Ana duduk di sofa sambil membaca semua pesan ulang tahun yang masuk di ponselnya. Ia tertawa terbahak-bahak saat membuka pesan dari Adelie. Foto yang dikirimkan adalah foto lama saat Ia masih tinggal dengan nenek di Perancis. Mereka terlihat masih sangat polos dan lucu. Dan juga pesan yang dikirimkan Adelie yang sangat menyentuh hati.
Ana segera membalas pesan Adelie dengan pesan yang tak kalah menyentuh hati. Ia bisa membayangkan bagaimana ekspresi Adelie saat membaca pesannya nanti. Ana kemudian membalas semua pesan lain, terutama mengucapkan terima kasih kepada mereka semua yang telah memberikan hadiah untuknya.
Ana kemudian membaca pesan dari ibunya, Beatrice. Ibunya mengirimkan perhiasan pertama yang Ia beli setelah memulai usahanya. Ia segera mengeluarkan kotak berwarna merah dengan desain yang khas dari Cartier. Ana membukanya dan melihat sebuah kalung dan sepasang anting emas yang sangat elegan di dalamnya. Ia tidak menyangka akan menerima perhiasan bersejarah ini di hari ulang tahunnya.
Ana lalu membaca pesan dari ayahnya yang membuatnya seketika rindu ingin pulang. Ia ingin sekali memeluk ibu dan ayahnya, dan mengatakan terima kasih kepada mereka.
Pucuk dicinta ulam pun tiba, ponselnya berdering dan menunjukan nama Ayahnya di layar.
"Papa!" serunya girang. Suaranya bergetar menahan tangis haru.
"Selamat ulang tahun, bunga daisyku." Kata Micheal O'Riain dengan suara dan bahasa Irlandianya yang membuat Ana hampir menangis.
"Aku merindukan papa dan mama." Katanya manja.
"Kau kan bisa datang besok setelah pulang kerja. Aku bisa menjemputmu jika kau mau." Kata Micheal santai.
"Apa papa serius?!" Ana bersemangat mendengar ide dari Micheal.
"Tentu saja. Kau bisa menghabiskan akhir pekanmu di sini, lalu papa akan mengantarmu pulang senin pagi. Bagaimana?"
"Minggu sore. Baiklah." Katanya bersemangat.
"Tahun ini aku tidak tahu harus membelikan hadiah apa untukmu, jadi aku membeli sedikit saham kepemilikan salah satu rumah sakit di Manchester untukmu." Kata Micheal santai.
"Rumah Sakit apa?"
"Hm… Sebentar. Aku sedang mencari catatannya." Kata Micheal sambil sibuk membolak-balik buku catatannya. "Oh! St Mary's Hospital. Kau bilang ada suami dari temanmu yang bekerja di sana."
"Iya. Berapa banyak yang papa beli?"
"Tidak banyak, hanya 10,2% yang bisa aku dapatkan untukmu."
"Hm… Oke. Tidak buruk."
"Oh! Mamamu sudah selesai mandi, sebentar lagi pasti akan meneleponmu. Bye! Sampai bertemu besok." Kata Micheal setengah berbisik.
"Oke. Bye! Sampai bertemu besok. I love you." Jawab Ana lalu menutup telponnya.
Ana segera menyimpan kembali kotak perhiasan Ibunya, lalu pergi ke dapur. Di sana, Nyonya Delphine sudah membuatkannya salad, Quiche Lorraine, dan Salmon en papillote. Mereka meletakannya di atas meja makan, bersama dengan kue ulang tahun yang baru datang dari Perancis. Ana juga membuka wine yang tadi dia bawa, lalu menuangkannya ke dalam gelas.
Tak berapa lama ponselnya berdering, panggilan video dari Ibunya. Ana memasang ponselnya pada tripod di atas meja, lalu menerima panggilan itu.
"Hai!" sapa Ana riang.
"Ana!" Anaïs hampir melompat dari kursinya saat melihat cucunya di layar ipadnya.
"Hai nenekku sayang." Sapanya lalu tertawa canggung.
"Dasar kau gadis nakal! Mengapa harus mematikan ponselmu hingga malam?" Omel Anaïs.
"Nenek, jika tidak begitu nanti ponselku rusak dan aku bahkan bisa dipecat. Apa nenek mau?"
Anaïs terdiam mendengar jawaban Ana.
"Apa kau sudah makan?" Tanya Beatrice.
"Aku baru saja mau makan. Ayo kita bersulang!" katanya girang lalu mengangkat gelas winenya.
"wine apa itu?" Tanya Anaïs.
"Kak Henri mengirimiku sekotak penuh. Ini adalah Château Duhart-Milon."
