MENIKAH

BAB 1: MENIKAH

Khayla menatap kosong kearah cermin. Matanya berlinang menahan sedih yang tak kuasa Ia ucapkan, sorotnya seolah ingin mengatakan Kenapa harus aku ? Kenapa bukan dengan Dia ? Kenapa Dia memilih yang lain ? sejuta pertanyaan memenuhi pikirannya. Kalau saja waktu mempersilakan dia untuk kabur, tentu dia sudah pergi membawa serta cintanya yang hanya tinggal pecahan kenangan.

"Kenapa harus Khay, Umi, Kenapa ? ucapnya seraya menahan tangis sedari tadi. Ibunya memeluknya dengan erat hingga kepalanya terbenam dipelukan Ibunya.

Baginya, kehidupan saat ini sedang menunjukkan sisi ketidakadilannya. Di matanya, kehidupan seolah sedang menjelma menjadi monster yang merenggut semua kebahagiannya. Kehidupan yang dulu Ia pandang sebagai sesuatu yang selalu memberinya kebahagiaan, keceriaan, kekuatan sekarang cara pandangnya telah berubah, baginya kehidupan hanyalah kepedihan, kepedihan dan kepedihan.

"Yang sabar ya nak, Abahmu pasti juga ikutan sedih kalau lihat Khayla sedih" Ibunya mencoba menguatkannya. Namun, kekuatan yang diberikan Ibunya tidak mampu mengimbangi hancurnya hati yang sedang Ia rasakan.

Khayla kembali menatap kosong ke arah cermin. Seolah melihat sosok Abah yang merupakan cinta pertamanya dan sosok Bara yang selama 6 tahun telah memberikannya banyak cinta. Dua kali Ia harus merelakan cintanya pergi.

"InsyaAllah, Khayla sudah siap Umi"

Dengan dibalut busana pengantin syar'i, Khayla berjalan perlahan memasuki ruangan yang telah dihiasi dengan bunga warna-warni. Para tamu undangan juga sudah siap menunggu sedari tadi, penasaran ingin melihat bagaimana rupa si pengantin wanita. Hari ini adalah harinya Khayla memasuki dunia baru. Dunia yang hanya berisi dua orang, dirinya dan seorang yang sama sekali tidak dikenalnya.

Laki-laki itu menyambut kehadiran Khayla dengan mengulurkan tangannya, namun Khayla mengabaikannya. Masih dengan tatapan kosong dan matanya yang menahan tangis, Ia perlahan duduk disebelah pengantin pria yang sama sekali Ia tak mengenalnya. Kesedihan yang sedari tadi Ia pendam, rasa rasanya sudah sangat ingin Ia keluarkan, Namun bagaimana Ia akan melakukannya ? Bagi Ibunya ini adalah hari bahagianya, mana mungkin Ia akan menangis di depan Ibunya.

"Saya nikahkan, saudara Khalid bin Abdul Qomar dengan saudari Khayla Khadijah bin Umaruddin dengan mas kawin seperangkat alat sholat, 100 lot saham syariah dan emas seberat 10 gram dibayar tunai"

"Saya terima nikahnya Khayla Khadijah bin Umaruddin dengan mas kawin tersebut tunai"

"Bagaimana para saksi, Sah ? Alhamdulillah"

Dengan tegas sang mempelai pria mengucapkan ijab qobul. Ketegasannya mengisyaratkan bahwa Ia akan benar benar memenuhi tanggungjawabnya, mencintai, merawat dan melindungi Khayla.

