Kedatangan Ainsley

Freya bercermin mengenakan gaun panjang dengan bahan bludru berwarna navy, lengan panjang, dan potongan leher v, membuat tubuh jenjangnya terlihat sempurna meski semua tertutupi. Iris matanya menawan dengan warna asli grey menambah kesan sendu. Hanya saja, ia memilih mengenakan softlens hitam untuk menutupi mata cantiknya.

"Kenapa Nona selalu menutupi warna mata asli Anda?" tanya Kim.

Sebagai lelaki di dalam hati Kim mengakui kecantikan sang atasan. Apalagi dengan warna mata itu buat Freya semakin mempesona, menarik, anggun dan menawan semua keindahan diucap cepat dalam satu nama, Freya.

Freya menoleh, lalu tersenyum dengan bibir tipisnya yang berwarna plum. "AKu hanya kurang menyukainya. Ini terlalu .., menyedihkan. Aku mengingat ibu dan nenekku setiap kali menatap bola matalu sendri."

"Maaf Nona aku tak bermaksud—" 

"Tak masalah, sungguh. Ada hal tentang aku yang akhirnya kau ketahui. Aku bukan anak kandung Nyonya Tinny. Ia hanya meyelamatkan aku saat kembali ke Del kala itu, sepuluh tahun lalu." Freya kemudian berjalan mendekat pada Kim yang berdiri di dekat sofa dengan warna marron dekat dengan pintu masuk. "Duduklah."

Kim duduk tepat di samping Freya, mereka memang sedekat ini. Hanya sebagai pengawal, itu yang Kim pertahankan sampai saat ini.

"Aku sudah tau bahwa Anda bukan anak kandung Nyonya Tinny," sahut Kim Jun.

Tentu saja pria berlesung pipi itu bisa langsung mengerti jika Freya buka anak dari Nyonya Tinny. Tinny bertubuh gemuk dan mungil berasal dari keturunan Edrosf mereka si mini, si kerdil yang sering disebut kurcaci. Tak banyak keturunan Edrosf di Del. Mereka memilih kota lain yang lebih modern tinggal di Del melelahkan karena mereka merasa para masyarakat mendiskriminasi kekerdilan yang merupakan keturunan nenek moyang mereka. Tak ada yang mau terlahir tak sempurna.

"Kau melihat berdasarkan penampilan kami?"

Kim nyaris tersedak, ia memang sudah menebak dari awal saat melihat keduanya. Sampai akhirnya Nyonya Tinny mengatakan kebenarannya kalau Freya bukan anak kandungnya pada Kim.

"Sejujurnya, iya, hanya saja selain itu Nyonya Tinny mengatakan itu padaku," jawab Kim merasa tak enak..

Freya mengangguk ia selalu suka kejujuran yang dikatakan pengawalnya. Kim berusia enam tahun lebih tua dari Freya. Mereka bertemu saat perempuan itu berusia dua puluh dua tahun, saat itu Kim Jun berusia dua puluh delapan tahun. Kini usia Freya tiga

puluh tahun dan Kim tiga puluh enam tahun. 

"Aku datang ke Del dengan banyak harapan. Saat itu usiaku tujuh belas tahun lalu, aku kembali ke Elfleur saat berusia delapan belas tahun dan au mengetahui nenekku telah tiada. Aku berdiam di desa itu selama setahun dan memutuskan kembali ke sini. Meski aku harus kembali melihat luka dan ketakutan yang aku alami. Crushvales .., ada sesuatu yang harus aku cari tau. Sampai saat ini aku tau aku begitu kerdil karena tak menemukan itu."

Kim menatap dengan iba. Binar mata Freya menunjukan kesedihan yang mendalam. "Ketakutan yang kau alami, apa Delphileis yang melakukanya?"

Tatapan Freya beralih pada Kim, ia lalu mengangguk. "Aku takut gelap hingga buat sendi-sendiku menggigil, aku gemetar hingga aku merasa kedinginan. Aku takut tapi, ada hatiku di sini."

Kim merasa bersalah setelah ia menatap kesedihan perempuan yang duduk di hadapannya. "Maafkan aku," ucapnya.

"Tak ada yang salah untuk apa minta maaf?" Freya lalu berdiri mengambil tas yang berada tak jauh dari sana. "Ayo kita berangkat," ajaknya.

Kim mengikuti seperti biasa berjalan di belakang sang tuan, ke luar dari apartemen mereka yang berada tepat di lantai delapan. Langkah keduanya membawa mereka berpapasan dengan Yuji di lorong lantai dasar. Yuji melirik sinis yang ia tau, Freya adalah perempuan bayaran, gundik dan apapun namanya. Itu menjijikkan bagi si pucat.