Beatrice mengangkat gelas red winenya, Anaïs mengangkat gelas tehnya, lalu mereka bersulang. Ana menyesap winenya. Wine yang enak untuk momen yang menyenangkan.
"Bernadette membuatkan kue kesukaanmu." Kata Anaïs bersemangat.
Ana segera memotong kuenya, menunjukannya pada mereka, lalu memakannya. Ia menggeleng, meresapi lezatnya kue buatan koki terpercaya keluarganya itu. Nyonya Voland memang koki terbaik.
"Bagaimana?"
"Apa aku boleh minta dibuatkan kue walaupun bukan saat ulang tahunku?" goda Ana.
"Boleh, jika kau memakannya di sini, di sampingku." Jawab Anaïs tak acuh.
Beatrice tertawa melihat percakapan anaknya dan ibunya. Mereka sangat cocok satu sama lain. Ana sangat menuruti neneknya, namun juga sangat suka menggodanya, membuat neneknya kesal dan gemas padanya.
"Kapan kau pulang kemari?" Tanya Anaïs akhirnya.
"Sebentar lagi natal, aku akan pulang ke Perancis. Apa Nyonya Anaïs masih bisa menunggu?" jawab Ana berlagak formal.
"Musim panas kemarin kan Ana sudah ke sana. Bagaimana jika natal kali ini, Ana pulang ke Irlandia?" potong Beatrice.
Wajah Anaïs berubah muram. Ana bisa merasakan betapa kesepiannya Nenek, tinggal di mansion sebesar itu, hanya sendiri bersama dengan para pelayan. Bibi Margot juga pasti sangat sibuk.
"Aku akan mencari waktu agar bisa berlibur ke Perancis. Oke?" bujuk Ana.
Anaïs menatapnya penuh harap. "Janji?"
"Janji." Kata Ana pasti.
"Baiklah, sekarang kau harus makan dulu. Makanan apa itu?" Beatrice mencoba menaikan suasana.
"Oh, nyonya Delphine membuatkan Salmon en papillote, Quiche Lorraine, dan salad." Jawab Ana girang sambil menunjukan makanannya.
"Selamat makan, Ana." kata Ibunya sambil mengangkat gelas winenya lagi.
Ana lalu mulai mencoba makanannya, yang berubah menjadi acara makan, karena Ana terus makan sedangkan Ibu dan Neneknya terus berbincang-bincang, membicarakan banyak hal, sampai semua makanannya habis.
"Ah… Aku kenyang dan mengantuk." katanya senang.
"Baiklah, kau harus istirahat. Bye!" kata Beatrice lalu mengakhiri panggilan, meninggalkan Ana bersama Anaïs.
"Apa nenek tak apa, jika aku pulang hanya untuk akhir pekan?" Tanya Ana yang merasa tak enak pada Anaïs.
"Kapan?" Anaïs balik bertanya.
"Kapan saja jika aku bisa."
"Baiklah. Tidak harus lama-lama. Dua hari pun tak apa, asalkan kau datang." Jawab Anaïs tenang.
"Baiklah, nek. Kalau begitu, nenek istirahatlah. Aku juga ingin istirahat."
"Jangan lupa baca surat dari nenek ya…"
"Oh, iya! Hampir saja aku lupa. Baik nek. Bye nek. Selamat tidur." Pamit Ana lalu mengakhiri panggilan.
Ana pergi ke kamar dengan membawa bingkisan dari Ibu dan neneknya. Ia segera mandi dan bersiap untuk tidur. Namun sebelum tidur, Ana menyempatkan diri untuk membaca surat dari neneknya.
~Dear Ana cucuku,
Ana sayangku, selamat ulang tahun. Tahun ini pun aku merindukanmu. Kadang-kadang aku mendengar suara langkah kaki kecilmu berlarian di dalam rumah yang kosong ini. Kadang-kadang aku mendengar suara tawamu dan Adelie kecil saat kalian bermain di taman. Aku merindukan kalian berdua. Mengapa kalian berdua harus tinggal jauh dariku?
Ana permata hatiku, kapan kau akan menyusul kakak-kakakmu, mengenalkanku pada kekasihmu, lalu menikah? Izinkan aku melihatmu memakai gaun pengantin dan berjalan ke altar sambil menggandeng ayahmu.
Ku harap kau terus menjaga dirimu dengan baik. Aku akan terus memberikan doa, dukungan, dan cintaku pada kalian semua.
Akhirnya Ana, aku doakan kau sehat dan selamat selalu. Aku berharap dapat bertemu denganmu sebelum aku mati.
~Dengan cinta, nenek.
Setelah membaca surat dari Anaïs, Ana merasa sangat perlu untuk pulang ke rumah neneknya. Bukan hanya sekali, namun sesering yang Ia bisa.