ia melihat pengingat kalender yang sedang bernyanyi di layarnya itu lalu tertawa. Ana segera mematikannya sebelum dimarahi orang-orang karena membuat keributan sepagi ini.

Tak lama kemudian gadis pelayan tadi sudah kembali dengan pesanannya. Ana segera mengambil bungkusan sarapannya dan bergegas untuk pergi.

"Terima kasih. Selamat ulang tahun." Kata gadis pelayan itu membuat Ana terkejut.

Ana tersenyum padanya, mengangguk, lalu berbalik pergi. Belum sempat Ia melangkah, Ana tiba-tiba terhenti oleh sebuah tangan yang mengulurkan setangkai mawar putih di hadapannya.

"Selamat ulang tahun." Kata laki-laki yang mengulurkan tangannya itu.

"Terima kasih." Kata Ana sopan.

"Terimalah." Kata laki-laki itu lagi.

Ana akhirnya menerima bunga itu setelah melihat laki-laki itu menggamit puluhan tangkai mawar di lengan satunya. Ana melihat wajahnya sekilas, lalu mengangguk.

"Terima kasih." Katanya lagi lalu akhirnya benar-benar pergi.

Ana berjalan kaki menuju tampat kerjanya, John Ryland's Library. Ana sudah bekerja di sana selama tiga tahun. Ia juga berteman dekat dengan salah satu staff di sana, Elizabeth Ransford.

Ana melihat mawar di tangannya lalu tersenyum membayangkan bagaimana reaksi Elizabeth jika melihatnya membawa bunga yang hanya setangkai ini. Ana juga tersenyum mengingat bagaimana pelayan di café tadi dan juga laki-laki itu memberikan ucapan selamat ulang tahun padanya.

Jika Ia tidak mengaktifkan mode pesawat pada ponselnya, pasti sekarang ponselnya sudah rusak atau meledak karena telpon dari orang tua dan neneknya. Ah… Nenek. Beliau pasti sangat kesal karena Ana melakukan hal ini lagi di tahun ini. Ana sudah seperti ini sejak datang berkuliah di Inggris.

Setelah bertahun-tahun tinggal bersama neneknya, dimanja dengan sepenuh cinta, Ana memutuskan untuk berkuliah di Inggris. Ulang tahun pertamanya di Inggris, ponselnya sangat berisik hingga baterainya lemah karena telpon dan juga pesan yang masuk dari keluarganya. Ana menyukai itu semua, namun hal itu juga dapat mengganggunya dan juga orang-orang di sekitarnya. Itu yang membuatnya untuk mulai mematikan atau mengaktifkan mode pesawat pada ponselnya, di setiap hari ulang tahunnya.

Ana akhirnya sampai di perpustakaan tempatnya bekerja, John Ryland's Library. Ana adalah seorang pustakawan. Saat awal kuliah, Ia mengambil jurusan Bahasa Inggris di University of Cambridge. Lalu setelah lulus, tanpa melalui pertimbangan bersama keluarganya, Ia langsung melanjutkan ke Library and Information Management di Manchester Metropolitan University. Setelah lulus, hanya neneknya saja yang senang dengan jenjang karir yang Ia pilih, sedangkan anggota keluarga besarnya yang lain tidak mengerti mengapa Ia harus menjadi seorang pustakawan.

Ibunya, Beatrice Archambeau mempunyai brand fashionnya sendiri, namun Ana tidak pernah berniat menjadi model untuk brand ibunya tersebut. Berbeda dengan para sepupu perempuannya. Aimee Archambeau, Belle, Fay, dan bahkan Adelie Archambeau, mereka semua menjadi model yang sukses. Ana tidak melihat bahwa terlahir cantik adalah satu-satunya kelebihan yang dapat ia manfaatkan.

"Selamat pagi!" sapa Ana kepada Elizabeth yang sudah ada di tempatnya.

"Selamat pagi, selamat ulang tahun!" kata Elizabeth gembira lalu memeluk Ana.

"Terima kasih." Jawab Ana tenang.

"Oh my God. Kau tidak membeli bunga untuk dirimu sendiri kan?" kata Elizabeth miris saat melihat setangkai mawar yang Ana bawa.

Ana tertawa mendengar komentarnya. Sesuai dengan prediksinya, Elizabeth pasti akan heboh.

