Bab 6 - Kelahiran yang Dinantikan

Terkadang kelahiran seorang bayi, tak hanya membawa sebuah Keberkahan.

Bagi kedua orang tuanya…

Namun juga bisa membawa petaka. Dan kehancuran, untuk mereka…

***

Suara tangis bayi mulai terdengar ke seluruh penjuru rumah kecil milik keluarga Anderson yang terletak di pinggiran hutan. Letaknya yang agak jauh dari rumah warga lainnya, membuat tangis bayi itu akan sulit terdengar meski dari jarak yang cukup jauh.

Sofia, wanita berambut emas kecoklatan dan berkulit putih itu terengah – engah, bersamaan dengan Howard yang menggendong bayi bermandikan darah dan plasenta itu keluar dari perutnya. Howard tersenyum melihat betapa tampan bayi dalam gendongannya.

Dia juga tersenyum di depan wajah Sofia.

"Bayimu sehat dan sempurna. Dia juga sangat tampan dengan mata cantik pemberianmu, dan hidung mancung milik ayahnya." Howard menambahkan, membuat Sofia tersenyum senang mendengar perkataan sang dokter sekaligus sahabatnya tersebut.

"Aku akan membersihkan tubuhnya dulu," pamit Howard.

Dia lalu keluar dan menemui Anderson dengan membawa bayi itu. Rencananya, Howard yang akan memandikan dan membersihkan tubuh bayinya. Sementara Anderson yang akan membersihkan tubuh sang istri. Sesuai dengan petunjuk dan instruksi yang diberikan oleh Howard sebelumnya kepada pria tersebut. Jauh sebelum Sofia melahirkan.

Seolah memahami apa yang harus dilakukan, Anderson hanya tersenyum melihat wajah bayinya dan segera menemui Sofia. Di ciuminya wajah sang istri dan dibisikkannya kata terima kasih juga kata cinta yang begitu besar untuk Sofia. Karena telah mendampinginya hingga memberikan seorang bayi tampan untuk keluarga kecil mereka.

Dengan rasa cinta dan kelembutan, pria itu membersihkan tubuh sang istri dan mengganti selimut serta pakaian Sofia dengan yang baru juga bersih. Pun mengganti bantal Sofia yang sebelumnya dipenuhi oleh keringat.

**

Bayi itu mulai tenang, saat air hangat menyentuh kulit tipisnya. Di kala itu, Howard memperhatikan setiap lekuk tubuh dan wajah si bayi, yang memperlihatkan betapa tampannya dia jika kelak sudah dewasa. Howard menjamin, bayi ini akan banyak mengambil perhatian orang – orang di luar sana. Terutama di bagian bola matanya yang berwarna coklat terang. Yang terlihat sangat teduh ketika dipandang.

**

Arrio terdiam di depan gubuk milik Howard. Pemuda itu sudah berada di tempat ini sejak dua jam yang lalu. Menunggu sang tuan rumah datang. Ada sebuah panggilan besar dalam jiwanya yang membuat Arrio ingin sekali pergi ke tempat kelahirannya dulu, yaitu Negara Yunani. Rupanya, pemuda tersebut telah mencari tahu lebih banyak apa itu manusia serigala dan bagaimana kehidupan mereka di masyarakat, melalui jaringan internet.

Pireas.

Kota yang selama ini disebutkan Howard sebagai kampung halaman Arrio. Dan tempat di mana ayah serta ibunya menghembuskan nafas terakhir mereka.

Dengan keyakinan penuh, Arrio ingin mengambil sebuah keputusan besar yang pasti telah diprediksi oleh Howard sebelumnya.

Tak lama kemudian, Howard datang dengan peralatan pancing di kedua tangan dan pundaknya. Rupanya, pria itu baru saja pergi ke sungai yang ada di tengah hutan untuk memancing ikan. Mencari bahan makan malam hari ini. Dan kedatangan Arrio, di anggap sangat tepat oleh Howard yang baru saja mendapat buruan ikan besar dua ekor. Dia berencana akan membakar ikan itu dengan api unggun kecil.

"Kenapa tidak memberitahuku?" tanya Howard yang meletakkan alat pancingnya kembali ke tempat semula.

"Bagaimana caraku memberitahukannya padamu. Kalau aku saja tak tahu kau ada di mana?" tanya Arrio balik, dengan nada sindiran.

Pria setengah baya itu tertawa kecil, dia mendekati Arrio lalu duduk di sebelah pemuda yang mirip anaknya tersebut sambil berkata, "melolong saja. Nanti aku pasti mendengar dan akan datang padamu," ucap Howard sambil tersenyum.

Terdengar seperti gurauan memang, tapi sepertinya Howard sangat serius dengan ucapannya barusan.

Arrio membalasnya dengan dengusan dan wajah cemberut. Terlihat sekali kalau dia tak suka dengan cara yang dikatakan Howard barusan.

"Masuklah dulu. Aku akan membersihkan ikannya dan menyiapkan api unggun. Kau tidak ada acara hari ini, bukan? Aku ingin makan malam bersamamu malam ini. Sebagai tanda perpisahan kita, sebelum kau pergi jauh untuk mengejar takdirmu sendiri."

Benar, kan? Howard memang seperti cenayang. Entah apa pekerjaan pasti pria itu tapi Arrio tahu dia tak kekurangan sama sekali. Meski tinggal di gubuk sederhana dan makan seadanya. Pakaian serta semua fasilitas di dalam rumah ini sangatlah mumpuni. Barang – barang yang dipilih Howard merupakan barang yang berkualitas dengan harga cukup tinggi. Hingga Arrio yakin, pria itu memang menyembunyikan sesuatu mengenai jati dirinya.

