RIPK BAB 4

Pagi itu Mile tak menyetel alarm karena shift kerja kosong. Kuliah sering libur memasuki semester akhir, apalagi Mile mengambil sedikit SKS. Gambaran S3 di depan mata. Mile bebas. Tinggal menyanggupi tawaran pak dekan saja. "Bukan di sini, Mile. Tapi kenalanku ada yang membuka loker bagus. Kau tahu Institut Teknologi Bangkok? Dosennya resign karena pindah rumah. Dia dibawa suami ke Aussie. Kalau bersedia, nanti kurekomendasikan kau jadi penggantinya. Mudah kok. Cuma mengajar mahasiswa S1. Para kacung lah. Ha ha ha ... hitung-hitung membuatmu bisa jajan. Daripada kerja di Starbucks kan?! Sayang mekatronik sepertimu diabaikan. Kecuali mau menjadi perenang lagi, sih."

Mile pun pikir-pikir dulu, tapi pak dekan tidak memberinya banyak waktu. Bagaimana pun lowongan kerja sangat langka, kecuali kau disukai dekanmu sendiri. Beliau tidak marah soal insiden terakhir, malahan meminta Mile melupakan kejadian lomba. Renang mungkin telah menyakitinya, tapi lepas tangan rasanya juga tak bagus. Mile punya passion untuk menikmati gaya punggung. Dia ingin lanjut, tapi waktunya bukan sekarang.

"Baik, Pak. Saya mau. Tapi nanti mampir dulu. Bagaimana pun S2 Saya belum selesai," kata Mile, sampai terbawa mimpi sangking kepikirannya. Lelaki itu bergumam dalam tidur, padahal inginnya ngebo sampai siang hari.  Lama-lama Mile risih karena belaian seekor kucing. Dia pun bersin tak terkendali. "HATCHI!!"

"Miawwwwwwwww!!" jerit kucing-kucing di dalam selimut.

Mile pun bangun karena gundukan bergerak. Dia mengucek mata, lalu mengernyit karena ekornya besar sekali. "Huh? Apa itu?" Dia refleks menariknya karena penasaran.

"MIAWWWWWWW!!" jerit si kucing kencang.

Mile tersentak kaget. Apalagi selimutnya menyembul tinggi. Ada sepasang kuping yang keluar. Plus ekor panjang mengibas-ngibas. Mile pun melotot karena dikiranya masih mimpi. Sebab si kucing tak lagi penuh bulu, melainkan berperawakan manusia, minus kuping, ekor, dan paw-paw-nya yang masih berupa cakar. Oh, jangan bilang Mile melihat fury subuh-subuh begini---

"Meoooowwww ...." lenguh si kucing telanjang. Dia ikutan mengucek mata. Posisinya memeluk Paopao seperti semalam.

"Meooowww! Meoooowww!!" raung Paopao membalas. Dia melongok kepada si manis. Ekspresinya tak kalah heran dari Mile sendiri. "Meoowww ...."

"Huh? Pagi, Paopao ...." sapa Apo. Dia tersenyum saat mencium si pacar, sepenuhnya belum sadar situasi kamar. "Pagi juga, Daddy ...."  Keduanya pun bertatapan. Sayang Mile gagal fokus ke penis kecil yang berwarna kemerahan.

Serius. Dari bentuknya mirip dengan penis Omega, tapi mungkin lebih kecil lagi. Dia seperti bocah, tapi tubuhnya dewasa. Hanya saja Mile belum pernah melihat penis semungil itu--HEI!!

DIA PASTI SUDAH GILA!

SUDAH GILA!

"N-Natta?"

"Meoooow?"

"Itu kau?"

"Huh?"

Mile masih memelototi burung perkutut di bawah sana.

"Meoooowwww ...." Paopao yang dipeluk pun meronta. Dia menepuki dada Apo, tapi tak mencakar betulan. Ekspresinya tampak gelisah, Paopao kesal. Sementara Apo diam setelah ppandangannyajernih. "Paopao ...." katanya sambil meletakkan sang kekasih. Apo kini bingung karena tangannya berubah. Lalu dia menjambak selimut. "AHHHH! A-ADA APA INI?!" jeritnya syok.

