CHAPTER II
A BRAND NEW WORLD
♦
"Lalu, apakah sebuah benda yang terdampar di sebuah pantai akan kembali menuju ke laut? Probabilitasnya mengatakan bahwa dia akan kembali ke laut sebesar 50% dan menyangkut di pasir beserta karang sebesar 50%. Kau tidak bisa memutuskan jalannya kehidupan sesukamu sendiri, ada tingkat probabilitas di dalamnya yang diatur oleh Tuhan."
♦
Ⅰ
DAY 2
Pagi ini, aku bangun lebih awal dan masih bisa melihat You yang masih tertidur dengan pulas. Meskipun dia sedang tidur, wajah cantiknya itu tidak pernah hilang. Aku beranjak keluar dari kamar dan berniat untuk mencuci muka serta menggosok gigi.
Pukul 6 pagi, itu yang dihasilkan oleh jam berbentuk kucing di ruang keluarga sebelum sesaat aku sampai di kamar mandi.
"Fyuuh ... segarnya air di pagi hari." Aku menyiramkan air ke wajahku.
Aku memandangi cermin yang ada di depan, ingatanku masih belum pulih.
"Dokter sialan!? Dia memberi obat yang benar atau salah, sih?" geramku.
Jika memang Dokter itu memberikan obat yang benar, seharusnya perlahan otak ini bisa mengingat tentang identitasku. Namun tidak ada seorang pun yang berhasil kuingat. Sudahlah, lebih baik menonton televisi hingga jam setengah tujuh saja.
"Setelah itu aku akan membalas dendam kepada You karena dia telah menyorot mataku dengan senter, huahaha!!!" Aku tertawa jahat.
"Kenapa kau tertawa seperti itu, Mave?" Suara You terdengar secara tiba-tiba.
Se—sejak kapan?
Sejak kapan You ada di pintu kamar mandi? Semoga dia tidak mendengar perkataanku baru saja. Jika dia mendengarnya, maka mode harimau itu pasti akan kembali muncul.
"Sejak kapan kau ada di situ?"
"Hoahm ... baru saja aku sampai ke sini." You menguap dan memasuki kamar mandi.
"He—hei, tunggu aku keluar dulu baru kau bisa masuk!" Aku berjalan ke luar kamar mandi.
Balas dendamku gagal, apakah dia selalu bangun jam enam pagi setiap hari? Untuk hari selanjutnya, aku harus bisa bangun lebih awal untuk misi balas dendam yang tertunda itu.
Aku berjalan menuju ke ruang keluarga sebelum sesaat menyadari sesuatu.
Sebenarnya, apa yang akan kulakukan setelah ini? Apakah sekolah atau kerja? Ataukah ... pengangguran? Atau mungkin—aku pengusaha kaya?!! Pertanyaan semacam itu hanya bisa dijawab oleh You.
Aku memutuskan untuk duduk di sofa dan menonton televisi, berita yang ditampilkan hari ini adalah tentang maraknya pembulian dan pelecehan hak asasi manusia di negara ini.
Benar sekali berita itu, adikku saja menjadi salah satu korban itu. Mau sampai kapan manusia berbuat seenaknya? Mereka bukanlah sosok Tuhan yang bisa berbuat sesukanya.
Jam berbentuk kucing itu kini sudah menunjukkan pukul 06.15 pagi, aku mendengar suara langkah kaki dari belakang.
"Selamat pagi, Mave," ucap You yang kemudian duduk di sampingku.
"Selamat pagi, You, hari ini aku harus melakukan apa, ya?"
You tersenyum sadis, lalu menyodorkan kakinya. "Jilat itu!?"
"Mana sudi!!" Aku menjewer telinganya.
"Berarti ingatanmu belum pulih, ya?"
Sungguh dari relung hati yang terdalam aku bertanya-tanya.
Benarkah aku seorang Masokis?
"Jawab saja pertanyaan awalku!"
"Sekarang masih hari minggu, Mave, besok kita akan pergi kuliah." You menekan tombol remot dan mengganti acara televisi menjadi kartun.
"Eh kuliah?! Apakah kau satu jurusan denganku?"
"Tentu saja, kau juga yang merekomendasikanku untuk masuk ke jurusanmu itu."
Aku ternyata sedang kuliah bersama You, syukurlah aku bisa lebih dekat untuk melindunginya. Namun kenapa seperti ada yang aneh, ya? Sebentar, aku harus mengingat sesuatu—benar, aku mengingatnya.
You yang aku temui saat mimpi kemarin mengatakan bahwa dia baru saja lulus SMA, tapi kenapa You di samping ini mengatakan bahwa dia sudah kuliah bersamaku?
Apa maksudnya?
"You, bukankah kau masih sekolah SMA dan baru saja lulus?"