"Memangnya kenapa jika begitu? Tidak boleh?" kata Ana tak acuh.

"Ana, sayangku, jangan jatuhkan harga dirimu seperti ini, please…" kata Elizabeth sambil memegang kedua pipi Ana.

Ana semakin merasa lucu dengan perkataan temannya. Suasana hatinya menjadi sangat baik jika sudah bertemu dengan Elizabeth.

"Ada seorang laki-laki yang memberikan satu tangkai mawar dari puluhan tangkai mawar yang dia bawa tadi di café saat aku membeli sandwich." Jelas Ana santai.

"Dan kau terima begitu saja? Kenapa?" Elizabeth tidak mengerti dengan Ana.

"Mungkin Ia hanya salah satu dari orang - orang di internet yang merekam aksi kebaikan mereka. Siapa tahu, nanti malam atau besok, aku sudah ada di salah satu video viral di internet." Jawab Ana enteng.

Elizabeth menggelengkan kepalanya. Ia benar-benar tidak bisa memahami gadis cantik yang menjadi temannya ini.

"Nanti malam kau pasti menelepon keluargamu, kan? Kalau begitu kita rayakan ulang tahunmu siang ini. Okay?"

"Okay."

Ana membagikan satu sandwichnya pada Elizabeth, mereka menghabiskan sandwich masing-masing sebelum akhirnya mulai bekerja.

* * *

Ana dan Elizabeth memasuki restoran untuk perayaan makan siang mereka. Keduanya terlihat santai menunggu pesanan.

"Steak dan bir untuk makan siang?" Elizabeth menatap Ana heran.

Ana hanya tertawa lucu. "Ini ulang tahunku, kan? Aku harus merayakannya dengan benar." Katanya santai.

"Mengapa kau hanya memesan dua potong kue? Mengapa tidak satu tart utuh?" Tanya Elizabeth lagi.

"Nanti malam aku harus makan satu tart utuh saat menelepon nenek dan mama. Dan juga, satu potong kuenya adalah red velvet untukmu." Jelas Ana.

"Ah…" Elizabeth merespon datar setelah mengerti jalan pikiran Ana.

Mereka sibuk membicarakan kebiasaan Ana yang mengaktifkan mode pesawat pada ponselnya setiap hari ulang tahunnya saat pesanan mereka sampai. Keduanya segera menikmati makan siang mereka tanpa berlama-lama lagi.

"Elle, tidakkah menurutmu, kau ingin mengikuti jejakku?" Tanya Elizabeth tiba-tiba.

Ana terkejut karena Elizabeth memanggilnya dengan nama panggilan anehnya. "Jejakmu?" Ana tidak paham dengan perkataan Elizabeth.

"Aku sangat sedih jika kau membeli bunga untuk dirimu sendiri. Aku ingin kau menerima bunga dari seseorang yang spesial."

Ana tertawa lagi. Ternyata Elizabeth kembali mengangkat topik ini, di ulang tahunnya kali ini. Tahun lalu pun Elizabeth sudah mengatakan hal yang hampir mirip.

"Itu tidak menyedihkan, Beth… Girl's Power. Itu tidak menyedihkan jika aku membelikan sesuatu untuk diriku sendiri." Ana juga memanggil Elizabeth dengan nama panggilan anehnya.

"Tapi kau sekarang sudah 28 tahun kan? Aku yang sudah menikah selama dua tahun saja masih belum mendapatkan anak. Jika kau menikah lebih lambat dari ini, kapan kau akan punya anak?"

Ana memutar bola matanya. "Apa kau pernah dengar bahwa soul mate itu benar-benar ada?" goda Ana.

"Jangan bilang kau ingin menunggu hingga kau dapat menemukan soul mate-mu." Elizabeth menatapnya malas.

Ana tertawa lagi. "Katanya, setiap orang hanya punya satu soul mate di dunia. Jika semua mantan-mantanku bukanlah soul mateku, maka bukankah lebih baik aku menunggu yang satu itu datang tanpa harus membuang-buang waktu dengan yang main-main saja?" Ana percaya bahwa perkataannya kali ini akan membungkam Elizabeth.

Elizabeth yang mendengarkan perkataannya hanya menghembuskan napas, tak tahu harus berkata apalagi padanya. Ana hanya tertawa dan melanjutkan perayaan makan siang mereka. Setelah makan siang, mereka harus segera kembali ke perpustakaan.