"APA YANG APA?! AKU JUSTRU HERAN INI ADA APA!!" bentak Mile tak kalah syoknya. Dia mundur bersamaan dengan Apo. Pipi si manis merona, sementara Paopao tolah-toleh kebingungan. Dia butuh nalar lebih, tapi cinta membuatnya mendekat ke Apo.

"Meooowwww ...." kata Paopao sambil mengendus.

Apo pun berjengit kaget, padahal burungnya sudah tertutup. "Eh! Eh!" jeritnya. "P-Paopao--kau ini--ahh ...."

Paopao pun berhenti mengendus. Apo tampaknya malu sekali, tapi kucing itu lebih takut perubahannya sendiri. "Meoowwwww! Natta apa ini dirimu?" tanyanya. "Meoooww ... Natta masih paham tidak ucapanku?" Dia lebih tenang daripada Mile.

"Aku paham, aku paham. Maaf aku tadinya mengantuk ...." kata Apo. Dia pun mengelus Paopao lembut, sementara Mile teralihkan suara telepon.

"Ck--shit. Siapa yang menghubungi sepagi ini?" gerutu Mile. Alpha itu pun mengambil ponsel, tapi dia tak marah karena ternyata pak dekan. Sambil bicara Mile melirik Apo, hitung-hitung memastikan tak salah lihat. Itu kucing! Natta kucing! Natta benar-benar separuh kucing! Batinnya tak henti-henti. Mile campur aduk karena Apo kaku di tempat. Dia pasti bingung karena telanjang bulat.

"Oke, aku harus tenang. Harus tenang ...." kata Mile. Usai membuat janji dia pun mengantungi ponsel. Lalu menghampiri Apo kembali. "Baik. Jadi tak ada yang tahu kenapa kau bisa berubah ...." Alpha itu duduk di tepi ranjang. Apo beringsut. Pipinya tampak semakin merah.

"Meowww ... iya." Apo mengangguk tanpa menatap Daddy-nya.

"Sungguh tidak tahu alasannya?"

"Uh, uh. Tidak ...."

Mile menghela napas karena gelengan itu. "Oke. Sekarang kau, Baby Pao. Apa tidak sadar dengan kejadian ini?"

"Meowwwww ...."

Paopao pun merangkak ke pangkuan Mile. Dia sedih menatap si pacar, walau tidak mengatakan apa-apa.

"Hmm ...." gumam Mile. Jujur dia sulit tak memandangi Apo. Apalagi kulitnya sangat eksotis. Wajahnya ayu untuk ukuran kucing-kucingan. Matanya besar, tatapannya lembut, bibirnya pun berisi dan ranum. Jika kau perhatikan lehernya, bagian itu jenjang sekali. Alpha mana pun pasti ingin menyesap jakunnya rakus. Belum lagi ke putingnya yang merah. Baik kanan atau kiri terpahat di dada liat. Turun ke perut ternyata rata sekali. Pinggangnya ramping, tapi pinggulnya melebar. Bisa jadi ada rahim di dalam sana--ah! tunggu, tunggu, tunggu ... kenapa imajinasinya makin meliar?

Mile rasa tubuhnya mulai memanas. "Ehem, mungkin lebih baik kuambilkan pakaian dulu untukmu," katanya.

Mile berpikir keras karena ekor Apo besar. Apalagi panjangnya setinggi bahu. Saat mengibas tampaknya indah sekali. Bahkan bila 9 pasti Apo mirip rubah. Paw-paw Apo beremasan karena gelisah. Mungkin dia takkan bisa memegang karena cakarnya ada. ".... tapi celananya mungkin harus dibolongi dulu, Natta. Ekormu itu menjadi masalah."

Mile akhirnya grusak-grusuk mengodel lemari guna mencari celana yang jarang dipakai. Dia mondar-mandir karena butuh gunting. Jujur dia kesulitan mengingat kala masih menganggap Apo tak nyata. Apa dia masuk dunia fantasi?

Mana ada!! Apalagi udaranya dingin pagi ini. Nyata-nyata itu terasa di kulitnya. Membuat Mile berpikir bahwa sihir itu ada.

"Meoooowwww .... meoooow ...." kata Paopao ikutan ribut. Dia mengekori langkah Mile karena khawatir. Tapi hanya Apo yang paham bahasanya.

Daddy ... Natta kenapa? Daddy ....! Paopao bisa bantu apa? Daddy ....