Satu persatu tamu undangan menyalami Khayla dan suaminya. Tak lupa mereka mengucapkan selamat atas pernikahan keduanya. Dengan senyum terpaksa, mau tidak mau Khayla harus menyambut ucapan dari tamu tamu itu. Sang suami menoleh kearahnya, menatapnya sedikit lama seolah mencoba memahami apa yang dirasakannya saat ini. Dalam benaknya, sang suami berpikir, Apakah jalan yang diambilnya sudah benar ? Apakah istrinya akan bahagia dengan ikhlas ? Apakah istrinya nanti hanya akan terpaksa bahagia ? Apakah kebahagiaan istrinya nanti hanya akan menjadi kepura-puraan semata ?. Dalam benaknya Ia berpikir bahwa Ia hanya tidak ingin menjadi anak durhaka. Sebenarnya bukan hanya Khayla saja yang memasuki dunia baru dengan orang yang tidak dikenalnya, Ia pun juga.

"Nduk, Khayla, sudah selesai.…" suara Umi mengagetkan Khayla yang sedang membereskan aksesoris pernikahan. Ibunya tentu paham bahwa buah hati satu satunya itu masih belum ikhlas menerima pernikahannya

"Umi, Khayla masih bisa sama sama Umi kan ? Malam ini Khayla boleh ya tidur di kamar Umi ?"

"Boleh, sangat boleh, sampai kapanpun Khayla tetap menjadi anak perempuan Umi, kebanggaan Umi, cuman mulai sekarang tanggung jawab Umi sudah berpindah ke suamimu, Khalid, bakti Khayla juga sudah berpindah ke suamimu, minta ijinlah dulu sama dia…"

Khayla terdiam sejenak, Ia masih belum bisa menerima kenyataan bahwa Ia sekarang sudah menjadi istri orang. Menjasi istri seorang pria yang tidak mengenalnya dan Ia pun juga tidak kenal dengannya. Menjadi istri dari pria yang tidak dicintainya

"Khayla memang sudah menikah, tapi Khayla belum bisa menerima dia sebagai suami khayla, Umi" dengan tegas Khayla memberikan pernyataan yang membuat kaget Uminya. Seorang Khayla yang lembut, tidak pernah kasar, tiba tiba mengeluarkan pernyataan tegas dengan nada sedikit keras

Uminya hanya tersenyum melihatnya, seolah paham dengan gejolak batin yang dialami putrinya saat ini. Kepergian Abahnya yang tiba-tiba dan kepergian kekasihnya yang meninggalkannya setelah enam tahun berpacaran, bagi sesama perempuan, Uminya tentu paham bahwa normal jika Khayla belum bisa menerima kenyataan ini.

"Nduk Khayla anakku, untuk sekarang Khayla boleh marah, sangat boleh, tapi jangan lupakan bahwa Khayla sudah menikah. Khayla menerima pernikahan berarti Khayla juga harus menerimanya sebagai suami Khayla, Imam Khayla yang InsyaAllah akan membimbing Khayla ke surgaNya nanti, soal cinta, ndapapa menikah tanpa cinta, itu bisa dibangun asal Khayla ikhlas menjalaninya"

Khayla masih terdiam mencoba mendengarkan dan menerima nasihat dari Ibunya

"Kata pepatah jawa wiwiting tresno jalaran seko kulino, walaupun sekarang Khayla sama sekali tidak mencintainya, InsyaAllah, kalau Khayla menjalaninya dengan Ikhlas cinta itu bisa tumbuh….Nak jatuh cinta itu memang kadang berawal indah tapi akhirnya juga bisa menyakitkan, berbeda dengan merawat cinta, yang awalnya sama sekali tidak ada, perlahan cinta akan tumbuh seiring dengan keikhlasan Khayla menjalani rumah tangga…."

Khayla meletakkan kepalanya ke bahu Ibunya yang kemudian disambut oleh pelukan hangat ibunya.

"Assalamu'alaikum…Khay…" terdengar suara lembut seorang laki-laki mengetuk pintu.

"Walaikumsalam….Umi pergi dulu ya nak, melanjutkan membereskan yang di luar dulu, kamu ngobrol dulu sama suamimu.."