Arrio menuruti perintah pria tersebut dan segera masuk ke dalam pondok. Dia mau saja untuk membantu Howard. Tapi dia sangat lelah dan mengantuk, meski hanya untuk berdiri dan melangkah saja. Lagipula Howard juga sudah menawarkan diri lebih dulu untuk menyelesaikan semua itu sendiri.

**

Waktu berlalu. Bayi yang tampan itu mulai tumbuh dan bahagia dalam dekapan kedua orang tuanya. Meski baru satu bulan, tapi bayi itu memang sangat luar biasa. Bahkan Howard saja terasa enggan untuk menjauh dari sang bayi meski hanya sesaat. Dia dengan mudahnya rindu lagi pada bayi tersebut. Terus menerus sepanjang waktu.

Bahkan hari ini, ketika pria itu baru saja pergi ke sebuah supermarket. Dia sudah menenteng banyak sekali makanan bayi yang dia yakini akan disukai oleh Arrio.

Dengan wajah yang bahagia dan dipenuhi senyum, Howard menenteng tas belanjaan itu dan berjalan menuju ke rumah Anderson, sahabatnya. Tapi betapa terkejutnya Howard. Ketika mendapati rumah sahabatnya itu dalam kondisi yang tidak wajar. Pintu gerbang yang terbuka dan agak hancur di bagian kuncinya. Juga pintu depan yang terbuka lebar dengan lampu yang seluruhnya mati. Howard menjatuhkan barang bawaannya untuk berlari menuju ke dalam rumah. Mencari keberadaan kedua sahabat sekaligus anak mereka, Arrio.

Keterkejutan Howard tak berhenti sampai di sana. Sebab setelah masuk ke dalam rumah. Pria tersebut juga mendapati Anderson telah terbaring bersimbah darah. Dengan Sofia di sebelahnya, yang telah sekarat sambil memeluk erat putra mereka, Arrio.

Bayi itu tertidur lelap. Tanpa tahu apa yang terjadi.

"Anderson! Apa yang terjadi? Kenapa…" Howard hampir saja keluar lagi untuk mencari bantuan, saat Anderson menahan lengannya dan menggelengkan kepalanya.

"Jangan… aku mohon. Tetaplah di… sini," pinta Anderson saat itu.

"Tapi kau terluka, aku harus memanggil bantuan sekarang!" elak Howard.

"T-tidak! Biarkan saja, kami seperti ini…" kata Anderson lagi.

Sepertinya Sofia juga memiliki pemikiran yang sama.

"Apa yang terjadi?" tanya Howard lagi.

"K-kemarin… k-kau benar… Howard." Anderson berkata sambil terbata – bata. "M-mereka melihat kita."

Kata – kata Anderson menyentak batin Howard. Pria itu langsung tahu apa yang dimaksud oleh sahabatnya saat ini.

"M-mereka…" Anderson menunjuk pada sebuah panah yang tertancap di salah satu dinding rumahnya.

Anak panah dari sebuah tembakan busur panah yang biasa digunakan oleh pemburu.

Howard terkejut dan panik. Dia lalu menatap sahabatnya lagi sambil berlinang air mata, menahan isak tangis yang ingin keluar dari bibirnya saat ini.

"B-bawa anakku… tolong. B-bawa dia dari sini, bawa… dan sembunyikan dia sejauh mungkin…" mohon Anderson untuk terakhir kalinya.

Howard kebingungan. Tapi melihat Sofia yang telah menutup matanya sambil memeluk Arrio. Dia tahu bahwa wanita tersebut kini telah tiada. Sementara Anderson sendiri mungkin akan segera menyusul. Mengingat kondisinya yang juga sangat parah seperti sang istri.

Howard pun mengambil alih Arrio dari dekapan Sofia. Memeluknya dan mencium wajah Arrio yang masih terlelap tidur.

Dia melihat Anderson sempat tersenyum melihat adegan itu dan menyentuh kepala bayinya dengan tangan berlumuran darah. "Jaga dia…" kata Anderson. "Dia… sama seperti… aku," ucapnya lagi.

Setelah berkata demikian, Anderson menutup mata dan menghembuskan nafas terakhirnya. Tangan yang sebelumnya menyentuh kepala Arrio kini lemas dan terjatuh. Terkulai begitu saja, dan membuat tangis Howard pecah saat itu juga. Dia seharusnya bertahan di sini untuk memakamkan jenazah Anderson dan Sofia dengan benar. Tapi tidak boleh dan tidak mungkin dalam kondisi yang seperti saat ini.

Maka dari itu, pilihannya hanya ada satu. Pilihan sulit yang harus Howard lakukan. Demi sahabatnya. Dan demi anak yang kini dalam pelukan serta perlindungannya.

Dengan cekatan, Howard masuk ke dalam kamar Arrio kecil. Mengambil tas besar dan membawa banyak baju bayi itu juga perlengkapan lainnya. Dia juga sempat membawa beberapa baju Sofia dan Anderson serta beberapa foto mereka. Lalu dia ingat tentang sebuah buku catatan yang sempat sahabatnya tunjukkan pada Howard. Yang tersimpan di laci tempat tidur Arrio saat itu.

Setelah semuanya dirasa cukup. Howard mulai melakukan rencananya.

Dia membawa Arrio keluar rumah dan menempatkan bayi itu di tempat yang aman. Lalu setelah itu, dia menyiramkan minyak tanah dan menyulut api untuk membakar rumah sang sahabat.

Iya, Howard harus melakukannya. Untuk melindungi semua ini. Arrio, juga kedua sahabatnya.

***