Para bolonti berkumpul dalam jumlah yang sangat banyak, tidak tanpa terkecuali, tidak peduli seberapa penting urusan para bolonti. Mereka harus berkumpul ketika ada pengumuman dari Ratu. Mereka kini menyaksikan Ratu yang sedang duduk disinggasananya bersama para pensehat dan jendral-jendralnya.
Sementara para bolonti berdiri diam dalam penantian, Ratu berdiri dari singgasananya, berjalan di depan, mendekati rakyatnya (para bolonti) yang berdiri dengan penuh minat mendengarkan.
"pandeanemokomo (tahukah kalian)?"
"noafai afokumpulukomio naini (mengapa saya mengumpulkan kalian disini)?"
"apandeane ba afahamu, nando na antara miyu mo setuju ba miina mo setujunoa to fowanu kabijaka banguna kalola so tolimba ao na kubah no yini (saya tahu dan mengerti, ada diantara kalian yang setuju dan tidak setuju akan kebijakan membangun bangunan tinggi untuk keluar dari kubah yang telah mengurung kita disini sekian lamanya)!", Ratu menjelaskan pada rakyatnya bahwa menurut Ratu, keberadaan mereka dalam kubah bukanlah sebuah anugrah melainkan sebuah kutukan, mereka seakan dipenjara dalam ruang besar.
"oleyo yini amoworangkomiu bukti ni pacayaiku (pada hari ini aku umumkan bukti akan kepercayaanku ini)!", Ratu menegaskan pada rakyatnya bahwa apa yang akan ditunjukannya ini akan menjadi bukti bahwa ada kehidupan diluar kubah yang mereka berada didalamnya.
"owangkanau makhluknoyitu (bawakan makhluk itu disini)!", perintah ratu.
Seketika itu juga keluar beberapa pasukan ratu yang mengelilingi Waruka dengan penjagaan ketat, menghindari segala kemungkinan yang terjadi seperti pembebasan Waruka oleh pasukan kontu. Sementara itu, Waruka yang rambutnya terurai, mengenakan pakaian indah menutupi seluruh dada hingga kakinya, berjalan santai diatas podium. Ia takut, namun ia harus menunjukan ketenangan seperti yang telah diajarkan ayahnya bahwa dalam situasi dan kondisi apapun harus dihadapi dengan tenang. "sesuatu yang tidak dihadapi dengan tenang akan berujung pada keburukan", pesan ayahnya kala itu.
"betapa mengerikannya mahluk disini", pikir Waruka saat melihat 'lautan' bolonti berkumpul dalam satu kawasan luas. Bayangkan wujub mereka yang berkaki dan bertangan manusia, namun berbadan ular. Mulut, hidung dan bermata manusia, namun tidak berambut melainkan meruncing kedepan bagaikan ular kobra. Badan mereka ditutupi kain terutama perempuan yang juga memiliki buah dada, mereka mengenakan kain yang menutupi dada hingga lutut, sementara laki-laki dari pinggang hingga lutut yang tertutup kain, sisanya tidak ditutup kain, terlihat lekukan ular dari perut hingga dada mereka.
"mereka siapa ya?", pikir Waruka ketika melihat sekelompok bolonti yang tidak memiliki sayap sama sekali.
"bukankah mereka harusnya bersayap", pikirnya lagi.
Perkembangan sayap para bolonti tidak serta-merta ada namun perlu tahap. Saat usia bayi mereka hanya tumbuh seperti tunas pada sisi kanan dan kiri, namun diusia 1-17 tahun tunasnya hilang begitu saja. Setelah usia 17 tahun ke atas muncul tunas kecil dan seiring bertambahnya usia sayap tumbuh dengan perlahan namun pasti hingga bisa digunakan untuk terbang. Sayap berhenti tumbuh saat usia 40 tahun.
Ratu yang semenjak tadi duduk disinggasana, berdiri, melangkahkan kaki, mendekati Waruka. Waruka terkejut seketika itu juga. "apa saya tidak salah lihat", pikir Waruka sambil mengusap mata karena penasaran dengan apa yang dilihatnya.
"apakah itu rambut dibalik mahkota ratu?", pikirnya.
Rasa penasaran pun menggebuh dalam diri Waruka, sementara Ratu masih berjalan kearahnya. Semakin dekat, Waruka semakin jelas melihat bahwa dibalik mahkota terselip rambut ratu yang disanggul rapih.
"apakah ratu seorang manusia?", pikirnya sejenak.