"Heh! Bicara apa kau, aku kan sudah mendaftar kuliah dua bulan yang lalu, dan besok adalah hari Ospek pertamaku." Wajahnya terheran mendengar perkataanku.
"Eh kenapa beda seperti yang di mimpi, ya? Saat aku bertemu sosokmu di mimpi itu, kau bilang baru saja lulus SMA."
Jika mimpi itu adalah sebuah petunjuk untuk membantu mengingat masa laluku, lantas kenapa terdapat dua You yang mengatakan hal berbeda? Ah sialan!! Kenapa aku jadi pusing sendiri memikirkan hal itu?
"Mave, itu kan hanya mimpi. Bukan berarti kejadiannya akan sama persis."
Benar juga perkataannya, itu hanya mimpi yang terlihat seperti nyata. Namun aku harus memahami arti dari mimpi tersebut. Sudahlah, pasti nanti aku bisa menemukan arti mimpi tersebut.
Sekarang kenapa di pikiran ini, aku ingin berlari mengelilingi kota? Ingatan lama itu seperti memberi isyarat kepadaku untuk tetap menjaga kondisi fisik tubuh dan ... merasakan sesuatu bahwa aku akan mengalami hal baru jika pergi ke luar sana.
Mungkinkah ingatan lama itu perlahan pulih dan mulai memberi sugesti kepada otakku?
"Baiklah You, sekarang aku ingin berlari dan mencari tahu isi kota. Siapa tahu bisa mengingat sesuatu." Aku hendak berdiri dan menuju ke kamar untuk mencari sepatu.
"Aku ikut denganmu, Mave," ucapnya sembari menarik lenganku.
"Ikut saja, aku juga butuh penunjuk arah yang handal supaya tidak tersesat."
"Yokai." You mengangkat jari ibunya dan mengarahkannya kepadaku.
Jika pagi hari ingin berlari, lebih baik aku ke mana, ya? Apakah ke pantai lagi seperti kemarin sore? Namun, aku merasa hanya menyukai pantai saat Matahari menampakkan sinar sorenya itu. Lebih baik aku tanya saja kepada You.
Kami berjalan menuju masing-masing kamar.
"You, tujuan berlari kita yang menyenangkan ke mana, ya?"
"Sekarang kan hari minggu, bagaimana jika kita berlari menuju alun-alun kota?" ucapnya sesaat sebelum You berjalan memasuki kamarnya.
"Baiklah, ide yang brilian."
Bagaimana You bisa percaya diri masuk ke kamarnya jika tadi malam dia takut dengan seekor kecoak. Apakah tadi malam hanya alasan belaka? Heh—dasar You aneh!! Dia mungkin maunya bersamaku terus ahaha.
Jika aku menyentuh tubuhnya itu, dia akan langsung berpikiran negatif tentangku, tapi dia sendiri selalu berusaha merayuku. Apakah ini trik yang digunakan wanita untuk mendapatkan pria?
Aku berjalan masuk ke kamar dan mendapati kasur yang sangat berantakan. Itu pasti ulah You yang tidak membereskannya pagi tadi.
Ah—kenapa wangi parfum yang dia pakai masih menempel di Kasur itu? Berapa botol parfum yang You pakai, sih?! Apa semua wanita seperti ini?? Hmm ... enak juga wangi parfumnya jika langsung ditempelkan ke hidung.
●●●
Aku memegang tangan You yang memakai jam tangan untuk melihat pukul berapa sekarang, ternyata sudah pukul tujuh pagi.
"Sampai juga di alun-alun kota, hah—hah—hah!!!" ucap You terengah-engah.
"Setengah jam kita berlari dari rumah, hebat juga kau, You." Aku menarik tangan You dan mengajaknya duduk di sebuah kursi.
"Tentu saja, kau yang mengajariku tentang tata cara berlari yang benar. Jadi meskipun setengah jam kita berlari kecil, aku tidak jatuh pingsan karena kelelahan." You meminum air yang dibawanya dari rumah itu dengan cepatnya.
Gluk. Gluk. Gluk.
You benar-benar seperti tidak pernah minum beberapa hari saja. Setelah itu, You menyodorkan botolnya ke arahku, mulut ini tanpa menyadari apa pun langsung meminumnya.
"Aku yang mengajarimu?"
"Iya, eh—kenapa kau tidak terlihat kelelahan sama sekali?" You mengelap keringat yang ada di wajahnya.
Aku tentu merasa kelelahan, tapi tidak selelah yang dipikirkannya. Sepertinya tubuh ini telah biasa menerima perlakuan seperti ini, sehingga aku hanya merasakan sedikit lelah saja.
"Aku juga lelah, tapi tidak selelah dirimu, You."
"Kau memang gila, setengah jam kita berlari dan ekspresi wajahmu tidak berubah menjadi pucat sama sekali. Lalu, kenapa kau bisa-bisanya pingsan hanya saat memikirkan hal tentang diriku? Bukankah itu aneh?"