Khayla masih terpaku ditempat tidur, mengusap kedua matanya yang hampir sembab kemudian melanjutkan membereskan aksesoris pernikahannya tadi. Nasihat Umi masih terngiang dikepala namun sama sekali belum bisa Ia laksanakan.

"Kalau kamu mau tidur di kamar Umi, ndapapa silakan saja…"

"Maksud anda ?" Khayla berhenti melakukan aktivitasnya dan menoleh kearah suaminya

"Maaf, mungkin saya sudah lancang karena tidak sengaja mendengar percakapanmu tadi dengan Umi" ucap Khalid dengan nada sopan dan lembut. Dari suara dan tingkah lakunya nampak bahwa Khalid adalah pria yang sopan, lembut dan penyayang

"Apakah tadi anda juga mendengar yang saya katakan kepada Umi ?"

"Saya mendengar semuanya.."

"Baguslah, berarti aku tidak perlu mengulang apa yang aku katakan tadi" ucap Khayla ketus, tanpa melihat dan berpamitan, Khayla pergi meninggalkan suaminya begitu saja. Khayla yang dulu sangat sopan, dalam waktu kurang dari 24 jam berubah menjadi Khayla yang bukan Khayla.

Khalid menghela nafas dan hanya tersenyum kecil melihat sikap Khayla. Tentu Ia paham bahwa tidak mungkin dirinya akan diterima begitu saja olehnya. Khalid paham bahwasanya Khayla adalah sosok yang lembut dan sopan, hanya saja untuk saat ini Ia sedang dikuasai oleh perasaan sedih, benci, marah, perasaan belum dapat menerima kenyataan. Ia berpikir, mungkin jika Ia berada di posisi Khayla, Ia pun akan melakukan hal yang sama. Ia paham bahwa bagi Khayla, menerima takdir yang seperti ini sungguh berat. Yah, Bercandanya takdir terkadang memang keterlaluan.

***

Siapa yang tidak ingin bersuamikan Pria tampan, sopan, mapan dan penyayang seperti Khalid ? Jawabannya hanya satu, Khayla. Entah Khayla yang belum melihat sisi baik Khalid atau sudah melihat tapi tidak mau mengakui atau memang tidak mau melihat, tiada yang tau. Khayla sekarang seperti sudah berubah seratus delapan puluh derajat menjadi Khayla yang lain. Khayla yang dulu bisa tertawa hanya dengan satu candaan kecil, Khayla yang dulu suka tertawa hanya karena hal hal bodoh kini menjadi Khayla yang pemurung, tanpa senyum.

"Hloh, putri kesayangan Umi kok disini, engga tidur sama suamimu nduk ?" tanya Umi heran melihat Khayla tidur diatas ranjang Umi memakai piyama

"Udah diijinin kok Umi, Khayla kan juga pengen jadi Abah, setiap hari bisa tidur sambil melukin Umi" balas Khayla tersenyum, yang sebenarnya dibalik senyumnya itu tersimpan sejuta duka yang tak ingin Ia ungkapkan.

"Yaudah sini tidur sama Umi…" Ibunya menghampirinya dan ikut tidur disebelahnya.

"Umi, dulu Abah kalau tidur sama Umi, apa ya melukin Umi seperti ini ?"

"Kamu ini, kamu kan juga punya suami sekarang, kenapa ngga melukin suamimu sendiri ?"

Khayla terdiam

"Abah pasti seneng kan Umi, liat Khayla sekarang udah menikah"

"Tentu Khayla, InsyaAllah Abahmu sudah bahagia di Surganya Allah, sekarang tugas Khayla adalah menjadi bahagia, biar Abah juga semakin bahagia melihat Khayla bahagia"

Khayla dan Umi terlarut dalam percakapan mengenang Abah. Saling bercerita tentang Abah yang suka menceritakan lelucon yang sedikit garing, tentang Abah yang selalu mengantar jemput Khayla waktu masih sekolah, Tentang Abah yang marah ketika Khayla di sakiti teman sebayanya, Tentang Abah yang selalu tersenyum sepulang dari kerja, Tentang Abah yang suka membawa pulang nasi kotak yang didapatnya sepulang dari kajian, Tentang Abah yang tak akan habis jika diceritakan.