"Ssshh ... diam dulu, Baby. Aku bingung memberinya celana yang mana," kata Mile. "Ya ampun pinggangnya kecil sekali. Harus ditali dulu biar tak melorot." Dia merobek sapu tangan jadi dua. Tidak lupa mengira-ngira apakah ekor Apo muat.

"Ugh, Daddy ...." kata Apo sambil menggaruk lengannya. Dia kedinginan karena udara pagi, padahal biasanya punya bulu menghangatkan. Apo pun gelisah saat didatangi. Untung Mile pintar mengatur bolong agar bokongnya tidak terlihat.

"Ini, coba pakai. Kucarikan kaos dulu untukmu," kata Mile. "Jangan lupa talinya disimpul, oke? Biar tidak gampang jatuh."

"Meoww. Baik, Daddy ...."

Apo masih tak sanggup menatap Mile. Dia segera bercelana sebelum sang Alpha datang. Namun kaki ber-paw-nya kesulitan masuk. Apo pun berusaha keras karena tak mau telanjang, tapi bingung juga cara memakai talinya. Bukan karena Apo tak tahu caranya, bukan. Dia punya pengetahuan umum, tapi jarinya kini berbulu. Sehingga memutar kainnya saja kesulitan.

"Ahhh ... Daddy--!" kaget Apo saat Mile kembali.

"Bagaimana, bisa tidak?" tanya Mile.

"Meowww--susah ...." keluh Apo.

"Hmmmh ...." Mile akhirnya berjongkok untuk memasangkan. Pertama bagian sabuk ditata dulu. Barulah talinya disimpul cungkup. Apo pun berdebar saat Mile melingkari pinggangnya. Refleks menoleh ke Paopao yang duduk memperhatikan.

"Paopao, Maaf ...." batin Apo. Dia pun sedih atas peristiwa ini, padahal dulu ingin jadi manusia. "Makasih, Daddy ...."

"Hmm ...."

"A-Apa aku tetap diberi makan dryfood?" tanya Apo. "Maksudku, yang biasanya bernama food-food kan?" Kedua matanya mengerjap lucu.

Ah, tadi Apo sepertinya salah ejaan ....

"Ha ha ha ha ha--ya jelas. Kan kau memang kucing Persia ...." kata Mile. "Memang ingin makan apa? Ayam?" tanyanya coba basa-basi.

"Iya ...." jawab Apo sumeringah.

"Heh? Serius?" kaget Mile.

"Aku suka ayam sejak di langit. Ayam itu enak sekali ...."

"Apa?"

Memang di langit ada ayamnya?

Apo pun terdiam lama. Dia takut ditanyai lagi, tapi Mile ternyata cepat tanggap. Dia menginterogasi Apo agar mau jujur, walaupun setelahnya hanya pura-pura percaya.

"Oh, ha ha ... ha ha ... jadi kau adalah reinkarnasi kucing," tawa Mile. "Pantas seperti cosplay--ehem, maksudku orang yang memakai kostum di Harajuku."

"Daddy tidak percaya padaku?" tanya Apo murung.

"Ha? Bukan begitu kok," kata Mile. "Lagipula perubahanmu senyata ini. Percaya tak percaya ya harus percaya."

"...."

"Sekarang bagaimana cara menyembunyikanmu?" tanya Mile. "Kalian maunya kuajak main lho. Tapi jika bentukmu begini ... jelas saja menyulitkan. Masak iya aku ditanya orang di jalan? Aish, Natta. Sekitar sini tak ada yang suka cosplay ...."

Paopao pun marah saat paw Apo disentuh.

"Lihat--"

"MIAWWWWWWWWW!! GRRRRRRR!! GRRRRR!! HISSSSSHH!!" desis si Persia oren. Mile pun spontan menjauh. Ekspresinya jadi mirip dengan orang konstipasi.

"WHOAAA! WHOAAAAAA! WHOAAAA, WHOAA---BUNG ... hold on, hold on, hold on ...." kata Mile. "Ingat kan aku Daddy-mu? Jangan main cakar begini ...."

"HISSSSHHHHHHHH!"

Mile pun mundur karena Paopao membuktikan teritori. Persia Oren itu menyudutkannya ke dinding. Si kucing tampak marah karena Mile menganggap pacarnya aneh. "Oh, shit! Memang Kerajaan Langit rupanya seperti apa? Ada syurga-nya?" batin lelaki itu. "Aku jadi membayangan buku dongeng ...."