Jika You bertanya seperti itu, aku harus menjawab apa? Aku juga tidak tahu penyebab hilang ingatan ini. Bagaimana juga mengetahui penyebab dari pingsanku?
Yang kemarin terjadi adalah ketika berusaha untuk mengingat masa laluku, kepala ini sangatlah pusing. Rasa sakit yang dihasilkan itu mungkin memaksa otak untuk menyuruh tubuh menjadi pingsan.
Rasa sakit yang tak tertahankan. Benar-benar sakit sekali.
"You, aku akan segera mencari jawabannya. Namun, bagaimana cara yang efektif untuk memulihkan sebuah ingatan?"
"Hmm ... itu pertanyaan yang sulit, Dokter saja menyarankan kau untuk istirahat yang cukup. Sekarang kau malah ingin berlari dan melihat isi kota." You menggelengkan kepalanya sembari memejamkan matanya.
"Sudah kubilang, tidak usah percaya Dokter itu. Dokter itu salah memberikanku obat," balasku.
"Hei, kau ada dendam sama Dokter itu?"
Tentu saja aku memilikinya, dia kan seenaknya memegang kepalaku tanpa izin.
"Tidak ada, You," ucapku tersenyum kepada You.
"Jika seperti itu, kau harusnya mematuhi perintahnya dengan istirahat di rumah, bukan berlari jauh ke sini." You berdiri dan mengulurkan tangannya kepadaku.
Mana sudi, dia kan Dokter gadungan!!
"Mau ke mana?" Aku meraih tangan You dan berdiri.
"Pulang, makan, dan istirahat. Itu yang kau butuhkan sekarang, Mave." You tersenyum manis kepadaku.
Tidak—jangan memberikan senyum yang semanis itu, You. Aku tidak tahu sampai kapan akal ini akan waras jika kau terus seperti itu.
"Eh?! Baru saja kita sampai di sini dan kau langsung ingin pulang?" tanyaku.
Sial, dia malah membuang wajahnya dariku.
You tidak menjawab pertanyaannya, wajahnya fokus ke suatu tempat. Aku mengikuti arah pandang dari mata You dan menemukan bahwa dia sedang melihat seorang wanita cantik yang sedang duduk di bangku.
Aku tidak menyangka ... seringnya ia dipandang rendah oleh lelaki membuatnya memiliki perasaan kepada wanita.
You yang malang.
"Jadi semenjak kau dipandang rendah oleh lelaki, kau sekarang menyukai sesama jenis?" tanyaku dengan nada yang pelan.
You memutar kepalanya secara perlahan dan memandangku dengan mulut yang menganga, wajahnya terlihat seperti ingin memukulku. Dengan posisi berdiri, aku memandang beberapa derajat ke bawah untuk melihat matanya.
Kami saling menatap, layaknya sepasang kekasih yang sedang kasmaran. Sebelum sesaat—
Buagh!!!
Botol minum yang dibawanya itu dia ayunkan keras ke lenganku.
"Apa yang kau katakan barusan, Mave?! Aku tidak menyukai sesama jenis!!" You mengayunkan botol itu sekali lagi ke lenganku.
"Hentikan itu!? Sakit tahu lenganku!?"
Sebenarnya aku tidak merasakan sakit yang berat di lengan, hanya saja menguji You apakah setelah aku berbicara seperti itu, dia akan menghentikan gerakannya itu atau tidak. Namun ternyata sia-sia, dia masih saja mengayunkan botolnya itu kepada lenganku.
"Baiklah, aku minta maaf jika menyebutmu penyuka sesama jenis." Aku mengambil botolnya dan menatapnya.
"Tentu saja, aku bukan orang yang seperti itu, kenapa kau bisa berpikir bahwa aku pecinta sesama jenis?" Wajah You merengus kesal.
"Kau memandangi wanita itu dengan mata yang tidak berkedip, jadi aku mengambil kesimpulan bahwa kau pecinta sesama jenis."
"Mave bodoh, memang benar-benar bodoh. Kau beneran tidak tahu siapa wanita itu?" You menatapku dengan heran.
"Kau mempermainkanku, You? Kan aku hilang ingatan, mana mungkin aku tahu orang itu!?"
"Ehehe ... aku lupa." You mengelus kepalanya sendiri.
Dia ini ... yang hilang ingatan itu aku. Namun malah dia yang jadi pelupa.
"Jadi, kenapa kau memandanginya?" Aku mengembalikan botol air milik You dan menatapnya.
"Dia adalah pacarmu." You meninggalkanku dan berlari ke arah wanita yang sedang duduk sendirian di bangku itu.
Oh ....
Eh???
Seriusan??!!
Ya Tuhan, jadi ini adalah jawaban atas pertanyaanku tadi malam? Kau sungguh benar-benar ada di dunia ini.