"Naya, tumben olahraga pagi?"
Seorang laki-laki berkaos kuning jreng, mensejajari langkah cepatku. Senyum manis langsung tercipta simetris, saat aku menoleh untuk menjawab sapaan sekaligus memastikan.
"Eh, Kang Iwan. Jalan juga?" balasku.
"Sesekali, Naya. Di rumah suntuk. Udah seharian capek kerja, sampai rumah Mama masih ngomel-ngomel!"
Wah, ternyata laki-laki kalau curhat nggak kalah sama Emak anak lima. Tapi, sepertinya masalah Kang Iwan seru dan membutuhkan tanggapan serius. Secara, dia jarang sekali berbaur dengan warga. Meski ketampanannya menjadi idola ibu-ibu satu komplek perumahan.
Introvert kali istilahnya.
"Memangnya kenapa, Kang? Kan Akang udah mau kerja, depresi dari Teh Sari juga nggak lama?" Tanpa berhenti, aku mengorek keterangan hati-hati.
Kepo bukan salahku, dia yang mulai.