"Paopao ...." panggil Apo tiba-tiba. "Paopao, sini. Jangan begitu terus ke Daddy," katanya melarang. Apo sadar mereka bergantung kepada Mile. Malah keterlaluan kalau kurang ajar begini.

"Meoww?"

Sungguhan, Natta?

"Miawww ...."

Iya ....

"Meoww, meowww ... maow?"

Natta kalau marah lagi bilang, ya?

"Miawww, meoww ...."

Aku tadi tidak marah kok ....

Melihat percakapan itu, Mile pun seperti orang tolol. Dia memperhatikan cara mereka komunikasi. Tanda Apo sungguhan kucing, begitu pun bayi-nya. Mile rasa ini mirip film live action Disney. Tepatnya saat Belle barang yang bisa bicara. Dia menonton sambil bersila, tapi Paopao tiba-tiba melotot lagi.

"Apa?" tanya Mile kebingungan.

Apo pun mewakilkan omongan Paopao. "Meoww, Daddy. Dia bilang benci kalau akunya tidak diajak."

"Hissshh ... ya ampun," desah Mile. "Pagi-pagi begini sarapan drama. Ckckck ... iya oke. Kita tak jadi main, Baby. Di rumah sama bagusnya kok. Kita nantinya nonton bertiga."

"Bagaimana, Paopao?" tanya Apo. Dia inginnya dapat jawaban, tapi Paopao justru naik ke dadanya. Sang kekasih bilang, "Natta makin cantik sekali ...." lalu menjilat bibirnya. Apo pun terkikik tanpa tahu Mile cemburu. Alpha itu bahkan mengepalkan tangan, tapi matanya terus menatap lurus.

"HA HA HA HA HA HA HA HA HA! HA HA HA HA HA HA HA HA HA! Geliiii! Geliiiiii! HA HA HA HA HA HA HA!! Grrrr ... grrrr ... grrrr ...." tawa Apo sambil berguling di ranjang. Dia dilompati Paopao hingga ambruk. Lalu mereka bercanda seru.

Cukup berdua saja. Padahal bentuk mereka berbeda, tapi Paopao dan Apo seperti tak terpisahkan.

"Aku ini sebenarnya kenapa?" batin Mile.  "Apa mereka balas dendam padaku, ha ha ha ... Gulf ...."

"Miawwwww!! Meoowww!! HA HA HA HA HA HA HA HA HA HA!! Paopaoooo! HA HA HA HA HA HA HA HA HA HA!!"

"Meoooowww ....! Meoooowww!!"

Natta aku sayang padamuuuu!

"Aku jugaaaaaa! HA HA HA HA HA HA HA HA HA HA ....!" tawa Apo semakin kencang.

Memilih mengabaikan saja, Mile akhirnya beringsut pergi. Dia biarkan pasangan itu bercanda. Lalu menyiapkan sarapan. Rutinitas dia lakukan seperti biasa. Namun hatinya serasa berdarah. Sambil menggunting wet-food Mile malah kepikiran Gulf lagi. Matanya pun berair, tapi hanya diam hingga sadar ada yang keliru.

"Oh, bukan-bukan. Natta tadi bilang mau ayam ...." kata Mile. Dia pun  menyuiri daging dari kulkas. Lalu menggorengnya dengan api kecil. "Ha ha ha. Kucingku bisa jatuh cinta rupanya--ya ampun ...." Dia kini menyajikan piring satu-satu. Lalu memanggil peliharaannya ke dapur

Ting! Ting! Ting! Ting! Ting!

"PAOPAOOOOOO!! BABYYYYYYYYY!! NATTAAAAAAAAAAAAAA!! AYOOOO SARAPAAAAANNNNN!!" teriak Mile.

"Meeoooowww!!!"

"Meoowwwww!! Aku datang, Daddyyy!"

Mile pun merinding karena suara Apo, sebab baru sekarang dengar caranya menyahut. Dari tangga Paopao tampak melompat. Sementara Apo mengejarnya dari belakang--hei, ngomong-ngomong bagaimana jika Ta ikutan tahu? Apa dia percaya juga?

"HA HA HA HA HA HA HA HAA! PAOPAOOOOOOOOOOOOOOOO!!!"

