Walaupun berjalan kaki hanya akan memakan waktu 30 menit, Ana memutuskan untuk naik taksi ke restoran tempat mereka akan bertemu. Ia mengenakan gaun simple berwarna cokelat dari merk Ibunya, dibalut dengan jas hitam Dior, salah satu boots Louis Vuitton yang diberikan oleh Adelie, make up setipis mungkin, dan tidak menggunakan aksesoris apapun, selain perhiasan emas sederhana.
Sesampainya di sana, Ana segera masuk dan menemui Elizabeth dan Robert yang sudah datang duluan. Baru saja Ana duduk, tidak lama kemudian seorang pria datang dan bergabung dengannya.
"Oh?" Ana terkejut melihat Pria yang baru datang itu.
Pria itu juga terkejut namun tetap berusaha menjaga sikapnya di depan Elizabeth dan Robert. Ia kemudian menatap Ana lalu tersenyum manis.
"Halo." Sapanya santai.
"Hai…" jawab Ana malu dan salah tingkah.
"Wah wah wah… Ada apa ini? Kalian sudah kenal?" Elizabeth terlihat sangat bersemangat.
"Liz, dia ini yang memberikanku bunga saat ulang tahunku waktu itu." Jelas Ana malu-malu.
Elizabeth terlihat sangat terkejut. "Oh. My. God."
Dari tatapannya Ana dapat membaca kekagetan Elizabeth dan persetujuannya tentang soul mate itu.
"Ana, dia adalah salah satu perawat di departemenku." Robert, suami Elizabeth memperkenalkan.
"Aku Samuel." Kata Pria itu lalu menyodorkan tangannya.
Ana menjabat tangan Samuel. "Aku Ana. Teman kerja Elizabeth di perpustakaan."
Mereka mulai memesan makanan dan Ana memesankan satu botol wine untuk mereka.
"Kau tidak perlu, Ana." Tegur Robert.
"Tidak apa-apa. Aku sudah bekerja dan hanya membiayai diriku sendiri. Sebotol wine tidak akan membuatku langsung jatuh miskin, Robert." Jawab Ana sopan.
"Tidak apa-apa, sayang. Sekali-kali biarkan Ana menraktir kita." Bela Elizabeth.
Samuel memperhatikan kedekatan Ana dan Elizabeth. Mereka bukan seperti sahabat lagi, melainkan sudah seperti saudara. Kedua wanita itu dapat mengerti satu sama lain dengan sangat baik.
Makanan sudah datang dan mereka tidak malu untuk memulai. Ana masih perlahan-lahan memotong steaknya sambil mengobrol, tiba-tiba Samuel yang di sampingnya menyentuh tangannya, dan membuat Ana berhenti.
Mereka semua terkejut dan menatap Samuel, namun Ia dengan santai menukarkan piringnya dengan piring Ana.
Elizabeth yang melihatnya menjadi sangat terpana dengan perhatian Samuel. Robert akhirnya melakukan hal yang sama kepada Elizabeth dan membuat kedua wanita itu tertawa lucu.
Kejadian serupa kembali terjadi saat Ana ingin mengambil tisu, namun Samuel sudah duluan mengambilkan untuknya.
Selesai makan, Ana dan Elizabeth minta ijin untuk ke toilet, meninggalkan kedua pria itu sendirian.
"Oh. My. God. Ana!" seru Elizabeth begitu keduanya sudah sampai di toilet.
Ana tertawa dengan tingkah Elizabeth. "Ada apa?"
"Apa kau sengaja mengatakan hal tentang soul mate waktu itu, karena kau sudah bertemu dengan Samuel?"
"Tentu saja, tidak. Aku sengaja mengatakannya agar kau berhenti menanyaiku soal pernikahan." Jawab Ana santai.
Elizabeth tidak percaya dengan apa yang baru saja Ia dengar. Bisa-bisanya Ana membungkan dirinya dengan perkataan konyol tentang soul mate itu, namun hari ini Ia menyaksikan sendiri bagaimana Samuel memperlakukan Ana.
Setelah keduanya kembali dari toilet, mereka lanjut bercerita banyak hal, bercanda, menghabiskan makanan, hingga suhu yang dingin itu tidak terasa lagi.
Ana dan Samuel sama-sama merasa nyaman. Elizabeth senang melihat Ana malam ini. Robert juga senang karena Samuel mau memenuhi undangannya dan membantu menghidupkan suasana.
Hingga tak terasa waktu sudah semakin malam. Mereka memutuskan untuk segera mengakhiri perayaan natal mereka. Robert dan Elizabeth sengaja pulang lebih dulu dan meninggalkan Ana bersama Samuel.
"Tadi kau dengan apa ke sini?" Tanya Samuel basa-basi.
"Aku naik taksi. Kau?"
"Aku berjalan kaki. Apa rumahmu jauh?"
"Tidak juga. Hanya 30 menit."
Suasana canggung tiba-tiba merayap di antara mereka. Ana menebak-nebak apa yang ingin Samuel lakukan atau katakan, sedangkan Samuel menimbang-nimbang apa yang ingin Ia katakan dan lakukan.
"Kau sudah mau pulang?" Tanya mereka bersamaan.
Keduanya lalu tertawa. "Kau sudah mau pulang?" Tanya Samuel lebih dulu.
"Iya. Kalau kau?"
"Aku akan mengantarmu." Jawab Samuel cepat.
"Apa tidak apa-apa? Nanti kau kedinginan."
"Lebih baik, dari pada khawatir memikirkanmu yang pulang sendirian."
"Aku kan bisa naik taksi." Jawab Ana meyakinkan.
