"Haaaaaa..... motaloko (Haaaaa... kalian kalah)", teriak Ratu pada pemimpin pasukannya yang sengaja dibebaskan pergi oleh Latura.
"miina tapandeanea (saya tidak tahu bagaimana bisa terjadi)"
"nipandeaoku taotalomo (saya hanya tahu kami kalah)", pemimpin menceritakan semua kejadian yang terjadi saat dia dan pasukannya menyerang markas Latura dan pasukannya.
"kabarimiyu laempa motaloko (banyaknya jumlah kalian, tapi kalian kalah)!", tegas Ratu yang belum yakin akan kekalahan pasukannya yang terlatih dan terampil namun kalah saat melawan pasukan yang menurut pemimpin pasukan ratu adalah pasukan Latura, padahal bukan melainkan pasukan misteri yang Latura sendiri masih bingung siapa dan mengapa seakan dirinya ditolong.
"kalanamayitu (pergi dari sini)!", Ratu meminta pemimpin pasukannya agar pergi dari hadapannya. Ratu tidak pernah menerima kenyataan kekalahan.
Tidak berlama-lama disinggasana yang megah, Ratu bergegas pergi menemui Waruka.
Waruka yang sementara terbaring ditempat tidurnya yang berukuran besar dan empuk, sekita itu juga terbangun sesaat setelah Ratu masuk kamarnya. Ia bergegas mengambil baju dari kain halus untuk menutupi sebagian badannya karena ia tidur dengan baju yang agak sedikit terbuka hingga pahanya terlihat.
"limbako nainiya (kalian keluar dari sini)!", perintah Ratu pada semua pelayan yang dia berikan untuk melayani segala kebutuhan yang diinginkan Waruka.
Para pelayan pun bergegas keluar.
"adakah yang bisa saya bantu?"
"bukankah saya bisa mendatangi Ratu jika memang itu diperlukan?", Waruka mencoba menerima lapang dada kedatangan Ratu dikamarnya. Ia masih bersikap acuh tak acuh walau sebenarnya ia masih ragu terhadap keputusan yang akan dia pilih. "tampaknya Ratu mau mendesak agar saya segera mengambil keputusan", pikir Waruka dalam hati.
Tanpa basa-basi, "saya datang ke sini ingin menyampaikan bahwa Latura telah meninggal dunia!", Ratu mengatakan kebohongan pada Waruka. Ia ingin Waruka melupakan harapan pertolongan pada Latura sehingga Waruka bisa bekerjasama dengannya. Kebohongan yang sangat cerdas yang dilakukan Ratu, kebohongan yang begitu picik, kebohongan yang bisa membuat seseorang menjadi bimbang.
Waruka merasa sedih atas kepergian Latura namun ia tetap harus tegar dan tenang saat dihadapan Ratu. Jika ia terlihat lemah, Ratu tentu akan tahu bahwa dia hanyalah wanita lemah yang tidak bisa berbuat apa-apa selain hanya bisa mengharapkan pertolongan orang lain.
Ratu pergi meninggalkan Waruka begitu saja dikamarnya. Waruka berjalan perlahan mendekati jendela, memandang jauh keluar, ia kembali bingung pada keputusannya. Kepada siapa lagi ia harus meminta tolong selain kepada Latura. Jika memang Latura telah meninggal, apakah ia akan bisa berjuang sendiri menghadapi Ratu.
Ia ragu dan bimbang, tidak tahu harus berbuat apa. Sementara itu, Ratu telah memperlakukannya dengan baik, penuh perhatian. Segala kebutuhan baik pakaian dan makanan disediakan, pelayan siap sedia kapanpun ia butuhkan. Ia membandingkan kehidupannya saat sebelum masuk istana dan sesudah masuk istana sungguh jauh berbeda. Ia disini merasakan ketenangan, tidak terusik oleh berbagai kekerasan, rutinitas yang menyenangkan. Ia bangun pagi, lalu mandi air hangat di kolam kecil yang telah disediakan pelayan, sarapan dengan makanan lezat, jalan-jalan ditaman istana, menghibur diri dengan menaiki seperti kereta terbang yang dikendarai oleh para bolonti hingga hal-hal lain yang identik dengan kesenangan. Sementara saat ia hidup diluar istana, hidup dalam ketakutan serta penuh dengan kewas-wasan.
Waruka bingung dan tidak tahu harus berbuat apa. Andai saja ia ikut Latura saat itu dan tidak membiarkan dirinya tertangkap oleh Ratu, mungkin keadaan akan berbeda. Namun apalah artinya, seperti kata pepatah nasi telah menjadi bubur, sulit merubah keadaan yang telah terjadi.
Waruka tampak sedih dan bingung. Ia sedih atas meninggalnya Latura, bigung harus berbuat apa. Dalam kesedihan dan kebingungannya, alam pun seakan ikut sedih, tiba-tiba bunyi geluduk disertai petir hingga hujan turun sangat deras, menemani kesedihan Waruka.