Mile pun melotot kala menyadari ekor Apo tak pernah diam. Makhluk itu Benar-benar menyapu ruangan. Membuat segala benda berjatuhan dari tempatnya--"AAARRGHHH! TIDAK! NATTA KITTY, DIAM SEBENTAR! HEI! HEI! TIDAK UNTUK PIAGAMKU! HEI---!!"

BRAKKHHHH!! PRANGG!! PRANGG! PRANGG!! BRUAAAKHHHH!!

"HA HA HA HA HA HA!! Dadyyyyyy!!"

"ARRRGGHHH!! FIGURAKUUUU!!"

Mile pun terduduk stress. Dia lemas, tetapi tidak bisa marah, melainkan hanya memandang Apo dan Paopao.

"Miawwww ... Daddyyy ...."

"Meoowww ...."

"Wah ayam! Paopao, lihat itu ayamku!!" tunjuk Apo sangking senangnya. Dia tidak menawari Mile karena lupa diri. Empunya badmood. Sampai-sampai hanya mengibaskan tangan.

"Tidak, tidak. Makan saja. Makanlah kalian yang kenyang ...." kata Mile sambil geleng-geleng. "Aku harusnya mengkhawatirkan diri sendiri daripada Ta Nannakun ...." batinnya lelah.

***

Perpustakaan Langit, Istana Puteri Davikah. Sayap Kanan.

______________________________________

Masu lari-lari di lorong perpustakaan. Dia membawa robekan buku. Lalu menyembunyikannya di dalam saku. Bidadara itu mengeluarkan sayap saat keluar. Lalu terbang melewati balkon seperti burung. Kepakannya terdengar anggun. Bibirnya kini tersenyum karena tidak ketahuan. "HA HA HA! APOOOOO! AKU DAPATKAN MANTRANYA!!" jeritnya sambil berputar di awan. Masu jungkir balik dengan bangganya. Lalu membaca robekan itu sambil jelajah.

Jujur, Masu tak pernah mencuri selama ini. Namun hatinya sedih setiap Apo terluka. Akhirnya Masu pun ingin mempelajari sihir Puteri Davikah. Dia menyeringai saat mencoba berpraktik, tapi jengkel juga karena ada yang masih hilang. "Isshhh ... ini segel apa, ya?" gumamnya. "Apa sebaiknya kukarang sendiri? Kalau kembali lagi pasti ketahuan ...."

Masu pun berdebar kencang, tapi dia tetap meniup sihir ke Apo. Masu langsung mengirimnya ke bumi, berharap Apo tak perlu menunggu 10 tahun untuk berubah jadi manusia.

"Semoga sihirku berhasil, Apo! Yesss! Harus!" katanya semangat. Sahabat Apo itu mengambil cermin benggala. Lalu tersenyum karena gundukan di pelukan Mile membesar. Dia tahu Apo sudah berubah, sayang hasilnya tak sesuai harapan. "EEEEEEHHHHHH! TUNGGU, TUNGGU! TUNGGU!! KENAPA MASIH ADA EKORNYA?! TELINGANYA JUGA! PAW-NYA!" teriaknya histeris.

Sang ibu yang curiga pun menegur keras. "MASUUUUUU! LAGI APA ITU, NAK? JANGAN ANEH-ANEH YAAAAAA! SUDAH MALAM BEGINIIIIIIIII!"

Masu refleks gelagapan. "AHHHHH! MAE! HA HA HA, TIDAK ADA KOK! MASU HANYA MAIN SEDIKIT! EH BELAJAR SIH MAKSUDNYA! HA HA HA HA HA HA!" tawanya gugup.

"Ya sudah, sini duluuuuuu. Ibu mau memindah lemari. Berat, tahu. Kita angkat sama-samaaaaaaa!" teriak sang ibu lagi.

Masu pun berdiri tegap, tapi diam-diam menyembunyikan robekan sihir ke laci. "Oke, Bu! Gasss!" Keduanya kini keluar, padahal di balik wajah cerahnya Masu sangat khawatir. Dia belum memastikan bagaimana nasib Apo, atau seberapa lama sahabatnya berubah. "Oh ya ampun, Apo ... aku benar-benar minta maaf ...." batinnya sepanjang waktu. Masu pun kesal karena sang ibu memberi kerjaan lagi, padahal capek yang tadi tersisa. Yang katanya hanya lemari, malah memindah perabotan lain juga. Tapi mau bagaimana lagi.

