Sore menunjukkan arah cahaya redup dalam hidupnya. David, Anton, Beni, Riko, Lierra dan Viona bersiap-siap memasuki fakultas seni. Mereka berjalan melewati antar gedung. Suara gemercik hujan, menambah suasana mencekam. David memimpin jalan, dengan perlengkapan seadanya. Beni memantau sudut kanan, Anton memantau sudut kiri, dan Riko berada di belakang mereka, Lierra dan Viona mengikuti intruksi David. Sesampainya di gedung fakultas seni, David masuk di gudang, dia melihat sesosok perempuan merah mendekati nya, kemudian David mengarahkan cermin sedang yang dia pegang, namun secara bersamaan makhluk tersebut tidak ada, dan menjadi sembilan bola api yang melayang ke arahnya, David mencoba menghindatri bola api yang merambat ke pintu toilet.
"David ada apa?"
"Gua gak tau Ra, lo padamkan apinya"
"Sini gua bantu" Viona bergeser ke pintu arah toilet.
David mengeluarkan perlengkapan untuk membongkar pintu toilet, dia berusaha secepat mungkin. Bola api satu persatu mengelilingi daerah gudang yang dulunya toilet. David membongkar pintu tersebut, berulang kali dia merusak pintunya dan mendonraknya, namun masih tidak berhasil, Lierra meminta bantuan Beni, Riko dan Anton. Dia memberikan ikat rambut kepada Anton, sekarang giliran Lierra dan Viona berjaga di pintu depan gudang fakultas seni.
"Lo ngapain aja lama banget"
"Lo gak usah kebanyakan ngomong Ben, lihat gue dikelilingi bola api"
"Gue juga baru nyadar Vid" ucap Riko
"Mana yang harus di bongkar? Gue di suruh Lierra jaga ikat rambut ini, gue bantu doa aja Vid, semoga bola apinya padam"
David, Riko dan Beni mencoba mendobrak pintu, dan merusak pintu toilet, sampai akhirnya terbuka. Dan bola api terbesar memasuki toilet secara bersamaan, Anton melemparkan ikat rambut tersebut ketika toilet terbuka dan dipenuhi api. Ketika ikat rambut tersebut dilemparkan ke toilet, semua api yang mengelilingi ruangan padam, termasuk api yang berada di toilet.
"Sial, apa ini?"
"Vid, itu apa?"
"Gue gak tau, Beni lo kasih kode ke kepala asrama supaya mereka ke arah gedung fakultas seni. Riko lo lapor ke Dosen yang berjaga di asrama dengan pesan spam hacker lo. Anton lo, siapin drama terhebat lo bersama Beni. Lierra Viona, kalian cepat masuk ke asrama putri. Sidak mungkin sedang berjalan sekarang"
"Gue bakal jaga disini sampe Ketua asrama menemukan tempat ini."
Riko pergi keluar gedung fakultas seni dan masuk ke kamar asramanya, dia akan memberikan pesan spam ke dosen penjaga asrama, dengan keahlian hackernya. Beni pergi bersama Anton berlari menuju ruang kepala asrama dan memulai drama nya.
"Ben, tapi Gue takut lo tertangkap"
"Lo harus percaya sama gue Ton"
Anton mengangguk dan mulai aksinya. Tok tok tok suara pintu ketukan Anton dimulai.
"Permisi" tok tok tok
"Ada apa?"
"Kak, saya mau meminjam jadwal piket asrama untuk besok"
"Boleh, tunggu sebentar"
'brugh' suara kursi terjatuh.
"ssssst"
"ada apa kak?"
'brugh' kepala asrama kembali memasuki ruangan kemudian mengkode membawa teman-teman kamarnya keluar, Anton berteriak kaget.
"Aaaaaa"
Seseorang yang berjalan ke arah koridor asrama tersandung meja, dan berlari secepat kilat. Kepala asrama dan teman-teman nya mengejar seseorang yang berhoodie hitam.
"Pencuri" Ketua asrama berteriak sambil berlari mengejar pencuri tersebut ke arah gedung fakultas seni.
Anton pun, berlari secepat mungkin mengikuti kepala asrama. Kepala asrama dan teman-teman nya berlari mengejar pencuri sampai akhirnya tiba di ruang fakultas seni.
"Lo yakin, pencuri kesini?"
"Cepat berpencar"
"Gue ke arah sini" Semua orang berpencar, kecuali Anton mengikuti ketua asrama.
"Bapak?" tiba tiba Anton memanggil seorang Dosen penjaga asrama.
"Kalian ada apa?"
"Ada pencuri masuk asrama pak. Bapak sendiri?"
