#16

Mereka baru saja terdiam, tapi tiba-tiba terdengar bunyi langkah kaki yang riuh mendekati mereka.

"Jangan lari, nanti jatuh." Terdengar suara seorang wanita dari jauh.

Seorang gadis kecil tiba-tiba sudah muncul di depan mereka. Rambutnya hitam berkilau dan panjang. Kulitnya putih kemerahan, pipinya gendut, dan bibirnya kecil.

"Bonjour!" sapanya riang.

"Oh! Hannah!" Seru Anaïs saat melihat gadis kecil itu.

Hannah Seo, gadis kecil berumur lima tahun, putri pertama dari Fay Archambeau dan Min-ho Seo. Ia langsung berlari dan memeluk Anaïs dengan girang. Pengasuhnya terlihat kelelahan mengejarnya.

Dari belakangnya, Min-ho muncul bersama Fay yang sedang menggendong Luna, putri kedua mereka yang masih berusia dua tahun.

"Halo semua!" sapa Fay girang.

Ana bergegas memeluk Fay dan Luna. "Aku kangen!" seru Ana. "Oh! Wangi bayi ini enak sekali." kata Ana lagi. Mereka semua tertawa.

"Perbedaan waktu membuat kita tidak bisa dengan mudah berkomunikasi seperti kalian yang ada di Eropa." Kata Fay sedih.

"Tidak apa-apa. Yang penting kita bisa bertemu setiap natal seperti ini." Jawab Anaïs.

"Nenek, aku membawa ginseng merah untuk nenek. Jangan lupa diminum, ya." Kata Min-ho sambil berjongkok di samping kursi roda.

"Terima kasih." Jawab Anaïs tulus.

Ana kemudian bersalaman dengan Min-ho, lalu merebut Hannah dari pelukan Anaïs. Ia memeluk Hannah dengan erat lalu mencium pipi gadis itu. Hannah merasa terganggu lalu mengelap pipinya yang tadi dicium Ana.

"Beraninya!" Ana tidak terima.

Hannah tertawa lalu meronta dalam pelukannya, membuat Ana melepaskannya. Hannah lalu berlari berkeliling dan menyalami semua orang di sana. Mereka semua sangat gemas padanya. Henri memeluknya dengan erat saat Hannah menghampirinya.

"Sayang, kita harus punya yang seperti ini." Kata Henri pada Camille.

"Aku tidak yakin anak kita nanti akan seperti Hannah. Ayah Hannah itu orang Korea, sayang. Kita berdua kan Perancis. Tidak mungkin anak kita akan terlihat seperti Hannah." Jawab Camille datar, yang membuat mereka semua tertawa.

"Akan kuracuni kalian dengan segala hal yang berbau Korea. Siapa tahu anak kalian nanti bisa jadi Korea juga." Timpal Fay.

"Ide yang bagus, kak. Atau, haruskah aku tinggal di Korea saat aku hamil?" saran Camille.

"Ide buruk. Hentikan." Sahut Henri cepat. Mereka semua kembali tertawa.

Henri melepaskan Hannah yang akhirnya berlari kembali pada Anaïs. Hannah yang fasih berbahasa Perancis itu sibuk menceritakan banyak hal kepada nenek buyutnya itu. Anaïs terlihat berusaha sekuat tenaga untuk mengenali hal-hal dan orang-orang yang ada dalam cerita Hannah. Min-ho sesekali membantu menjelaskan pada Anaïs dengan bahasa Inggris.

Henry tiba-tiba berpisah dari para pria, lalu menarik Ana yang sedang duduk bersama Fay dan Camille untuk duduk bersamanya.

"Apa kau tahu, Adelie akan datang bersama pacarnya ke sini?" bisik Henri.

"Apa?! Apa dia sudah gila?" komentar Ana tak percaya.

"Apa kau tahu bahwa pacarnya itu adalah seorang fotografer?"

"Bagaimana kakak tahu? Dia saja tidak menceritakannya padaku." Tanya Ana curiga.

"Mereka sudah berpacaran sekitar enam bulan. Dia juga baru menceritakannya padaku minggu lalu. Meminta pertimbangan. Kau tahu, dia pikir jika aku setuju, papa juga akan setuju." Jelas Henri.

"Kita lihat saja apa yang akan terjadi. Tapi, kita harus mengamankan keadaan. Bagaimana jika ada foto-foto rumah kita yang bocor ke media sosial? Nenek kan tidak suka." Kata Ana mengingatkan.

"Ah! Benar juga. Nanti akan aku bicarakan dengan Tuan Martel." Kata Henri akhirnya.