"Hahhh ... ibu ... ibu ... ada-ada saja Ibu ini ...."

***

Usai beres-beres, kegiatan nonton pun dilakukan sesuai rencana. Mile, Apo, dan Paopao menikmati film laga berjudul Peaky Blinders, tapi yang bertahan hanya Mile sendiri. Paopao tidur setelah menit ke lima, sementara Apo meringkuk sejam kemudian. Paopao posisinya di meja, Apo di sofa, namun Mile begitu bugar. Dia pun memindah Paopao ke ranjang setelah pulas, tapi pikir-pikir dulu sebelum mendekati Apo.

"Hmmm. Kudengar kucing memiliki refleks yang bagus ...." gumam Mile. "Tapi jangan memukul, ya. Percayalah aku tidak macam-macam ...."

Apo pun diangkat ke gendongan, tapi Persia ini ternyata berat juga. Padahal tubuhnya mungil ala Omega. Hanya saja ekornya sangat berbobot. Langkah Mile pun pelan agar Apo tak terbangun. Namun kucing itu mendusel ke dadanya karena harum feromon. "Hmnghh ... nghh ... Paopao ...." racaunya. Apo pun mengalungkan lengan lebih erat, tapi Mile tak protes hanya karena lehernya terjerat. Lelaki itu fokus ke bibir Apo. Merahnya menggoda. Namun sang Alpha menggeleng karena nyaris bernafsu.

"Ayolah, Mile. Natta itu benar-benar kucing. KUCING! KUCING! KUCING! ASTAGA ... DIA BUKAN MANUSIA!" batin Mile menenangkan diri sendiri. Sayang jantungnya berdebar kencang. Bahkan penisnya kini ereksi--gawat!  Mile pun ingat semua hal yang mereka alami. Parahnya kenangan itu membuatnya Bergairah. "Tidak, tidak, tidak. Bukan begini harusnya ...."

Sang Alpha pun masuk kamar mandi kelabakan. Solo lagi. Entah sudah keberapa kalinya minggu ini. "Ahhh ... hhh ... mnngh ... Gulf ...." desah Mile terdengar nikmat. Di atas dudukan toilet dia pun memeloroti celana sampai lutut. Lalu mengocok penis naik turun tanpa henti. Tangannya mengusap batang pelir yang kencang menegang. Lalu melumuri  jemari dengan saliva. "Ahhh, ahhh ... hhh ... Natta ... mhhh ...." rintihnya tanpa sadar berganti. Mile sungguh lupa dengan fakta tersebut. Malahan menuntaskan klimaks agar segera lega. Muncratannya terasa panjang nan enak. Mile sampai pusing karena tiba-tiba ada Apo yang tubuhnya menyusut di pintu-- "Hah? Natta?"

Mile benar-benar kaget karena celana dan kaos Apo melorot.

"Miiiiiii! Miiiiii! Meooooow~" kata Apo merajuk. Persia putih itu pun kembali normal. Bahkan tertimpa umbrukan baju kusutnya. "Meooowww!! Meoooww!" jeritnya sekali lagi.

"Natta!"

Usai menaikkan celana, Mile pun mengeluarkan Apo dari jeratan baju. Paopao pun bangun karena Apo berisik. Dan kedua Persia itu menyeruduk saat bertemu kembali.

"Meoooowwwww!!!"

Natta! Natta!

Natta cantikku akhirnya pulang!

"Meooowwwwww!!"

Haloooo!

"Meowwwwww!!"

Halo jugaaaa!

Sangking senangnya Paopao pun menggigiti pipi Apo, tapi Apo tak marah sama sekali. Mereka bahkan main-main seperti semula, dan Mile menganggap dirinya sendiri gila. "Apa seharian aku berdelusi?" pikirnya. "Aku mungkin kesepian sampai-sampai sebegininya--ha ha ... aku ini konyol sekali." Mile  pin memencet kaki Apo saat memotong kukunya. Semua demi menyadarkan diri dari ilusi. "Hei, jelas-jelas dia ini penuh bulu. Kenapa aku melihat yang aneh-aneh?"