"Bapak lihat kalian lari-lari kesini makanya bapak ikutin"
"Teguhhhhh bantu gue" seseorang berteriak histeris.
Semua orang terkejut menuju arah toilet fakultas seni. Tak lupa Dosen penjaga, Anton dan Ketua asrama mencari sumber suara tersebut. Terlihat seseorang duduk menangis shock.
"Ada apa?"
"Pak, tolong bantu saya"
"Lo kenapa?"
Dosen asrama memasuki toilet tersebut
"Ini potongan mayat" ucap Dosen tersebut
"Saya akan lapor polisi pak" ucap kepala asrama.
"Jangan biar bapak saja, bapak punya teman polisi dan forensik, kalau polisi luar kesini semua media akan menyoroti kampus kita. Bapak akan menyelesaikan masalah ini dengan diam-diam supaya orang-orang yang berada di asrama tidak panik. "
"Kalau begitu saya akan menyuruh teman saya untuk kembali ke asrama, dan saya akan menemani bapak disini sampai tim polisi dan forensik tiba. Tapi pak alangkah baiknya jika kita tidak menutupi hal tersebut?
"Kami harus menjaga Citra kampus. Kami memiliki rumah sakit, kami akan segera mengurusnya dan mengidentifikasi mayat tersebut"
"Baik pak, kalau begitu saya percaya dengan bapak. Sebagai rasa tanggung jawab saya sebagai kepala asrama, saya akan menunggu polisi dan tim forensik membawa jenazah ini dan saya akan menunggu hasilnya."
"Baik, terserah nak"
Sesuai dengan arahan kepala asrama, semua orang kembali berkumpul ke asrama dan memulai penjagaan ketat. Namun Sang Ketua tetap menjaga potongan jenazah sampai polisi tiba, kemudian tim forensik segera membawa potongan jenazah ke rumah sakit kampus. Ketua asrama dan Dosen pergi berlari ke arah rumah sakit kampus. Seseorang disana mengawasi dari awal mereka masuk dan kemudian berlari mengejar Ketua asrama, ya dia David, sudah lama dia berada disana. David mengendap ngendap memasuki bangunan yang selama ini menjadi pusat perhatian nya, yakni Rumah Sakit Pelita. Waktu menunjukkan pukul 22.00, David segera pergi setelah memastikan potongan jenazah itu sudah di tangani. Diperjalanan, David merasa lega karena mungkin, teka-teki yang selama ini ia fikirkan, sudah mendapatkan jawaban. Sampai akhirnya, David tiba di asrama Putra.
"Vid, lo gak apa-apa?"
"Gak apa-apa, kenapa kaki lo Ben?"
"Kaki gue terbentur meja, kaget si Anton teriak tidak ada aba-aba"
"Gue juga jantungan Ben, saat gue teriak, tuh kepala asrama sudah bersama rombongan nya di belakang, mau nangkep lo, dengan perlengkapan yang amat lengkap."
Semua orang tertawa di ruangan tersebut .
"Timingnya pas, si Beni, mancing kepala asrama ke ruang Dosen penjaga asrama. Dosen penjaga kira, mungkin itu pesan iseng, dia agak lama keluar ruangan, tapi begitu lihat orang kejar-kejaran, mungkin dia penasaran juga sampai akhirnya mengikuti ketua asrama di koridor menuju lapangan mengejar si Beni ke gedung fakultas seni."
"Lo memang hebat Ko. Yang penting kita selamat, tidak ketahuan."
"Makasih Vid, Bener Vid, yang penting kita gak ketahuan" tambah Riko.
"Si Beni yang dikejar, gue yang jantungan"
"Anton, lo banyak drama. Gue kesandung meja, sambil lari-lari"
"Yasudah, yang penting kalian selamat. Gue masih bingung, kenapa Dosen penjaga asrama menutupi kasus ini. Sebenernya ada positif dan negatif nya. Satu hal yang penting menurut gue, Dosen penjaga asrama dan kepala asrama tidak lari dari tanggung jawab. Meskipun gue tidak membenarkan menutupi kasus pembunuhan sebesar ini."
Semua orang setuju dengan pembicaraan David. Hari sudah semakin malam, mereka pergi membersihkan diri satu persatu. Kemudian patroli asrama diperketat seperti biasanya. Semua orang terlelap, David masih berlanjut dengan pemikiran nya. David seseorang yang jenius, dia lebih mengenali teman kamarnya dalam satu kali pandang. David memang merencanakan ke Gedung fakultas seni. Tapi di luar dugaan jika akhirnya mereka akan menemukan potongan jenazah mutilasi, yang David yakini, potongan jenazah itu belum lama di bunuh disekitar kampus.