Hujan meredah, sementara pasukan kontu telah meninggal, Latura dan Bengek saling memandang, bingung harus berbuat apa. Mereka terdiam tanpa kata. Selain karena takut mungkin disekitar mereka ada makhluk menakutkan sehingga pasukan ratu pergi begitu saja meninggalkan mereka disana, juga bingung mengapa pasukan ratu menyerang Bengek yang notabene sebagai Raja kehidupan bawah.
Latura mendekati Bengek. "amolepasie kabokenoyini (saya akan melepaskan ikatan ini)!"
"laempa koye feleyiea (tapi jangan kabur)!", Latura menegaskan pada Bengkel bahwa ada yang tidak beres dengan pasukan ratu sehingga menyerangnya.
"umbe... (iya...)!", sahut Bengek.
"layemobantu kayinta (siapa yang membantu kita)", Bengek penasaran siapa yang membantu mereka. Bukankah sebelumnya hanya ia dan Latura serta pasukan kontu.
"miinaduwa apandeanea (saya juga tidak tahu)!", sahut Latura yang juga penasaran pada makhluk seperti apa yang sudah dua kali membantunya. Ia juga ingin berterima kasih pada siapapun yang telah membantunya.
"tarima kasih"
"terima kasih", teriak Latura dalam dua bahasa, bahasa Bolonti dan bahasa manusia, berharap ada yang mendengarnya, entah yang menolongnya dari penghuni bawah atau penghuni atas. Yang jelas, tidak ada yang menyahut ucapan terima kasihnya. Latura dan Bengek masih tanda tanya siapa membantu mereka berdua.
"nowafalah pasukano ratu nowangkako (mengapa pasukan ratu menyerangmu)", tanya Latura penasaran, mencoba mengganti topik pembahasan.
"ba miina moberesinoa (ada yang tidak beres)!", kata Bengek.
"akumala na istana (saya akan ke istana)!", Bengek berpikir ada yang tidak beres telah terjadi diistana, oleh karena itu ia harus segera pulang ke istana.
"koye... (jangan)!", kata Latura.
Latura melarangnya, karena disini saja ia diserang, apalagi diistana, tentu Ratu tidak menginginkan hal itu. Ratu tidak mengharapkan kedatangan Bengek di istana. Karena Bengek tentu tidak akan pernah setuju membuat rakyatnya yang dulunya tenang dan damai serta makmur, kini harus bekerja keras membangun bangunan tinggi hanya untuk memperluas kekuasaan. Apalagi jika Bengek tahu bahwa dibalik dibangunnya bangunan tinggi ada maksud dan tujuan pribadi dari Ratu, yakni untuk mengetahui lebih lanjut tentang asal usul Ratu, siapakah dirinya? dari manakah ia berasal?
Bengek tentu akan berpikir haruskah mengorbankan kepentingan rakyat. Tentu bukan pola pikir yang tepat. Seharusnya, kepentingan rakyat diatas kepentingan pribadi atau golongan. Bukan sebaliknya.
"anemboyitu taafaimo (jika begitu, apa yang akan kita lakukan)?", Bengek bingung, namun ia tetap tenang.
"oyintu tangkapukanau noafai (kenapa kamu menjadikan saya tawananmu)?", tanya spontan Bengek. Ia menanyakan alasan mengapa Latura menahannya? Ia sendiri belum pernah bertemu Latura, tapi mengapa ia ditahan begitu saja. Bukankah setidaknya ada perselisihan terlebih dahulu diantara mereka berdua.
Latura mendekati Bengek, menatapnya dengan sungguh-sungguh lalu mengatakan, "atangkapuko so atukarako ba rubine nisiaongku (saya menangkapmu untuk dijadikan sandera agar bisa menukarmu dengan wanita yang saya cintai)".
Bengek diam tanpa tahu harus berkata apa. Ia bingung karena selama ini ia telah mengasingkan dirinya, tidak tahu-menahu apa yang telah terjadi pada istana. Ia pun penasaran pada siapakah wanita yang dicintai Latura. "bukankah hanya ada satu manusia disini?", pikir Bengek. Ia tidak pernah tahu jika selama ini ada wanita lain selain Ratu yang memiliki ciri fisik sama dengan Latura.
"laaeno rubine mosiaomua (siapakah wanita yang kamu cintai itu)?", tanya Bengek penasaran.
"Waruka.....", sahut Latura.
Ia telah jatuh cinta kepada Waruka pada pandangan pertama. Ia pun terbayang akan kebersamaanya saat berbicara tentang banyak hal bersama Waruka dekat api unggun di dalam gua sebelum diserang pasukan ratu.