"Meeeeooow?" kata Apo kebingungan. Usai potong kuku dia pun segera turun. Namun matanya dipenuhi rasa ingin tahu.

"Ayo, Baby Pao. Gantian dirimu sekarang," kata Mile.

Paopao pun naik ke pangkuan Mile. Lalu menyerahkan kaki depannya. "Meooowwwww ...."

Aku siap, Daddy.

Mile pun terkekeh-kekeh. "Oke, kuharap kau tak galak seperti dalam mimpiku."

Suara sang Alpha terdengar pilu. Apo pun sadar tapi berlalu. Agaknya pemandangan ikan di akuarium lebih menenangkan dilihat. Padahal niat Apo bukannya tidak peduli, hanya saja dia kecewa karena tak bisa membantu. "Aku kok berubah lagi sore ini. Kenapa, ya?" batinnya sangat penasaran. "Apa aku lebih suka jadi kucing? Aku memang takut jauh dari Paopao ...." Dia pun menjilati leher dan kaki demi membunuh waktu.

"OH! IYA, PAK DEKAN ... SIAP-SIAP! SAYA BISA!" kata Mile penuh semangat. Mendadak suara lelaki itu mendistraksi Apo. Membuatnya lari ke ruang tengah karena mau tahu apa yang terjadi. "Baik, jadi malam ini ketemunya? Hmm ... oke-oke ... Saya otw dulu ke sana. Hmm. Sampai jumpa ...." Usai menutup telepon wajah Mile pun cerah lagi. Seolah Alpha itu baru saja menang lotere. Mile lalu mandi dan berdandan tampan. Parfum dia semprot kencang karena terlalu senang. Mile bahkan bernyanyi selama sisiran. Mood-nya membaik, tapi hal itu membuat Paopao heboh saat dipamiti.

"Dah, Babyyy!"

"Meoooowwwww!!"

Dadyyyyyyy! Ikuuut!

Apo pun menyusul lari.

"Hei, hei, hei--kalian berdua ini kenapa?" tanya Mile. Dia pun batal masuk ke mobil, padahal pintunya sudah dibuka. Pikir-pikir sebentar Mile pun akhirnya iba. Lalu dia membiarkan keduanya ikut masuk. "Hahhh, kalau begitu jangan nakal ya. Ini adalah pertemuan penting," nasihatnya. ".... saat sampai Daddy akan meninggalkan kalian di mobil. So, main saja berdua sambil menunggu selesai, paham?"

"Meoooww," kata Paopao mewakili.

Anehnya Apo tak ikut menyahut. Mungkin karena dia punya firasat yang buruk. Sensitivitasnya memang lebih tajam dari mereka berdua. Terbukti saat Mile turun Alpha itu disambut beberapa orang. Apo dan Paopao pun mengintip lewat kaca jendela, tapi Mile sepertinya juga heran.

"Sawadde khab."

"Sawadde khab."

"Sawadde khab, na. Ini puteranya Phi Aat yang bernama Us Nititorn Akkarachotsopon," kata dekan Mile tiba-tiba. "A beautiful Omega, Mile. Can you feel it?" tanyanya, padahal di telepon mengajak Mile membahas profesi--

"Oh, ha ha ha. Halooo ... salam kenal Saya Mile Phakphum," kata Mile, yang berusaha 'konek' dengan situasi ini. Dia pun diajak duduk kedua pria yang lebih tua. Satunya lagi wanita (kelihatannya ibu Us) membuat pertemuan ini seolah sudah dirancang.

"Bagus, bagus. Ayo duduk dulu, Nak. Santai saja kita bahas satu-satu ...."

Paopao pun akhirnya peka. Mata hijaunya sampai mengerjap risih ke Apo. "Meoow, Natta. Apakah Daddy segera menikah? Kok tiba-tiba dikasih cincin di bawah meja? Itu Pak Dekan yang tadi siang kan? Di telepon?"

Apo sendiri tak paham. "Meow, Paopao. Mungkin saja. Tapi Daddy kelihatannya kaget tidak sih? Apa aku salah lihat?"

"Huh? Tidak tahu," kata Paopao. "Aku saja belum ketemu orangtua Daddy. Kok mereka berani menyuruh menikah dadakan."

"Eh? Belum?"

"Belum."

"Kok bisa?"

"Daddy belum pernah pulang sejak aku ditemukan. Dia kuliah sambil tinggal di rumah sendiri. Tidak mudik."