"Ayo mengobrol 30 menit lebih lama." Kata Samuel akhirnya yang di setujui oleh Ana.
Keduanya berjalan perlahan-lahan ke arah apartemen Ana. Awalnya mereka hanya terdiam, berjalan agak berjauhan, melewati tempat-tempat yang masih ramai. Hingga akhirnya Samuel berjalan sedikit lebih dekat.
"Jadi, dari mana asalmu? Apa Kau orang asli Inggris?" Tanya Samuel tiba-tiba.
"Oh, tidak. Ayahku berasal dari Irlandia dan Ibuku dari Perancis. Namaku Ana O' Riain. Sangat Irlanda, bukan?" kata Ana lalu tertawa.
"Orang tuaku berasal dari Cina dan namaku Samuel Huang. Sangat Cina, bukan?" balas Samuel yang membuat keduanya tertawa.
Ana merasa bahwa Samuel adalah orang yang menyenangkan. Ana memang tidak mudah percaya pada orang, namun Ia merasa bisa sedikit santai dengan pria yang satu ini. Seperti kata Elizabeth, mereka mempunyai vibe yang sama.
"Ngomong-ngomong, kau wanita pertama yang tidak memandangku dengan aneh."
"Memandangmu dengan aneh? Apa maksudnya?" Ana tak mengerti.
"Ya Karena aku berkulit kuning, berambut hitam, bermata sipit dan gelap. Sejak lahir hingga setua ini di Inggris, aku selalu dipandang aneh oleh sekelilingku." Aku Samuel jujur.
"Oh… maaf ya…" Ana merasa tidak enak.
"Hey, tidak apa-apa. Aku hanya ingin bilang terima kasih."
"Aku juga berterima kasih untuk bunganya waktu itu." Jawab Ana lalu tersenyum manis.
"Ngomong-ngomong lagi, apakah kau sadar jika ini adalah pertemuan kita yang ketiga?"
Ana memikirkan pertanyaan itu dan mengingat-ingat. Benar. Mereka bertemu dua kali di hari ulang tahunnya.
"Lantas?"
"Kami mempercayai bahwa pertemuan pertama dan kedua hanyalah kebetulan. Tapi jika bisa bertemu hingga ketiga kalinya, berarti itu takdir."
Ana tertawa mendengar perkataan Samuel. Takdir… lucu sekali mendengarnya dari orang yang baru Ia termui beberapa jam yang lalu.
"Takdir kita hari ini dibuat oleh Nyonya Pustakawan Elizabeth Ransford dan dibantu oleh suaminya Dokter Gigi Robert Myers, Tuan Huang."
"Lantas?"
"Jangan terlalu diambil pusing." Jawab Ana santai.
Samuel berhenti yang membuat Ana juga ikut berhenti. Ia melihat wajah Samuel yang berubah datar. Ada apa? Apa ada yang salah?
"Bagaimana jika aku bilang bahwa aku senang dengan takdir ini?" Tanya Samuel hati-hati.
Astaga! Ana tidak percaya apa yang baru saja Ia dengar. Ana berharap ini hanyalah rasa pertemanan yang wajar. Terlalu cepat jika Samuel menyukainya sekarang.
"Jika memang bisa bertemu dengan orang yang mempunyai vibe yang sama dengan kita, bukankah itu hal yang baik? Jadi kurasa tidak masalah." Jawab Ana berusaha setenang mungkin.
Ana kembali berbalik dan berjalan. Samuel kembali mengikutinya. Keduanya akhirnya terdiam sepanjang sisa perjalanan itu. Untungnya sudah dekat dengan gedung apartemen Ana.
"Sudah sampai." Kata Ana membuyarkan lamunan Samuel.
Samuel memperhatikan sekeliling. Ia menatap loby apartemen itu, lalu melihat naik hingga ke lantai paling atas gedung itu.
"Kau tinggal di sini?"
"Iya."
"Apa biaya sewanya tidak terlalu mahal?"
Deg! Sudah lama Ia tidak mendengar pertanyaan itu, sepertinya sejak kuliah dulu. Inilah alasan mengapa Ana tidak pernah mengajak siapapun ke rumahnya, bahkan Elizabeth. Mau memilih gedung yang sederhanapun, orang akan selalu mengatakan bahwa biaya sewa tempat tinggalnya pasti sangat mahal.
"Lumayan, tapi tidak terlalu mahal. Setidaknya tidak menghabiskan gajiku." Jawabnya semeyakinkan mungkin.
Ana sudah sering mendengar jawaban seperti itu dari banyak orang, jadi Ia bisa sedikit berlatih menyembunyikan kekayaannya. Samuel hanya mengangguk, walau terlihat tidak yakin.
"Baiklah, kalau begitu. Cepat pulang! Nanti kau kedinginan." Kata Ana cepat.
"Aku akan melihatmu masuk, baru aku pulang."
"Oh… Oke. Kalau begitu, bye. Selamat malam." Pamit Ana lalu menuju Loby.
Samuel melihat ada petugas keamanan yang membukakan pintu untuk Ana. Ia merasa lega bahwa Ana sudah aman.
"Ana!" panggil Samuel. Ana langsung berbalik.
"Selamat natal."
Ana tersenyum manis.
Lagi-lagi Samuel melakukan yang tak terduga olehnya. Sama seperti memberikannya bunga dan mengucapkan selamat ulang tahun.
"Selamat natal juga, Sam. Hati-hati di jalan." Kata Ana lalu segera masuk.
Samuel akhirnya pergi setelah melihat Ana sudah masuk ke lift. Udara dingin membuatnya merapatkan jaket dan segera berlari untuk mencari taksi.