Brakk….Praannnk….suara berisik seperti berasal dari kamar sebelah membangunkan Khayla yang hampir terlelap, Takut ada sesuatu terjadi, Khayla turun dari ranjangnya, berjalan menuju sumber suara. Benar saja, suara itu berasal dari kamar Khayla. Dilihatnya bantal, guling, buku, selimut berserakan dibawah, dan yang paling membuat Khayla kaget, Ia mendapati suaminya berdiri diatas ranjang dengan kedua tangannya memegang gagang sapu, entah atraksi apa yang sedang Ia lakukan malam hari begini.

"Kecoa…awas…kecoa…hussh…husss"

Khayla hanya melongo melihat kelakuan suaminya, tingkah suaminya mengingatkannya pada kekasihnya yang dulu, Bara. Bagi Bara, kecoa adalah satu satunya binatang yang paling Ia benci dan takuti. Khayla mengambil sarung tangan plastik dalam laci mejanya, memakai sarung tangan kemudian mengambil kecoa biang keributan yang sudah mengganggu tidurnya malam ini.

"Udah beres kan…sama kecoa aja takut…" ucapnya ketus. Ia kemudian membereskan, bantal, guling, selimut, buku-buku dan barang lainnya yang berserakan dilantai.

"Trimakasih, Khay…emm kenapa ngga tidur disini aja, kasian Umi nanti keganggu kalau kamu balik ke kamar Umi"

"Wah, Anda plin-plan ya ternyata, bukannya tadi anda sudah memberikan ijin untuk tidur sama Umi, dasar cowok kok plin plan.."

"Baik, kalau kamu engga mau tidur seranjang, aku bisa tidur di lantai"

"Yaudah sana, tidur aja di lantai, lagian kasur ini juga kasur saya.." Khayla menarik selimut kemudian tidur tanpa memikirkan dimana suaminya tidur.

"Selamat malam Khayla.." ucap Khalid lirih, sangat lirih karena tidak mau mengganggu istrinya tidur. Ia kemudian mengambil bed cover dari dalam lemari kemudian menggelarnya di lantai, mengambil selimut, bantal dan kemudian bergegas meringkuk di balik selimut. Malam pertama Khayla dan Khalid berakhir dengan kecoa dan tidur terpisah.

Suara adzan subuh berkumandang, tangan Khayla mengambil dan mematikan alarm. Dalam keadaan setengah terlelap, tangan Khayla seperti menyentuh sesuatu. Rasa rasanya seperti ada seseorang yang tidur disampingnya. Karena penasaran, Ia mencari saklar lampu tidur kemudian menyalakannya.

"Astaghfirullahaladzim…anda ngapain di kasur saya" sedikit berteriak Khayla kaget mendapati Khalid tidur meringkuk di dalam selimut disebelahnya. Teriakan Khayla tentu saja membangunkan Khalid. Setengah sadar Ia mencari tau apa yang terjadi.

"Turun, turun gaa…aku bilang turun..ogah saya tidur seranjang sama anda" Khayla berusaha mengusir Khalid sambil memukulinya dengan bantal

"Kamu itu, melihat suami sendiri seperti melihat hantu saja…."

"Hlah memang anda hantu, tiba tiba masuk ke kehidupan saya, sudah saya bilang kan, saya menerima menikah dengan anda tapi saya tidak menerima, tidak akan pernah menerima anda menjadi suami saya, camkan itu, sekarang saya minta anda turun, turun" Khayla terus memukulkan bantal kearah suaminya. Dan terjadilah perang bantal di waktu subuh.

Sepertinya takdir baru yang akan mereka jalani dimulai dari sekarang.