"Jalang," cicit Yuji sengaja ia lakukan saat Freya berjalan tepat di sampingnya. 

Kim nyaris menggerakan kepalan tangannya sebelum Freya menahan. "Kita tak perlu buang-buang waktu," tegas Freya.

Kim perlahan mengalihkan pandangan dari Yuji yang membuat ia muak melanjutkan perjalan mereka malam ini. Sementara Yuji berjalan cepat menuju apartemennya. Seperti biasa sesekali melenguh seraya mengigit ujung kuku ibu jari kanannya jadi kebiasaan. Sudah tiga puluh tiga tahun dan kelakuannya masih sama saja. 

Apartemen itu punya kesan Eropa yang kuat. Dengan pilar besar di beberapa sisi, langit-langit ruangan  yang terpasang lampu-lampu kristal cantik. Apartemen Victoria's salah satu yang termahal, atau yang yang paling mahal saat ini di Del?

Yuji bekerja sebagai pengacara dengan gaji yang lumayan baginya. Ayahnya seorang dokter handal dan ibunya pernah bekerja di kementerian istana Delphileis. Itu yang membuatnya bisa berkenalan dengan Arthur, anak dari Susan Llyod. Dulu Susan bermarga Carter karena ia adalah adik kandung dari sang raja, lalu nama belakangnya berubah mengikuti sang suami menjadi Llyod hingga ia kehilangan kesempatannya untuk menjadi ratu.

Di depan apartemennya, seorang gadis berdiri di sana dengan membawa beberapa kotak makan. Dia Ainsley, gadis cantik adik kesayangan Arthur. Kini tersenyum melihat Yuji lalu berjalan mendekat meski jelas wajah pria itu kesal melihat keberadaannya.

"Yuji," sapa Ainsley riang.

Yuji hela napas, lalu mengangguk. Suara nyaring Ainsley kini menyakiti pendengarannya. "Sudah lama?" tanya Yuji coba bersimpati.

"Yes, aku menunggumu. Membawa ini," katanya sambil menunjukkan kotak makan yang ia bawa. "Aku membawa ini sup teratai dan daging steak buatan ibuku."

Yuki menerobos Ainsley, bergerak mencari kunci dari kantong kemejanya. "Ayo masuk, semua demi steak yang kau bawa."

Ainsley bersorak riang berjalan masuk mengikuti pria yang ia sukai sejak ia berusia sepuluh tahun. Kini usia gadis itu dua puluh empat tahun dan rasa sukanya masih sama. Di matanya Yuji masih sama tampannya, seperti dulu saat ia melihat pria itu masuk pertama kali melewati pintu masuk istana sebelah selatan. 

Ainsley tau dengan tepat semua detail apartemen Yuji. Maka dengan segera ia menuju dapur, menyiapkan makanan yang ia bawa untuk Yuji sementara yang empunya rumah sibuk berganti pakaian.

Ainsley tengah membayangkan bahwa ia adalah kekasih atau istri Yuji. Sesekali tersenyum malu sendiri saat tangannya sibuk menata makanan agar lebih terlihat cantik dan apik.  Namun, yang terjadi semua tak terlalu sesuai harapannya. Tatanan  yang ia buat biasa saja tak ada yang spesial. Hanya daging dengan bumbu yang di tuangkan di atas. Lalu potongan sayuran nampak buruk karena terkena kuah bumbui steak.

"Aih sial, aku memang tak pernah bisa membuat ini lebih baik." Ia memaki dirinya sendiri.

"Itu lumayan," puji Yuji yang lebih tertarik perihal rasa dibanding dengan penyajiannya atau siapa yang menyajikan.

Ainsley menoleh, terkejut karena pria itu tepat berada di belakangnya dan kini jantungnya seolah dipaksa bermarathon berdetak kencang dan cepat berharap ia jadi pemenang dah garis tujuannya adalah hati Yuji. Sementara Yuji semakin dekat  dengan wajah Ainsley. Ya, hanya untuk mengambil piring berisi daging. Hanya daging yang membuatnya bersemangat rasanya malam ini.

"Ayo makan," ajak si dingin sambil berjalan ke meja makan. Yuji tak tau apa yang terjadi pada Ainsley setelah apa yang ia lakukan tadi.

"Aih selalu seperti ini," gerutu Ainsley merasa tak pernah mendapat respon yang menyenangkan dari pria yang kini duduk dan sibuk menyantap makan malamnya.