"Oh ...."

Apo pun diceritakan momen Paopao bertemu Mile pertama kali. Yakni saat usianya baru beberapa minggu. Dia dipungug dalam kardus bekas sampah. Namun saudaranya mati semua. Mile yang butuh teman pun membawanya pulang, tapi Paopao sendiri tak ingat detail kejadiannya. Dia terlalu kecil waktu itu. Memorinya hilang dan sulit mengingat, tapi kata Mile, dia sebenarnya punya nama asli.

"Siapa?"

"Tidak tahu. Daddy tidak pernah bilang."

"Heeee ...."

"Aku punya kalung loh, Natta. Tapi waktu itu Daddy buang saja. Soalnya sudah rusak dan banyak darahnya," jelas Paoapao. "Ayah, Ibu, dan kakak sepertinya habis diracuni. Tapi aku tidak mati karena tidur sendiri. Aku tidak makan makanannya, Natta. Daddy bilang karena itu aku selamat."

"Umm."

Apo pun merasa lebih beruntung. Kala ditemukan dia lebih dewasa (ya, setidaknya 6 bulan itu mending walau tergolongnya masih kitten) lalu mencium pipi Paopao terharu. Apo sungguh ingin jadi comfort zone Paopao, walaupun rasanya sedikit telat.

"ARRRGHHHHH!!"

BRAKHHHHH!!

"MEOOOOWWWWW!"

"MEOOOOOOWWWW!"

Kedua Persia itu pun menjerit saat Mile masuk mobil dalam kondisi murka. Alpha itu bahkan memukul setir dengan tinju. Wajahnya tampak tampak stress lebih dari sebelumnya.

"Meooww?"

Daddy?

"Miiiii ...."

Daddy Mile ....

Paopao dan Apo pun segera mendekat.

Keduanya merangkak-rangkak ke paha Mile. Lalu menatap Alpha itu menangis.

"Tolol ...." desah Mile ke diri sendiri. "Kau itu tolol, Mile. Mana ada tawaran dosen sekarang? Minimal sampai lulus S2 lah. Dasar keparat tak tahu diri. Cih ... jadi pegawai Starbucks pun lebih baik kalau begini caranya. Dekan bangsat berpipi keriput. Sudah bagus aku maunya lanjut S3--arrgh! Aku benar-benar tidak habis pikir ...." katanya dengan mata basah. ".... memang benar aku lanjutnya ke atlet saja. Awas kalian semua ...." Mile pun menyetir mobil usai tenang, tapi Apo dan Paopao tak berani protes. Mereka hanya bertahan di kursi agar tak jatuh. Eh ternyata dibawa ke stadion renang.

Tempatnya cukup jauh dari restoran tadi. Sudah larut, tapi penjaganya kenal Mile dengan baik.

"Lho, Mile? Kok kemari? Ada apa? Ini mau kukunci loh. Sudah tutup."

Mile spontan menjawab ketus. "Buka lagi, Jom. Tolonglah ...." katanya. "Aku stress sampai kangen air."

"Hah?"

"Kuberi uang kok nantinya. Cukup 10 menit saja."

"Oke."

BYURRRRRRRRRRR!!

Mile pun meluncur begitu lepas-lepas baju. Tubuhnya hanya memakai celana dalam dengan penis yang menggunduk. Boxer luaran ikut dia lempar agar tidak basah. Sementara Apo dan Paopao kagum karena Mile ganti gaya dengan medley secara solo. Dari bebas menjadi gaya punggung. Dia meliuk indah ketika berputar di ujung kolam. Kayuhan lengannya begitu perkasa. Lalu Mile mengambang-ngambang di permukaan.

"Waaaah ... aku sempat lupa Daddy itu atlet renang ...." desah Apo.

Paopao pun bangga saat Mile memasuki mode meditasi. "Lha memang iya. Daddy punya banyak prestasi di bidang renang loh. Aku lihat penghargaannya sejak tingkat SD. Tapi yang dipajang sekarang cuma beberapa."

"Whoaaaa ...."

Keduanya pun menemani di pinggiran kolam. Jalan-jalan. Lalu diajak pupada pukul 12 malam.

"Semoga Daddy baik-baik saja ...." batin Apo sebelum tidur.

Bersambung ....